Pria itu mendengus pelan saat gadis di depannya ini kembali melamun. Sudah dibilang, bukan? Melamun memang hobi Anaise Loura Senja yang tak dapat terbantahkan.

Karena tidak suka diabaikan, pria itu merengkuh tubuh mungil Senja dalam pelukannya. Senja sempat memberontak namun, dengan mudahnya ia berhasil menjadi gadis pujaannya.

Senja hanya pasrah, gadis itu malah menikmati pelukan hangat ini dalam diam. Senja bahkan menyandarkan kepalanya di dada bidang pria itu yang sangat nyaman untuknya. Rasanya tenang, beban Senja terasa hilang.

"Lanjutkan yang tadi," ujar Senja singkat. Gadis itu lebih memilih memejamkan matanya, menikmati kenyamanan yang begitu terasa.

"Hn," jawab si pria pelan. Ia juga nampak menikmati pelukan ini. "Kamu tahu kepercayaan?"

"Tahu," balas Senja singkat. Entahlah, Senja agak malas saat ini.

"Coba jelaskan."

Senja menggeleng, "Aku nggak mau. Aku nggak suka basa-basi dan bertele-tele," sindirnya pelan.

"Akhh!" Senja memekik saat pipinya ditarik dengan begitu kuat. "Apa yang kamu lakukan?!" protesnya tidak terima.

Keduanya sekarang berada di jarak aman, tidak ada pelukan mesra lagi. Yang ada hanya tatapan sengit Senja yang merasa tidak terima dan juga kekehan geli pria yang ada di hadapannya.

"Kenapa tertawa?" cecar Senja. Gadis itu tidak terima diperlakukan seperti ini. Jujur saja, hari ini perasaan Senja campur aduk. Senja tak lagi mereka semangat seperti biasanya. Mungkin karena hatinya memang sedang berduka begitu dalam.

"Tidak apa-apa," jawabnya. "Aku hanya bingung, Senja. Jujur, aku tidak biasa berkata panjang lebar dan bertele-tele. Namun, entah mengapa ... saat bersama kamu aku ingin mengatakan semuanya dengan metode berputar-putar, tidak langsung pada intinya. Itu menyenangkan."

"Lalu kenapa pada waktu itu Bapak mengaku tidak suka basa-basi dan membicarakan sesuatu yang berbelit-belit?"

Ups! Senja keceplosan.

"Saya memang tidak suka basa-basi. Itu kebenarannya."

Sekarang gaya bicara mereka berubah secara tiba-tiba hanya karena bahasan yang satu ini. Mereka nampak begitu mendalami peran satu sama lain.

"Lalu kenapa Bapak membicarakan sesuatu yang tidak langsung pada intinya?" desaknya jengkel. Baru kali ini Senja benar-benar berani mengungkapkan pendapatnya.

"Sudah saya bilang. Saya suka memutar pembicaraan saat bersama kamu. Apa kurang jelas?" tegas pria itu.

"Jelas sekali. Tapi kalau begitu, mengapa sebelumnya Bapak begitu membenci saya dan menghakimi saya?"

Apa yang Senja ucapkan begitu telak menghantam kenyataan yang sebenarnya. Tentunya, juga menyinggung ego laki-laki yang ada di hadapannya.

"Saya tidak pernah mengatakan jika saya membenci kamu. Soal menghakimi, itu hak saya. Di saat itu saya dosen kamu dan kamu mahasiswanya. Kamu berbuat salah dan tentunya saya akan menegurnya. Lagi pula, menegur mahasiswa yang bandel itu sudah menjadi tugas saya."

Senja tidak bisa berkata-kata lagi, pria di depannya ini benar-benar pandai memainkan kata-kata. Pantas saja bisa menjadi dosen bahasa dan sastra. Tunggu dulu, Senja kelupaan. Ada satu hal yang perlu dikuliknya. "Lalu, kenapa Bapak suka sekali mengusir saya saat berada di dalam kelas? Padahal, kesalahan saya hanya melamun."

Pria di hadapannya mengehela napas jengah, "Saya suka keteraturan, saya disiplin, dan saya tidak suka orang yang melanggar aturan. Lagi pula jika saya tetap membiarkan kamu berada di dalam kelas, itu tidak akan menjamin kamu akan memperhatikan apa yang saya terangkan."

Right! Mengapa penjelasan pria di hadapannya ini terdengar begitu masuk akal? Kan Senja susah membantahnya. Kalau begini kenyataannya bagaimana Senja bisa memutarbalikkan fakta yang ada?

"Ada lagi yang menganggu kamu?" tanya pria di hadapannya lagi.

Oh ya, ada satu lagi yang belum terpecahkan.

"Kenapa Bapak memaksa saya untuk membantu pernikahan Bapak?"

Pasti banyak sekali yang bertanya-tanya tentang hal ini.

Lagi-lagi helaan napas terdengar, "Baiklah jika kamu mau buka-bukaan, Anaise Loura Senja. Di sini jangan tekan saya sebagai pelakunya, kamu lah pelaku yang sebenarnya."

Senja menggaruk kepalanya bingung, "Maksud Bapak apa?"

Pria itu geram melihat kepura-puraan gadis di depannya ini, dengan gemas. Ia menjitak kepala gadis itu agar lebih cerdas jika menanggapi masalah seperti ini.

"Astaga!" protes Senja. "Bapak suka sekali melakukan kekerasan pada saya!"

"Itu perlu!" tekannya. "Agar kamu lebih tanggap."

Senja memberengut tidak terima, "Terserah Bapak."

Serba salah rasanya. Kenapa perempuan selalu saja mereka benar dan merasa orang yang paling tersiksa seperti ini? Padahal kan kenyataanya tidaklah seperti ini.

"Saya tidak mau disalahkan atau dihujat lagi. Kamu yang seharusnya bertanggungjawab atas masalah ini."

"Terserah."

Jitakan kembali melayang di kening Senja, Senja hanya dapat menahan kekesalannya. Gadis itu berusaha mati-matian untuk menahan segala kekesalannya. Kali ini, dia harus mengalah demi kebaikan bersama.


"Yang meminta backstreet siapa ya kira-kira, Anna?"



Nah, loh ... Senja hanya bisa meneguk ludahnya. Yah, ketahuan deh. 

•••

Holla, i'm comeback again guys🥰

Aku udah update lagi nih Naga Senja spesial untuk kalian semua. Semoga ini akan menjawab pertanyaan kalian semua.

Kalo mau penjelasan lebih lanjut tunggu aja ya part selanjutnya. Entah mengapa aku lagi mood update Naga Senja. Daripada nanti kelupaan mendingan aku update sekarang🥰

Semoga kalian suka, semoga nggak penasaran lagi 🤭

Udah segitu aja, bai bai semuanya. Vote dan comment jangan lupa ya. Eh, satu lagi kalian juga bisa kok share cerita ini kalau kalian benar-benar suka.

Jadi tebak, siapa sih orangnya? 🤔

Untuk masalah pembunuh Ria nanti aku bahas di part depan lagi. Konfliknya aku sengaja munculin supaya kalian penasaran. Aku ada niat mau buat kelanjutan Naga Senja. Doain ada Naga Senja 2 ya 🥰

Love you all🥰

Naga Senja (Segera Terbit) Where stories live. Discover now