Chapter 30

9.3K 886 224
                                    

Vote dan Komentar ya!
Follow noventyratnasari

-oOo-

Malam sunyi diiringi suara gemercik yang berasal dari hujan di luar rumah. Wanita dengan pakaian berkelas atas itu berdiri di belakang jendela sembari menatap jam dinding yang jarumnya menunjuk pada pukul 10 malam. Ia mendesah pelan, kemudian mengusap lengannya yang tidak terbalut pakaian.

Merasakan dingin menyapa kulitnya, Meza mengambil jaket lalu memakainya. Ia kembali menatap jalanan di belakang jendela kamarnya. Ia tidak bisa tidur setelah mendapat pesan yang ia rasa sangat menyeramkan. Pesan singkat namun mampu membuat hatinya tidak tenang.

Ia kembali melihat ponselnya yang menyala di atas meja, menampilkan pesan yang ia anggap mengusik ketenangannya.

Mau tahu rasanya mati?

-Zio Agraham.

Dengan cepat Meza menekan tombol kembali lalu ia mencari nomor Anggie yang harus ia hubungi. Untuk saat seperti ini, hanya Anggie lah yang Meza punya. Menelpon Mami tentu saja tidak mungkin, wanita itu mengurus dirinya sendiri tanpa memikirkan anaknya di sini. Atau menelpon Papi? Ah, rasanya aneh menelpon pria itu jika ada butuhnya saja. Meza tidak akan menghubungi Papi nya lagi, beliau sudah bahagia bersama keluarga barunya.

Namun, Dewi Fortuna tidak memihak Meza untuk kali ini. Sudah sekitar 7 kali Meza menelpon sahabat karibnya itu namun tidak kunjung mendapat jawaban. Meza kembali gelisah, untuk saat seperti ini siapa lagi yang harus Meza hubungi? Sekedar menumpahkan kerisauannya.

Aland!

Aland pasti mau mendengarkannya meski akhirnya Aland tidak akan membantunya. Tapi, setidaknya Aland mendengarkan keluh kesah Meza. Tidak apa-apa, Meza tidak menuntut banyak dari Aland. Meza hanya ingin Aland mengerti, atau jika boleh berharap Meza ingin Aland mencoba berbicara pada Daddy nya untuk tidak bermain nyawa. Sungguh, Meza tidak sanggup!

Satu kali panggilan tertolak oleh Aland, apakah sebegitu benci Aland terhadapnya sehingga menjawab telpon saja Aland tidak sudi.

Meza tidak boleh menyerah, ia harus kembali menelpon Aland. Meza tidak tenang jika harus di landa keresahan seperti ini. Setidaknya, Aland mengerti apa yang Meza alami sekarang. Dua kali panggilan tertolak, membuat Meza tidak menyerah begitu saja ia terus mencoba menghubungi mantan pacarnya tersebut.

Nihil, sudah 4 kali Meza menelpon namun tak kunjung di balas. Meza mencoba mengirim pesan WhatsApp, mungkin saja Aland membacanya.

Aland tolong angkat, kali ini aja gue butuh bantuan lo. Penting!

Send.

Meza menggigit bibir bawahnya menunggu pesan itu di baca oleh penerima. Tidak lama kemudian ia mendengar getaran yang berasal dari ponsel.

Rasanya bahagia tiada tanding, ternyata Aland masih peduli padanya. Aland menelponnya, membuat Meza sedikit menyunggingkan senyumnya. Ia sangat senang, sungguh!

"Hallo," sambut Meza usai menekan tombol hijau.

'Kenapa?'

"Gue takut, Land." Meza kembali bergetar hebat ketika mengingat bagaimana Daddy Aland mengirimnya pesan yang teramat menakutkan, bukan Meza berlebihan tetapi Meza tahu bahwa Agra bukanlah orang sembarangan yang hanya memberi gertak sambal.

'Kenapa?'

"Sepertinya bokap lo murka ke gue, dia kirim pesan aneh." Jelas Meza dengan terburu-buru, ia sudah tidak tahan berada di situasi ini.

SYALAND! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang