/épilog/

244 38 136
                                    

Gramedia VPM- Victory Plaza Mall, memang gak pernah sepi. Seperti sekarang, ketika gue dan Dita berjalan melewati pintu masuk dan udara dingin dari AC serta aroma khas buku merasuk ke indra penciuman, disertai oleh orang-orang yang berlalu lalang memadati Gramedia terbesar di kota gue ini dengan kegiatan mereka masing-masing.

Kami baru mengambil beberapa langkah ketika mendadak kaki gue terhenti dengan sendirinya karena gue menerima telepon masuk. Dari Ami.

"GUE UDAH BELIIN TIKET KONSER 5SOS YA, THALISSA, GAK PEDULI, LO HARUS IKUT!"

Cerocos Ami begitu gue menekan tombol 'terima'. Gue buru-buru menjauhkan hp dari telinga. "Ssssh, gue lagi di Gramedia, nih. Berisik banget sih, lo." ucap gue dan terdengar kekehan Ami di seberang sana diikuti langkah kaki gue dan Dita yang kembali berjalan.

"Mi, gue udah bilang gue gak bisa dateng ke konser 5SOS, plis gue ga enak kalau lo beliin gue tiket begini. Nanti gue ganti tiketnya, ya. Please." Sekali lagi gue harus memohon. Tapi Ami adalah Ami, yang keras kepala dan akan melakukan apapun demi bisa menonton konser band favoritnya- Bahkan meskipun itu termasuk membelikan tiket konser untuk sahabatnya sendiri.

Bukannya apa. Namun tentu saja gue masih belum siap kalau harus disuruh bertemu Calum lagi setelah sekian lama. Sebab ketika orang lain mengingatnya, gue selalu berusaha mati-matian untuk melupakan. Dan setiap orang lain berusaha bertemu dengannya, gue selalu mati-matian menghindar. Meskipun di saat yang sama, gue juga selalu mencarinya ketika gue jatuh, gue masih selalu mengharapkannya datang ketika gue terpuruk.

Entahlah.

Perasaan ini rasanya membingungkan dan melelahkan secara bersamaan. Dan bahkan gue gak tahu apa yang membuat gue bertahan sampai selama 4 tahun belakangan.

"Thal, ini gratis, asli, ambil aja gapapa. Yang penting lo ikut gue, Thal. Ayo dong. Gue gak bisa kalau ke konser sendirian gini. Lo tahu bokap gue bakal ngamuk kayak gimana."

Gue menghela napas, melirik pada Dita yang hanya balas memerhatikan percakapan gue dan Ami di telepon sambil sesekali merapikan rambut pendek se-leher-nya.

"Ya udah, gue pikirin dulu, oke? Nanti malem gue kabarin." ucap gue akhirnya.

"Janji?" Ami membalas.

Gue mengangguk meskipun Ami gak dapat melihatnya,"Janji." kata gue sebelum memutus sambungan telepon.

Sekali lagi gue menghela napas. "Ami serius beliin lo tiket konser?" ucap Dita yang sepertinya mampu membaca situasi dengan baik.

Gue mengedik sembari kaki kami masih berjalan menuju rak-rak buku di deretan novel sejarah. Mengambil satu buku 'Madiun Dalam Kemelut Sejarah' karya Ong Hok Ham. Membaca sepintas. Meletakkannya lagi.

"Dan lo bakal dateng?" Dita berbalik setelah sebelumnya memilih-milih novel berbahasa Inggris di rak yang berhadapan dengan novel sejarah. Novel berbahasa Inggris itu nantinya akan dia gunakan untuk resume- Tujuan awal kami datang kemari.

Gue balas berbalik, menghadapnya, kembali mengedik. "Belum tahu." Gue membalas sebelum kembali berbalik karena satu buku yang terselip gak pada tempatnya ini menarik perhatian gue. Introver : Sebuah Novel Penggugat Jiwa karya M. F. Hazim.

Dita menarik kedua bahu gue untuk kembali menghadap ke arahnya,"Lo harus dateng, oke? Lo gak bisa selamanya kayak gini. Kalau misalnya di konser besok bakal jadi hari pertama sekaligus hari terakhir lo ketemu Calum sejak sekian lama, seenggaknya lo harus tau apa isi hati dia buat lo sekarang."

Gue menghela napas,"Dia suka sama gue. I know that. Masalahnya cuma, gue terlambat untuk suka balik sama dia. I'll find someone soon, Dit, gak usah khawatir."

Siblingzone • cth [FINISHED]Where stories live. Discover now