24 || Pengurus Kelas

Mulai dari awal
                                    

"OKE, PARJAN JADI BENDAHARA!"

Dan tanpa persetujuan pula diputuskan Farzan menjadi bendahara. Dara tertawa pelan melihat wajah masam cowok itu.

Pak Tegar mengambil spidol dan menulis di papan tulis:

KETUA KELAS :
DARADIRA ADIRA
WAKIL KETUA KELAS :
DIOGEZA ALQENDRO
SEKRETARIS :
ERSYANIO ERZARD
BENDAHARA :
HEFARZAN GUNANDHYA

Pak Tegar tersenyum puas melihat apa yang ditulis. Beliau kembali menghadap anak muridnya. "Gimana? Setuju? Ada yang keberatan?"

"SETUJU, PAK."

"ANJAI BANGET NAMA GUE DITULIS."

"Tugas sekretaris ngapain aja, njir."

"BENDAHARA NGUTIP UANG DOANG KAN, PAK?"

"EH, BENTAR."

Suara Ardi melenyapkan keributan. "Kalo ada bendahara, berarti ada uang kas dong?"

"BETOL KAMU ARDI."

"Kaum missqueen juga harus ya, Pak?"

"REPAN JANGAN MERENDAH UNTUK CARI AMAN DONG," sambar Ardi langsung.

"Jajan gue berkurang dong ish."

Farzan mencibir, "Hilih, Sya. Cuman seribu per hari doang anjir, lebay."

"Kalian ini kaya semua kok pada pelit sih, heran Bapak," gerutu Pak Tegar heran. "Soal berapa per hari itu terserah kalian. Silahkan berunding, Bapak gak bakal ikut campur, itu kan duit kalian."

"Dara, handle mereka ya."

Dara tersenyum dan mengangguk. "Iya, Pak."

"Udah, jangan ada yang keluar sebelum bel bunyi. Ketua kelas atau wakil panggil guru pelajaran selanjutnya, atau kalian mau bebas juga terserah."

Mendengar itu, sekelas langsung senyap tanpa suara, memandang Pak Tegar dengan tak percaya.

"Gak deng, Bapak bercanda. Ya kali, Bapak pukul kepala kalian satu-satu."

Setelah Pak Tegar keluar, Dara melirik Dio sejenak, memberi kode bahwa ia hendak mengajak yang lain berunding. Untungnya cowok itu peka dan berseru, "DIEM DULU, KETUA MAU NGOMONG."

Dara mencibir pelan, selalu saja memanggilnya dengan sebutan 'Ketua'. Memangnya ia tidak punya nama apa?

Berjalan menuju meja guru, Dara lantas benar-benar bertindak sebagai ketua kelas sekarang. Aura kepemimpinannya seketika terpancar. "Kita berunding dulu ya, mainnya ntaran."

Semuanya diam mendengar.

"Kan kita udah ada uang kas, jadi sistem ngumpulnya gimana? Per-bulan, per-hari, atau gimana?"

"Per-minggu aja gimana? Biar gak terlalu ribet," saran Alfa yang diterima baik oleh yang lain.

"Nah iya, kalo per-hari kan ribet tuh, Farzan kudu nagih tiap hari kayak rentenir."

utopia (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang