#14 - It's Okay

379 84 8
                                    

Tangan Rosé yang bebas menurunkan lengan bajunya yang semula digulung sesaat setelah selesai melakukan prosedur donor darah. Perawat rumah sakit yang sudah Rosé kenal baik sedang membereskan peralatan medis di atas troli kecil.

"Emangnya genting banget ya, Mba?"

Perawat tersebut melirik Rosé belum menangkap jelas bentuk pertanyaannya.

"Itu sampe Ayah nelpon Rosé, persediaan darah di PMI kosong?"

"Ada pasien leukimia yang butuh darah secepatnya karena trombosit pasien tiba-tiba menurun. Butuh dua kantung," jelas Perawat bernama Lina atau biasa Rosé panggil Mba Lina.

"Dan persediaan di PMI kurang?"

Mba Lina menganggukkan kepala.

"Boleh nggak aku ke kamar inapnya?"

Melihat raut wajah memohon Rosé membuat Mba Lina tidak tega.

"Boleh ya Mba Lina? Nggak lama kok. Aku juga harus pergi les," mohon gadis itu lagi.

"Ya udah."

Rosé tersenyum puas.

***

"Mba Lina sama siapa?"

Rosé yang semula bersembunyi dibalik punggung Lina mulai berani memperlihatkan diri juga tak lupa dengan memberikan seutas senyum manis sebagai sebuah salam sambutan karena dengan berani menjenguk padahal tak saling kenal.

"Hai. Saya Roseanne, temen Mba Lina," ucap Rosé.

Gadis yang ditemani ibunya itu hanya membalas dengan anggukan lemah. Sementara itu Mba Lina mulai sibuk melakukan prosedur entah apa namanya. Yang jelas kantung berisi darah telah digantungkan pada tiang dengan selang yang mulai mengaliri darah. Proses tranfusi sedang berlangsung.

"Tenang aja. Rasanya emang nggak nyaman di awal. Ada keluhan lain?" Mba Lina buka suara setelah menyudahi prosuder transfusi.

"Kapan saya nggak harus bergantung sama darah orang lain lagi, Mba?"

Bukan hanya Lina yang terkejut tapi Rosé pun sama terkejutnya atas pertanyaan tak terduga itu.

"Sharon sayang. Sebentar lagi nak. Sebentar lagi," balas sang ibu.

"Sebentar? Sebentar sampai kapan, Ma? Mama selalu bilang sebentar dan sebentar tapi buktinya rumah sakit justru udah kayak rumah pribadi aku," balas Sharon.

"Katanya kemoterapi bisa nyembuhin tapi nyatanya nggak. Rasanya sakit, Ma. Rambut aku juga sekarang mulai botak. Udah nggak cantik lagi. Aku udah capek, Ma," lanjutnya lagi.

Rosé dan Lina saling berpandangan tak tahu harus melakukan apa.

"It's okay. Semua orang juga pasti pernah mikirin hal yang sama kayak kamu waktu diberi cobaan. Mereka lelah, ingin menyerah. Nggak apa. Nggak akan ada yang ngelarang. Tapi kamu harus tahu kamu nggak berjuang sendiri. Masih banyak orang yang juga sedang survive dengan hidup mereka." Rosé buka suara pun tak tahu kenapa ia bisa bicara demikian. Gadis itu hanya takut jika ucapannya barang kali menyinggung. Tapi tanpa diduga gadis yang seingatnya dipanggil dengan nama Sharon justru merespon baik.

"Tadi nama kamu siapa?"

***

"Gimana rasanya sekolah?" tanya Sharon pada Rosé yang sedang mendorong kursi roda yang didudukinya.

"Menyenangkan sekaligus melelahkan," jawab Rosé.

"Kenapa bisa gitu?" Sharon melirik pun dengan raut antusias.

Panah Rasa (BangRosé) | ENDМесто, где живут истории. Откройте их для себя