#10 - Keluarga Prasaja

395 94 2
                                    

Tak terasa hari cepat sekali berlalu. Rosé tak lagi bertemu Chandra setelah pertemuan terakhir mereka dua hari yang lalu. Mungkin saja anak laki-laki itu sedang mempersiapkan diri untuk turnamen yang lain. Bukannya Rosé rindu atau semacamnya. Namun sepertinya gadis itu mulai terbiasa dengan kehadiran Chandra. Seperti anak emas di film-film. Sosok Chandra memang cukup terkenal bahkan di tahun pertamanya. Chandra jelas berprestasi berkat panahan. Mungkin saja anak laki-laki itu mendapat beasiswa penuh di sekolah ini pun sepertinya memiliki masa depan cerah karena beasiswa perguruan tinggi siap menanti kalau anak itu tetap pada jalur prestasi menterengnya.

Dan panjang umur sekali. Baru dipikirkan. Pemuda itu sedang berjalan riang dengan tas digendongan padahal sudah akan pergantian jam keenam. Bersikap santai seolah sekolah ini adalah sekolah leluhur pemuda itu.

"Hai."

Rosé memandang bingung ketika pemuda itu justru berjalan beriringan dengannya padahal kelas anak itu jelas berlawanan dengan kelas IPA.

"Kemarin gue nungguin lo sampe malem tapi lonya nggak dateng," cerita Chandra.

"Di rumah sakit?"

Pemuda itu menganggukan kepala.

"Aku nggak tiap hari di rumah sakit. Cuma di hari-hari tertentu," jawabnya.

"Hari apa aja?"

"Nggak mau jawab. Nanti kamu dateng terus," ucap Rosé lantas berjalan agak cepat pun masih bisa mendengar suara dengusan pemuda itu.

"Ya udah gue bakal nyari tahu sendiri."

Rosé berhenti berjalan lantas berbalik, "Ya udah terserah," balasnya lantas kembali merajut langkah. Kemudian tersenyum setelah mendengar balasan setengah berteriak dari Chandra.

"Okeh. Kita lihat aja nanti!"

***

Hari itu rumah kediaman anak bungsu keluarga Prasaja sedang sibuk sekali. Setiap orang sibuk dengan tugas masing-masing. Membersihkan meja, menyiapkan peralatan makan dan segala kesibukan lain. Rumah kediaman keluarga Rosé memang akan kedatangan keluarga besar Prasaja dari setiap sudut nusantara. Sebuah kegiatan rutin semacam arisan keluarga yang selalu diadakan tiap bulan. Dan bulan ini rumah keluarga Rosé mendapat giliran menjadi tuan rumah. Bunda terlihat sibuk menelpon orang katering, ayahnya bersama Mang Ujang-tukang kebun sesekali merangkap supir- sedang sibuk memindahkan beberapa barang agar rumah mereka cukup untuk menampung banyak orang. Anak-anak di keluarga itu sedang sibuk membuat sop buah walau sebagian besar yang mengerjakan adalah Rosé dan Hanin. Lalu si sulung? Si sulung sibuk dengan kameranya. Merekam kegiatan apa saja yang terjadi di rumah itu untuk dijadikan konten di channel youtubenya.

"Kak Joyiii ... udahan dong ngerekamnya. Bantuin kek. Bentar lagi rumah bakal rame," rengek si bungsu yang sibuk memotong buah anggur dan pir.

"Iya iya. Nih udahan." Joy menempatkan diri di tengah-tengah kedua adiknya lantas mengambil melon di tangan Rosé dan mulai memotong buah itu.

"Kelas tiga berat nggak Kak?" tanya Rosé.

Joy mengambil satu potongan kecil melon lalu memakannya, "Huhu berat banget, Oce. Otak gue rasanya pengen meledak," jelas Joy dengan ekspresi berlebihannya.

"Dih. Lebay," cibir Hanin.

"Serius. Lo berdua juga bakal ngalaminnya kok. Dan awas kalau kalian bilang kelas tiga itu menyenangkan. Hell no. Kelas tiga itu udah kayak neraka. Lo harus les, ikut pelajaran tambahan, try out, dan satu yang penting. Milih perguruan tinggi. Pokoknya kelas tiga tuh isinya belajar, belajar dan belajar. Pusing," cerita Joy.

Panah Rasa (BangRosé) | ENDWhere stories live. Discover now