#24 - Masa Lalu dan Bandung

297 66 5
                                    

Saat matahari mulai turun ke peraduan dan menimbulkan semburat jingga di langit. Bus yang mereka tumpangi baru tiba di Bandung. Rosé turun terlebih dahulu diikuti oleh Chandra yang masih setia membawakan tas kamera milik Rosé. Sepertinya Bandung baru saja dikunjungi hujan karena jalanan masih terlihat basah diikuti genangan di beberapa titik. Beruntunglah mereka tiba ketika hujan telah reda. Rosé merapatkan jaket sedikit kebesaran milik Chandra guna menangkis dingin.

"Habis ini ke mana?"

"Langsung ke makam," jawab Rosé.

"Langsung ke makam?" ulang Chandra.

Rosé mengangguk lantas berjalan mendahului Chandra untuk mencari kendaraan umum. Chandra tak lagi banyak bicara walau perutnya mulai keroncongan.

"Kapan terakhir kali dateng ke sini?" tanya Chandra tatkala kakinya menginjak setapak demi setapak jalanan yang memisah area pemakaman. Langit yang mulai gelap membuat suasana menjadi sedikit mencekam.

"Empat tahunan yang lalu, itu juga pertama dan terakhir kali aku ke tempat ini."

Kaki Chandra spontan berhenti melangkah, "A-apa?"

Rosé menoleh bingung.

"Empat tahun? Dan cuma sekali?"

Rosé masih setia menatap dengan wajah bingung.

"Emangnya lo masih inget yang mana makam orang tua lo?"

"Inget kok."

"Beneran?" Chandra menatap penuh ragu.

"Kayaknya."

Chandra menahan diri untuk tidak mendengus sebal jadi ia meminta Rosé kembali memimpin perjalanan. Setidaknya ia berharap masih ada ingatan setidaknya secuil agar mereka tak berakhir bermalam di makam.

"Oh yang itu. Aku inget!"

"Ayah?"

Seorang pria juga datang untuk mengunjungi makam orang tua Rosé. Pria tersebut masih menggunakan seragam khas tentara. Baik Chandra, Rosé maupun pria tersebut yang Rosé yakini sebagai ayah Chandra, mereka sama-sama saling menatap dengan wajah kaget sekaligus bingung. Ayah Chandra mengenal orang tua Rosé?

***

"Kamu putri kandung Mira?"

Rasanya Rosé seperti menemukan sungai di gurun pasir. Rosé senang mengetahui ada orang lain yang mengenal orang tuanya selain orang tua angkat Rosé. Setidaknya Rosé tidak merasa begitu terasingkan.

Rosé menganggukkan kepala pelan, "Om kenal orang tua kandung saya?"

"Oh syukurlah."

Tangan kekar itu menangkup tangan Rosé dengan raut wajah penuh kelegaan. Rosé jadi bingung harus bereaksi apa.

"Maaf, maaf karena Om terlambat tahu kalau Ibu kamu meninggal ketika melahirkan kamu."

Ada nada sedih di sana membuat Rosé turut merasakan kesedihan yang sama.

"Om pergi ke Bandung buat ngejemput kamu tapi ketika Om nyari kamu ke panti, mereka bilang kamu udah diadopsi orang lain. Om nggak tahu kalau ternyata kamu diadopsi sama Dokter Gunawan. Kalau tahu Om pasti sering ngunjungin kamu."

"Om kenal Ayah aku juga?" tanya Rosé.

"Lebih dari kenal. Dulu Om, Mira sama Dokter Gunawan. Kita bersahabat," jawab Om Herman–ayah Chandra–.

Panah Rasa (BangRosé) | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang