#30 - Takdir selucu itu

301 70 2
                                    

Banyak orang bilang semua akan indah pada waktunya. Namun sepertinya itu hanya berlaku pada sebagian orang. Kenyataannya sesuatu yang indah itu tidak benar-benar bisa hadir dalam hidup Jayden. Keluarganya hancur dan tidak bisa kembali utuh bagaimana pun Jayden berusaha menjadikannya utuh karena sesuatu yang telah menjadi kepingan tak akan bisa utuh seperti semula walau direkat dengan lem super sekali pun. Jayden benci ketika harus memilih. Jayden tidak suka ketika harus dihadapkan pada kenyataan yang membingungkan ini. Papa dan Mama jelas sudah tidak lagi sejalan. Ada pihak ketiga yang masuk dalam hidup keluarganya dan Jayden tidak tahu harus berpihak kepada siapa.

Ada amarah yang siap diluapkan tetapi masih Jayden tahan. Mama datang ke Jakarta dengan suami baru yang dulunya merupakan si pihak ketiga tersebut. Datang tanpa rasa bersalah dan meminta Jayden ikut bersama mereka. Yang benar saja. Mama yang lebih dulu berkhianat pada keluarga. Mama yang lebih dulu mengecewakannya tetapi apa sekarang? Mama ingin membawa Jayden seolah tak pernah melakukan kesalahan.

"Mama jelas yang selingkuh dan sekarang Mama minta aku tinggal sama Mama?"

Mama mencoba menyentuh tangan Jayden walau tidak bisa karena Jayden sudah lebih dulu menjauhkan diri.

"Mama yang ninggalin aku. Mama yang milih pergi tapi kenapa sekarang Mama datang seolah nggak pernah ngelakuin kesalahan?"

"Jay. Ayo masuk ke dalam dulu. Kita omongin di dalam aja," ucap Bunda karena merasa suasana begitu tidak nyaman terlebih mereka berada di halaman rumah yang siapa saja bisa melihat.

"Mama nggak pernah ngasih pilihan ke aku. Mama nggak pernah mikirin gimana perasaan aku. Mama selalu bersikap seenaknya. Memangnya aku nggak muak apa sama Mama dan Papa yang egois?" Jayden tidak peduli. Jayden sudah tidak sanggup lagi. Ia bahkan tak mendengarkan nasehat Bunda yang memintanya untuk tenang.

"Jayden!"

"Apa?"

"Tahu apa kamu dengan urusan orang dewasa?" sahut Mama.

Jayden menatap sang Mama jengah. Tak peduli jika yang dihadapannya kini adalah seseorang yang melahirkannya ke dunia. Jayden tak sekali pun melepas pandangan marahnya.

"Tahu apa? Mama sama Papa yang maksa aku buat ngerti urusan kalian kalau Mama belum tahu. Kalian maksa aku nelan pil pahit saat aku masih baik-baik aja," ucap Jayden, "Udahlah!"

Anak itu melangkah menuju motor yang terparkir tak jauh dari gerbang rumah. Tangannya masih terkepal erat sedangkan Mama tak lelah memanggil nama Jayden akan tetapi Jayden pura-pura tuli. Ia melajukan motor dengan cepat.

***

"Itu apa sayang?"

Sharon buru-buru menutup album foto bersampul hitam tersebut kemudian menyimpannya di sisi ranjang. Wajah yang kehilangan binarnya itu menatap dengan mata sayu. Mama menepuk pucuk kepala putri kesayangannya itu.

"Kamu udah yakin sama keputusan kamu itu?"

Ada jeda sebentar sebelum Sharon menganggukkan kepala.

"Jangan dipaksa, sayang. Mama sama Papa juga nggak akan maksa kamu. Mama yakin kamu kuat. Mama percaya sama kamu."

Sharon menegakkan duduknya, "Kok suasananya jadi mellow gini sih?" ucapnya sambil tersenyum mencoba mencairkan suasana walau Mama tetap menatap serius.

Anak perempuan itu lantas menatap keluar jendela hanya untuk menghindari rasa sesak di dalam dada.

"Aku nggak mau nunda-nunda lagi, Ma. Aku takut kalau semakin lama aku makin serakah. Aku takut Ma kalau tiba-tiba aku pergi tapi masih ada urusan yang belum selesai," ucap Sharon.

Panah Rasa (BangRosé) | ENDWhere stories live. Discover now