16. Pura-Pura Lupa (2)

5.7K 408 31
                                    

"I wish you all the best. Let me to forget you."

--Senja yang terluka--


•••♥•••

Di sinilah Senja sekarang. Di dekat persawahan yang bisa menenangkan jiwa siapa pun juga.

Angin yang berhembus, memanjakan dirinya. Membuatnya tenang, dan sejenak melupakan kenyataan yang ada. Pemandangan yang tersaji juga membuatnya seakan lupa akan dunia nyata. Di hiruk pikuknya Ibu Kota, Senja tak pernah sekalipun melihat sesuatu seindah ini untuk dipandang mata.

Kalau di desa, Senja masih bisa menerimanya tanpa keterkejutan yang berlebih. Tapi, ini di kota. Di tempat di mana banyak polusi udara, dan masyarakat yang suka membangun gedung-gedung tinggi tanpa memperhatikan alam yang ada.

Haruskah Senja berkata, wow—untuk saat ini?

"Tujuan kita bukan untuk berwisata, Senja?"

Senja tersadar akan kenyataan. Bahwa, dirinya di sini bukan untuk bersenang-senang, mengagumi keindahan alam. Namun, melakukan klarifikasi atas apa yang menimpa Pak Naga sebagai korban.

Senja mengutuk dirinya sendiri, bagaimana ia bisa terpana dengan apa yang ada dan mengabaikan ciptaan Tuhan tak kalah luar biasa di sampingnya?

"Saya minta maaf, Pak."

"Saya memaafkan kamu," jawab Pak Naga cepat. "Sekarang jelaskan semuanya."

"Tentang apa?" tanya Senja bingung.

"Saya tahu, kamu tidak bodoh, Senja. Jangan bertele-tele!"

Senja menahan nafasnya, "Oke!" Entah mengapa ia mulai kesal dengan dosen terlalu maksa yang satu ini. "Kalau Bapak ingin penjelasan soal kelakuan, Ria. Saya tidak tahu jawabannya."

"Apa?" Naga menaikkan alisnya, maksudnya apa itu? Tujuannya mengajak gadis itu ke sini karena ingin mengetahui jawaban atas semua ini. Namun, gadis itu malah berkata tidak tahu.

Naga merasa dibodohi, kurang ajar sekali!

"Kamu berteman dengan Ria, bukan? Tapi, kenapa kamu tidak tahu? Kamu pasti membohongi saya?!"

Bodoh sekali jika Senja berpura-pura tak tahu menahu di depannya. Naga yakin, Senja tahu betul tentang wataknya yang dianggap buruk di mata semua mahasiswa. Seharusnya gadis itu berpikir terlebih dahulu sebelum mengatakan hal tidak masuk akal itu.

"Kamu sama saja dengan gadis lainnya, Senja. Penipu!"

Senja tersentak, penipu? Senja bahkan sama sekali tak berniat menipu siapa pun termasuk Pak Naga. Pak Naga harusnya sadar, mana bisa dirinya menipu sosok Pak Naga yang begitu luar biasa. Menipu Pak Naga sama saja dengan menggali kuburannya.

"Dia teman kamu. Mustahil rasanya jika kamu buta tentang dia." Naga mengulas senyum merendahkan, dengan kedua tangan yang mengepal. Sudah lama dirinya tidak memarahi gadis ini sebebas ini. Rasanya, cukup menyenangkan sekaligus menjengkelkan. "Atau kamu teman dalam artian 'palsu', Senja? Sampai-sampai tidak mengerti teman sendiri."

Naga Senja (Segera Terbit) Where stories live. Discover now