"Kepala lo ntar gue ledakin, Jen."

Kedua cewek itu tertawa puas. Entah bagaimana bisa mengganggu mereka yang sedang serius bisa menjadi sangat menyenangkan seperti ini.

Karena, ya, kapan lagi bisa melihat anak IPS 5 serius dalam belajar? Kesempatan emas seperti ini tidak boleh dilewatkan.

"Besok pelajaran Pak Tegar, kan?"

Asep mengangguk menyahut pertanyaan Dara walaupun ia sendiri kelihatan frustasi menghadapi soal di hadapannya.

Ah, fyi, les pertama itu pelajaran Matematika. Sengaja, karena yang pertama mereka paling lemah dalam hal ini dan besok ada jam pelajaran itu. Jadi, mereka bisa langsung di tes besoknya.

Oke, jujur saja, mereka kembali menghadapi frustasi mengerjakan Matematika setelah sekian lama.

***

"Ra, kayaknya kamu gak berangkat sama Papa hari ini."

Dara yang masih memakai sepatu langsung mendongak menatap ayahnya dengan alis mengernyit. "Loh, kenapa, Pa?"

"DARAAA, HAYUK MAIN YUK."

Ah, suara cempreng itu.

"Nah loh, temen-temen kamu udah datang."

Dara terkekeh geli lalu menggendong tasnya ketika sudah memakai kedua sepatunya. Dengan agak tergesa-gesa ia menuju ke depan, di mana sudah ada para cowok yang menunggunya enteng di motor.

"Kok tumben kalian jemput?" tanya Dara heran.

"Gue, kan, selalu terlambat, Ra. Gue pengen ubah diri gue menjadi yang lebih baik," sahut Farzan dengan raut serius. Tetapi itu tidak berlangsung lama karena akhirnya wajahnya berubah kagum. "Ih anjay kata-kata gue."

"Goblooooook."

Dara tersenyum lebar. "Ya bagus dong."

"Astaga," Andra memegang dadanya dramatis, "jantung gue, jangan senyum, Ra."

"Jijik banget anjir pagi-pagi udah ngegembel," Ersya menyahut dengan eskpresi masam.

"Cape melihat tingkahmu, An. Sudahlah aku pusying," Ardi memegang keningnya dengan ekspresi berlebihan, mirip seperti pemain sinetron wanita yang tahu suaminya main belakang dan sakit kepala sebelum akhirnya pingsan.

"Goblok banget kalian pagi-pagi."

Dara tertawa melihat tingkah mereka. "Udah, ah! Ayok berangkat ntar telat."

"Ra, lo sama Alfa aja," suruh Asep kalem.

"Eh?"

"Iya, lo sama gue aja. Kalo bawa motor sendiri takutnya kenapa-napa. Jalan rame banget pagi ini," sahut Alfa santai.

Dara menggigit bibirnya ragu. Ia melihat sekilas ke arah Alfa dan yang lainnya yang sudah memakai helm.

Sejujurnya, ia belum pernah dibonceng laki-laki selain sang ayah, Kio, Dio, dan beberapa saudara laki-lakinya. Jadi ketika Alfa menawarkan, ia jadi sedikit ragu. Alfa masih asing baginya. Walaupun sudah nyaris sebulan mereka sekelas, Dara masih sedikit canggung dengan cowok yang satu itu.

Entahlah, padahal Alfa bukan cowok dingin dan cuek. Oke, cuek emang terkadang, tapi tidak separah Revan. Bahkan Dara lebih akrab dengan cowok cuek yang setia dengan buku putih itu dibandingkan dengan cowok bar-bar suka baku hantam tersebut.

"Ayok, naik."

Dara memutuskan untuk ikut. Ia mengambil helm ke dalam rumah, izin pada orang rumah, lalu kembali keluar menuju motor Alfa.

"Al," panggil Dara pelan membuat Alfa menggumam. "Jangan kenceng-kenceng, ya."

"Gak janji gue," balas Alfa membuat Dara semakin ngeri. "Pegang jaket gue aja."

Tangan Dara perlahan merambat menggenggam kedua sisi dari jaket jeans Alfa. Dalam hati ia berharap bahwa cowok itu masih kasihan padanya dan memilih untuk menjalankan motornya dengan normal.

Karena dari apa yang Dara selalu lihat, Alfa kalau bawa motor kayak kesetanan.

"Pelan-pelan aja. Tadi jalanan rame banget, gak boleh ada yang kenapa-napa," titah Dio yang sepertinya menangkap gelagat Dara.

"Si Alfa, Ardi, sama Revan noh yang harusnya dikasih tau begitu. Bawa motor udah kayak balapan sama Rossi anjir," celetuk Andra.

"Yeu, gue gak bawa motor ya."

"Lah terus?"

"Gue kendarain, lah. Kalo dibawa kan berat."

"Ya Allah, nyesel banget udah ladenin manusia miskin otak."

"Iyain aja deh umur gak ada yang tau."

"Udahlah anjir capek emang hadepin Ardi."

"Makin goblok gue."

"Salah gue apa sih, perasaan gak ada yang salah dengan omongan gue," Ardi memasang tampang tak bersalah dan sangat polos, namun membuat yang sekitar jadi ingin menonjok sekali.

"Udah goblok, telat ntar."

Dara yang sejak tadi tertawa menghentikan tawanya.

Paginya sangat baik hari ini.

***

aku makin lama
makin garing,y
akibat quarantine
aku jd gbisa mikir
lawakan woeh:(
sampai jumpa
di bab selanjutnya-!
- tinyy

utopia (segera terbit)Where stories live. Discover now