li•ma•be•las

199 39 73
                                    

Zara : Zara sent you a photo

Jemari gue terulur membuka foto yang Zara kirimkan. Firasat gue mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi kalau gue membukanya, tetapi di sisi lain gue juga sudah terlanjur penasaran. Zara tidak mungkin mengirimi gue pesan kalau tidak penting. Well, dia sih emang enggak penting sebenarnya buat gue. Tapi siapa tau dia nganggep gue penting di kehidupan dia, kan? Penting untuk dimusnahkan adalah salah satunya.

Begitu buffer yang menyebalkan selesai dan foto itu kini sempurna terpampang di layar handphone gue,

Dang, gue tau. Gue menyesal telah membukanya.

Thalissa : Terus maksud lu apaan?

Zara : kurang jelas?
Zara : did he kissed your lips like he kissed mine?

Gue melotot. Bukan, bukan karena kata-kata Zara yang puitis namun dengan maksud menyindir. Memang benar, Luke tidak pernah mencium gue selama ini. Dan apa itu salah?

Huft. Di foto itu, terpampang jelas Zara yang sedang menatap ke arah kamera yang dipegangnya, dengan Luke yang mencium bibirnya sambil melingkarkan satu lengannya pada pinggang Zara.

Sakit, sakit adalah apa yang gue rasakan sekarang.

Thalissa : He wasn't sober

Zara : ya right
Zara : but at least he never kissed yours

Gue mengembuskan napas, memilih hanya membaca pesan itu. Tidak tahu harus menjawab apa. Gue lelah akan hubungan gue yang begini-begini saja dengan Luke. Tidak ada kepastian, tapi juga tidak ada akhir.

Zara : too afraid to answer, huh?

Gue membaca chat itu dengan mata memicing. Sejurus kemudian, jemari gue menari di atas layar guna mengetik pesan balasan untuk cewek ngeselin ini.

Thalissa : Oh shut up

Menghela napas, pikiran gue berputar pada beberapa jam lalu. Tadi, setelah Calum mengantar gue pulang, ia sempat mengobrol sebentar dengan Mama, sedangkan gue langsung naik ke lantai atas, menuju kamar karena sudah merasa terlalu lelah. Calum tidak mengabari gue lagi saat dia pulang. Sebagai gantinya, dia hanya mengirim line singkat yang mengatakan kalau ia pamit.

Dari rumah gue ya, bukan dari hati gue. Ehek.

Omong-omong, Calum.

Buru-buru kembali gue mengambil hp yang tadi sempat gue geletakkan begitu saja. Gue membuka aplikasi line dan memencet chat tab milik Calum yang tertera di layar. Lantas, gue segera mengetik pesan.

Thalissa : Cal?

Tidak ada balasan.

Entah mengapa, gue merasa tidak bisa menangis lagi sekarang. Rasanya Luke terlalu sering menyakiti gue sampai air mata gue kering dengan sendirinya. Rasanya Luke terlalu sering meninggalkan luka sampai gue tidak lagi mampu mengeluarkan air mata.

Ya ampun, lebay banget gue.

Sekali lagi gue melirik layar handphone-Masih. Masih tidak ada balasan dari Calum di sana. Jam baru menunjukkan pukul 7 malam. Apa iya Calum ketiduran? Nggak deh. Rasanya nggak mungkin Calum ketiduran di jam-jam segini. Kan biasanya dia anak kalong.

Gue melirik tanggal yang tertera di kalender. Ini bukan hari sabtu. Bukan malam minggu.

Nggak mungkin kan dia pacaran sekarang? Kecuali kalau pacarnya memang dekat, lima langkah dari rumah.

Hm.

Apa jangan-jangan dia sibuk ngerjain tugas, ya?

Ya ampun, kenapa gue jadi worried banget gini ke dia? Bukannya tadi barusan ketemu? Liat sunset bareng? Dia anterin gue pulang? Kami nyanyiin lagu indie di radio mobil dia sambil ketawa-ketawa?

Siblingzone • cth [FINISHED]Where stories live. Discover now