AU(25)- Waktu

248 22 4
                                    

Happy reading temen-temen 💕

Seharusnya memang diakhiri, walau belum dimulai.
--About Us--

Ruangan berwarna putih dominan itu tampak hening. Sosok yang tengah terbaring lemah dengan bibir pucat basi itu masih terlelap. Genggaman erat di tangannya belum bisa membangunkan dirinya dari alam bawah sadar.

Taizo mengelus puncak kepala Alishka. Air matanya tak tahan untuk dibendung. Sebuah perasaan bersalah menyelundup ke dalam hatinya dan perlahan membuat tubuhnya gemetar.

Malam telah menghampiri dan selama itu gadis berambut panjang itu belum membuka mata. Taizo menyeka air matanya, lalu melirik jam dinding yang sudah menunjukkan angka delapan.

Tadi sore ia kembali dengan membawa sebuah piala berkaki tiga bertuliskan nama 'Alishka Melody'. Taizo bukan main bangga dengan putrinya itu. Setelah membawakan piala itu, Hara kembali ke kediamannya karena lomba telah selesai.

Cahaya rembulan terlihat dari tempat Taizo duduk. Pikirannya bercabang. Tentang Alishka, Haikal, dan seseorang yang baru ia temui. Sebuah rahasia lainnya yang sebenarnya belum terungkap. Hanya dia dan seseorang yang mengetahui itu. Mungkin Alishka sudah mengetahui, tapi tidak semua. Ia merasa gadis itu belum waktunya untuk mendengarkan semua penjelasannya.

Taizo membuka tas kerjanya. Tas hitam yang ia beli ketika pertama kali mendapat gaji dari pekerjaannya. Sebuah hal sederhana yang membuat dirinya bahagia, setelah melihat bahagia kedua anaknya.

Ia menggambil sesuatu, berupa kertas berisikan foto. Senyum di foto itu yang ia rindukan. Cerita dari foto itu yang ia inginkan. Serta dukungan dari foto itu yang Taizo harapkan. Dulu semuanya ia bisa mendapatkan, tapi sekarang sudah berbeda.

"Paman, bagaimana keadaan Melody?"

Taizo menoleh ke arah pintu dan menemukan seseorang yang sedari tadi ia pikirkan.

"Jantungnya semakin lemah," jawab Taizo pelan.

"Kenapa Paman bersembunyi selama ini? Kenapa Melody bisa sampai seperti ini? Apa Paman lupa dengan Fajar?"

Taizo menutup matanya perlahan. Fajar. Satu nama yang membuat merasa bersalah selama sepuluh tahun terakhir.

"Maafkan Paman. Paman hanya tidak ingin merasa bersalah pada kedua orang tua kalian," ucap Taizo beranjak dari tempat itu.

Ia memberikan foto yang sedari tadi ia pegang pada Fajar. "Hanya ini yang bisa membuat jiwa Paman terasa kembali."

Fajar dan Dokter Fajar adalah satu orang yang sama. Ia menoleh ke arah ranjang di mana Alishka menutup matanua dengan tenang.

"Pekerjaan menjadi seorang dokter bukanlah hal yang aku inginkan karena aku sangat takut dengan darah. Tapi, mengingat seseorang yang berharga memerlukan dokter, aku siap menghadapi apapun," gumamnya pelan.

Tetes demi tetes air matanya turun membasahi pipi. Ia mendekat ke arah Alishka dan menggenggam tangan itu dengan hangat.

"Melody bertahan ya, sebentar lagi," ucap Fajar pelan.

Jemari lentik gadis itu bergerak pelan, membuat Taizo memanggil dokter yang menangani Alishka tadi. Perlahan mata gadis itu terbuka sempurna. Berusaha untuk meyesuaikan dengan cahaya yang ada.

Alishka mengernyit heran melihat bukan ayahnya yang pertama kali terlihat saat ia membuka mata.

"Dokter Fajar?" Alishka mencoba duduk dengan bantuan Fajar.

"Jangan banyak gerak dulu," ucap Fajar menyembunyikan foto tadi ke dalam saku celananya.

"Kenapa Dokter bisa ada di sini?" tanya Alishka.

ABOUT US ||  COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang