14. Hurt

6.5K 415 48
                                    

"Orang pendiam bukan berarti bisu, atau tak tahu. Mereka hanya berusaha menyimpan luka. Tidak seperti mereka yang menebar luka padanya."

--Entah Siapa--

•••♥•••


Semenjak Ria menjauh, Senja juga ikut menjauh. Senja tak lagi fokus pada kuliahnya dan malah sering kabur-kaburan di jam kuliahnya.

Riana sebenarnya bosan menghadapi tingkah Senja yang kekanakan itu. Hanya karena Ria memilih pergi dan meninggalkan mereka, Senja jadi seperti ini. Menjadi kacau, dan merasa bersalah. Padahal Senja tak punya salah apa pun.

Riana rasa, Senja mulai membenci Pak Naga. Melihat bagaimana akhir-akhir ini Senja sering menatap Pak Naga tajam, dan sering beradu mulut dengan dosen itu. Senja sudah keluar dari zona-nya, dan semua itu hanya karena Ria.

Rasa ingin menyadarkan kegilaan Senja terlintas begitu saja. Harusnya, gadis itu tak perlu serius begini menghadapi tingkah abnormal Ria. Senja hanya perlu bersikap biasa dan melanjutkan hidupnya, tak perlu susah-susah merespon tingkah Ria yang di luar batas aman itu. Lagi pula, Senja jadi bad mahasiswa pun Riana yakin tak akan bisa mematahkan ego Ria Anjasrana.

Riana menghela napas sedih, siang ini Riana sedang mencari Senja yang kabur lagi usai mata kuliah Bu Irma tadi. Lama-lama Riana khawatir dengan kesehatan mental gadis itu. Apalagi Ria menuduh Senja tidak-tidak, tak bisa dibayangkan lagi.

"Ke mana anak itu?" gerutu Riana yang mulai bosan ke sana-ke mari tanpa arah dan tujuan.

Senja itu ngilangnya pinter banget, seperti mempunyai kemampuan teleportasi saja. Riana saja sama tidak melihat penampakannya.

"Kamu datang?"

Kening Riana mengerut saat mendengar suara laki-laki dari dalam ruangan di sebelahnya. Riana membaca tulisan yang di tempel di dekat pintu, ups! Ternyata ruangan ini milik Pak Naga, Pemirsa.

Inginnya sih tidak menguping, tapi Riana kepo juga ingin mendengarkan Pak Naga dengan siapa itu. Siapa tahu ia dapat good news yang akan ia bagikan pada teman-temannya nanti.

"Ya."

Riana mendengar suara perempuan yang tidak terlalu asing di telinganya. Sayangnya, suara perempuan itu teramat lirih. Bikin penasaran aja, Riana semakin menempelkan telinganya.

"Untuk apa? Bukannya kamu tidak ingin menemuiku dalam waktu yang dekat?"

"Ada satu hal yang ingin aku bicarakan, ini penting. Soal—"

"Soal dia?"

Pak Naga kedengeran kurang suka saat menyebut si dia itu. Kira-kira kenapa ya?

"Iya. Aku cuma mau ngomongin semuanya dulu."

"Aku udah tahu, niat kamu. Kamu mau tahu bagaimana perasaanku padamu, bukan?"

"Itu juga, soalnya—"

"Soalnya kamu masih ragu. Kamu masih ragu melangkah di jenjang yang lebih mengikat. Kamu juga tidak ingin berhubungan denganku jika masalah dengan dia belum selesai."

Rupanya pernyataan Pak Naga itu cukup membungkam mulut perempuan tidak dikenal itu. Riana tak mendengar sahutan selama beberapa saat.

"Ya, kamu selalu tepat. Tapi, aku cuma mau tahu satu hal. Aku emang ngerasa ragu mau ngelanjutin hubungan ini. Banyak orang yang sakit hati jika kita tetap bersama. Aku nggak mau egois."

Naga Senja (Segera Terbit) Where stories live. Discover now