44. Hanya Naga dan Senja

5.2K 362 44
                                    

Bacanya pelan-pelan ya🥰


•••

"Kamu siapa?"

Otak Senja mendadak tidak bekerja saat Naga menanyakan itu padanya. Saraf-saraf ditubuhnya juga mendadak terhenti saat Naga mengucapkan kata-kata keramat yang tak pernah ingin didengarnya.

Apa Naga benar-benar melupakannya? Ataukah laki-laki itu hanya menipunya? Kalau menipu rasanya tidak mungkin, Naga bukan tipe orang humoris ataupun jahil yang suka nipu sana-sini. Kalaupun itu terjadi, tidak mungkin juga. Jelas-jelas itu bukan sifat Pak Naga.

"B-Bapak lupa sama saya?" tanyanya linglung dengan dada yang berdebar-debar. Senja benar-benar takut kalau seandainya Naga benar-benar melupakannya. Kalau itu terjadi, bagaimana kehidupannya ke depannya nanti?

"Memangnya kamu siapa saya?"

Astaga! Walaupun habis koma dan terbentur kepalanya—Pak Naga tidak berubah. Pria itu tetap menjengkelkan walaupun sakit seperti ini. Namun, sekarang itu bukanlah atensi utama Senja. Senja benar-benar takut Naga amnesia, apalagi saat mendengar apa yang laki-laki itu ungkapkan.

Senja memijat pelipisnya bingung, biasanya kalau kata dokter di televisi—orang yang amnesia tidak boleh diberitahu dulu apa yang sebenarnya—bisa-bisa penyakitnya makin parah nantinya, tetapi mana rela Senja berbohong seperti ini di saat Pak Naga ternyata lupa padanya.

Senja bimbang, antara jujur atau tidaknya. Ia benar-benar bingung, mau mengatakan apa pada Pak Naga yang sedang amnesia ini.

"Saya bertanya. Kenapa kamu tidak menjawabnya? Apa kamu lupa hubungan kamu dengan saya juga?"

Laki-laki di hadapannya itu ternyata menuntut jawaban darinya. Senja harus bilang apa dong jadinya? Masa Senja harus berbohong seperti di sinetron Indosiar yang sering Budhe Asih tonton? Atau jujur saja, ya? Kan kalau dia jujur belum tentu amnesia Pak Naga tambah parah nanti. Eh, tapi ... kalau semakin parah bagaimana?

Sebenarnya Senja sedang sedih, kalut, bingung, dan linglung juga—makanya jadi begini. Senja bingung harus bereaksi seperti apa kalau begini jadinya.

"Halo, apa kamu mendengar saya?"

Senja tergelak, gadis itu langsung melotot menatap Naga yang menunggu jawabannya. Senja menipiskan bibirnya sembari menggaruk kepalanya, air matanya mengering begitu saja karena sekarang otaknya didominasi oleh kebingungan dan juga kelinglungan.

"S-saya mendengarkan Bapak kok," balasnya tergagap. Senja menatap takut-takut bola mata Naga yang menghujam matanya. "Saya Anaise Loura Senja, Pak," lanjutnya dengan membalas tatapan Naga.

"Memangnya Anaise Loura Senja itu siapa saya?" tanya laki-laki lagi dengan santai, Pak Naga tidak seperti orang amnesia pada umumnya. Laki-laki itu memang banyak bertanya, tetapi gayanya itu santai sekali.

Senja menghela napas dalam, "Saya mahasiswa Bapak." Senja tak berani berkata kalau dirinya adalah kekasih pria itu, Senja takut Naga akan menolaknya dan berakhir menghujatnya karena mengaku-ngaku sebagai kekasihnya. Sungguh, Senja tidak ingin terluka lagi ... lebih baik seperti ini saja.

Naga di depannya terdiam sembari mengasah memori di otaknya, mahasiswa? Jadi selama ini dia bekerja jadi dosen, ya? Lantas, kalau gadis di hadapannya ini hanya mahasiswanya—kenapa gadis itu menjenguknya? Seperti orang sudah saling mengenal lama saja.

"Kamu yakin, kalau kamu hanya mahasiswa saya?"

Astaga, pertanyaan telak Pak Naga cukup meresahkan jiwanya. Senja bingung harus berkata apalagi. Pak Naga bukanlah orang yang mudah dibohongi, bahkan walaupun sedang amnesia Pak Naga tetap mencari informasi dengan memilah-milahnya juga, tidak menampung semua yang didengarnya.

Naga Senja (Segera Terbit) Where stories live. Discover now