du•a•pu•luh•li•ma

172 41 103
                                    

"Denger-denger si Luke ke Australia, ya?"

Hari ini, gue, Michael, Dita, dan Calum sedang ngerumpi asyiq di salah satu kafe di sebuah mall gak jauh dari sekolah gue dan Universitas Semesta. Barusan Michael melempar pernyataan sekaligus pertanyaan yang sontak membuat kedua alis gue tertaut.

"Tau darimana lo?" tanya gue.

"Gue kan anak basket." ucap Michael sambil menatap gue sinis. Dia menyeruput minumannya. "Oiya," kata gue kemudian.

"Orang kaya mah bebas ya, liburannya jalan-jalan ke Australia." timpal Dita gak lama kemudian. Gue mengangguk-angguk,"Dia bukannya nemuin Aleisha, Mike?" gue berbalik pada Michael yang masih asyik menyeruput thai tea matcha dalam genggamannya.

"Mana gue tau." jawab Michael singkat.

"Waktu itu gue ketemu Aleisha," ucap gue tanpa sadar.

"Aleisha balik? Ke Indo? Kapan?" ucapan gue sepertinya menarik perhatian Michael karena si kampret itu kini menatap gue dengan satu alis terangkat.

"Udah lama, sih. Pas lo tanding."

"Ooooh." Michael dan Dita menggumam sementara gue mendadak menoleh ke arah Calum yang gak terdengar suaranya.

"Woy, Cal? Diem mulu lo. Kesambet nanti." ucap gue sambil menoel pipinya. Calum tertawa yang sepertinya memaksakan. "Sebenernya gue belet boker daritadi," katanya lalu dia berdiri,"Bentar ye."

Dan tanpa aba-aba Calum langsung berjalan keluar dari kafe tempat kami hang-out, mencari toilet.

"Kenapa tuh si Calum?" tanya Dita gak lama setelah Calum pergi. Gue menyipitkan mata untuk menatap sosoknya yang sudah hilang ditelan lautan manusia. Mall hari ini cukup ramai. Mungkin karena musim liburan, kali ya.

"Gak tahu tuh." ucap gue acuh sebelum kembali berbalik pada Michael yang ikut menatap kepergian Calum dengan senyum aneh terukir di bibirnya.

"Mike! Gak kesambet kan lo?" Gue mencubit lengan Michael karena terus-terusan memandangi jalanan tempat Calum hilang sebelumnya. Michael langsung mengganti ekspresinya dengan tatapan kesal karena dia paling gak suka kalau dicubit di lengan. Kan lengannya berbulu.

Sejenak, Michael diam.

"Lo pernah mikir gak sih? Gimana kalo ternyata Calum suka sama lo?"

"Hah?" respon gue sedetik kemudian. Lalu gue tertawa meskipun pipi gue diam-diam memerah dan detak jantung gue rasanya beribu kali lebih cepat. "Mana ada. Ngaco lo."

"Gue serius." ucap Michael sambil menatap gue dan membuat gue langsung membuang tawa canggung gue sebelumnya karena ternyata dia memang serius.

"Ya gue juga serius. Calum kan abang gue."

"Lo gak pernah nemu istilah 'Kakak-adekan cewek-cowok kalau dua-duanya jomblo lama-lama bisa saling suka', ya?" Michael mencomot satu croissant cokelat yang tadi kami pesan di atas meja.

"Gak, tuh." ucap gue kemudian. "Beneran, Mike. Calum kan abang gue. Gak mungkin dia suka sama gue."

"You sound like you trapped in a relationship you want to be more."

Tumben Bahasa Inggris Michael lancar. Seingat gue, pas kelas 10, nilai Bahasa Inggris Michael yang paling ancur.

Gue terdiam sejenak,"Tapi gue juga gak suka sama Calum." tanpa sadar kalimat gue sedikit terbata. Karena, ya, otak sama hati gue memang sudah gak sejalan.

Otak gue menolak untuk suka sama Calum, sedangkan hati gue sudah terlanjur suka.

Otak gue membuat pikiran rasional kenapa gue gak boleh suka sama Calum, karena bisa aja selama ini dia cuma bercanda, karena Calum abang gue dan seharusnya akan selalu begitu, karena Calum belum move-on dari Maddie? Mungkin itu juga termasuk.

Siblingzone • cth [FINISHED]Where stories live. Discover now