#37 - Maaf

234 54 14
                                    

Tak ada manusia sempurna, semua manusia pernah melakukan kesalahan termasuk Chandra. Chandra menurunkan pandangan ketika ujung panahnya jauh meleset dari titik tengah papan target. Helaan kecewa terdengar setelahnya. Bukan latihan rutin, Chandra hanya ingin melepas penat dengan bermain panahan. Namun, bukannya merasa lega ia justru makin merasa banyak pikiran.

"Lah anjir gue mati!"

"Kan gue udah bilang jangan ke sono, lo sih batu," seru Malik.

Ibam menaruh ponselnya di dalam saku dengan dengusan sebal sedangkan Malik masih bermain game. Januar yang sedang duduk sambil memakan camilan hanya diam menyimak sesekali menyeruput es soda susunya.

"Chan! Sini deh, istirahat dulu! Ga kebas apa tangan lo!" panggil Januar pada Chandra yang terlihat jelas lelah sekali. Peluh menetes di dagu sedang kaos oblong hitam anak itu sudah bermandikan keringat. Chandra sudah berlatih sejak pulang sekolah hingga langit berubah jingga keunguan, ia belum sekali pun mengambil jeda istirahat.

Chandra menurunkan busur sambil menghela panjang. Benar kata Januar. Tangannya mulai terasa kaku. Chandra mau tidak mau menepi. Ia melepas semua pengaman yang terpasang di bahu dan jari tangan. Setelahnya memposisikan diri duduk di tengah teman-temannya.

"Jangan nempel-nempel dih lo bau keringet." Ibam menggeser tubuh agar menjauh dari Chandra. Namun tidak digubris.

"Udah berapa hari?" tanya Januar.

"Belum ada seminggu tapi kok gue ngerasa cepet capek ya?" balas Chandra.

Januar melempar botol minum yang masih penuh kepada Chandra, untung saja reflek anak itu bagus.

"Bukan itu dodol. Tapi udah berapa hari lo diemin Rosé?"

Belum ada jawaban. Chandra menatap nanar botol di tangannya. Ibam yang kasihan pun mengambil botol itu dan menyerahkan kembali kepada Chandra setelah lebih dulu ia bukakan tutupnya.

"Gue bisa buka sendiri," protes Chandra.

"Nggak baik lho diem-dieman gitu lama-lama. Apalagi lo mendadak ngejauhin Rosé, apa lo nggak ngerasa kasihan sama Rosé yang pasti bingung sama sikap lo itu?" ucap Januar.

Chandra diam.

"Minta maaf sono," sahut Malik.

"Caranya gimana? Bantuin gue dong."

"Si bego, ngebaperin anak orang aja pinter tapi ngakuin kesalahan susahnya minta ampun." Ibam ikut menimbrung.

"Ya gimana ya, mana ada sih cowok yang nggak cemburu liat ceweknya deket mana ketawa-ketiwi sama cowok lain?" Chandra melakukan pembelaan.

"Iya, gue tau lo cemburu. Tapi cemburu lo juga harus sadar situasi dong. Kasihan Rosé, padahal dia nggak salah apa-apa tapi lo diemin. Anak orang lo buat galau," balas Januar.

"Iya iya, gue ngaku salah, gue kekanakan, cemburu gue berlebihan. Lagian gue juga nggak tau kalau si Doni-doni itu cuma mau minta bantuan Rosé buat bikin kejutan ke ceweknya. Gue dibutain cemburu."

Januar menepuk bahu Chandra, "Udah ngerti kan sekarang salah lo di mana?"

Kepala Chandra terangguk.

"Sekarang minta maaf ke Rosé. Jangan lo tunda-tunda lagi."

Langit semakin menggelap. Keempatnya membereskan beberapa sampah makanan dan bergegas pulang sementara Chandra masih memikirkan bagaimana caranya meminta maaf tanpa membuat Rosé marah padanya.

***

Omah datang ketika langit mulai menggelap. Beliau melakukan rutinitas mengunjungi keluarga sang bungsu. Mang Jajang-supir sekaligus orang kepercayaan Omah- duduk di teras saat Rosé datang membawa segelas kopi.

Panah Rasa (BangRosé) | ENDWhere stories live. Discover now