AU(38) - Just Friend

114 11 0
                                    

Happy reading temen-temen 💕

"Nih."

Alishka menerima secangkir ice coffe latte yang diberikan oleh Ryan dengan senyum tipisnya. Mereka duduk bersebelahan di atas jembatan danau yang tak jauh dari sekolah. Ryan yang membawanya ke sana sebelum mereka melanjutkan belajar bersama.

"Kenapa kita nggak ke bukit kemarin aja?" tanya Alishka, sedetik kemudian terkekeh.

"Takut lo masuk angin. Btw lo diapain sama si Parcell tadi?" Ryan ikut bertanya.

"Nggak ada, maksudnya belum sempat," jawab Alishka terkekeh kecil.

Ryan ikut terkekeh sembari menyeruput white coffe miliknya. Tempat itu memang terkenal dengan dagangan berbagai jenis coffe di sekitarnya.

"Lo mau lanjut kuliah?" tanya Alishka saat Ryan tak menjawab ucapannya.

"Mungkin. Kalau lo?" Ryan berbalik bertanya yang hanya dijawab dengan gelengan.

"Kenapa?"

Sekarang Alishka tersenyum, walau terkesan memaksa.

"Untuk hidup sampai tamat SMA aja gue udah bahagia banget. Itu mukjizat bagi gue," terangnya membuat Ryan mengernyit heran.

"Maksud lo gimana?"

Alishka meletakkan cup coffe itu di permukaan jembatan. Ia menoleh pada Ryan, cowok itu ikut menoleh padanya.

"Saat ini Tuhan terlalu baik, sampai dia akhirnya nanti bakal jemput gue," ungkap Alishka kembali meluruskan pandangannya.

Ryan bungkam. Apa yang ia temukan beberapa hari lalu memang benar adanya. Alishka gadis yang lemah, namun ia melawan semua itu dengan caranya sendiri.

"Lo sakit?" tanya Ryan hati-hati, hanya untuk memastikan.

Terdengar helaan napas pelan dari gadis di sebelahnya.

"Iya, gue punya penyakit jantung. Dokter bilang jantung gue lemah dan juga pembuluhnya bisa pecah kapan aja," sahut Alishka menunduk.

Ryan semakin bungkam dengan setiap kalimat yang terucap dari bibir Alishka. Gadis yang dia anggap sangat dingin itu rupanya menyimpan beban tersendiri.

"Lish, gue minta maaf---"

"Nggak perlu. Gue rasa lo berhak tau," sela Alishka cepat.

Berhak tau?

"Maksudnya?" Alishka tergagap. Pandangannya seketika teralih ke arah lain.

"Bukan apa-apa," jawab Alishka cepat.

Ryan tersenyum tipis. Alishka ternyata memiliki sifat pemalu juga.

"Lo nggak coba berobat?"

Alishka mengambil napas, bersiap untuk menjawab pertanyaan dari orang di sampingnya.

"Gue udah capek. Rencananya hari ini Ayah mau ngantar ke Dokter, tapi kayaknya nggak perlu lagi deh. Gue cuma mau hidup tenang, Yan. Gue udah nggak sanggup ngeliat Ayah gue selalu banting tulang hanya untuk biaya berobat gue."

Kalimat terpanjang yang keluar dari mulut Alishka selama hidupnya. Ryan mungkin menjadi orang beruntung karena dapat mendengar curhatan hati seseorang hari ini.

"Maaf gue jadi curhat sama lo," lanjutnya saat melihat Ryan yang terdiam.

Ryan tak menyahut. Entah keberanian dari mana ia menggapai bahu kiri Alishka dan menarik gadis itu ke dalam dekapannya. Sepaham dengan Ryan, Alishka hanya diam menikmati setiap elusan lembut yang diberikan oleh cowok itu.

ABOUT US ||  COMPLETEDWhere stories live. Discover now