Hurt 27

3.1K 359 30
                                    

Melihat Yoongi meninggalkan atap dengan tergesa juga wajah yang kentara cemas setelah menerima pesan, terlepas dari permintaan sang teman, mau tak mau Vernon berlari menyusul Yoongi yang entah akan pergi kemana, yang jelas dia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Tentu dia pun jadi ikut mencemaskan Yoongi walau tidak tahu apa yang tengah membuat pemuda Min itu berlari kesetanan.

Masih separuh perjalanan lagi yang harus mereka tempuh dengan kedua kaki yang bahkan persendian mulai terasa ngilu dan bergetar. Rasa lemas pun tidak terbantah karena turut menyiksa kedua anak manusia yang terengah dengan dahaga luar biasa. Bodohnya mereka mengabaikan jasa transportasi saking kalutnya Yoongi atas terancamnya keselamatan jiwa raga adiknya yang kini berada di tangan Jungkook di sebuah gedung yang letaknya di timur, lumayan jauh dari sekolah.

Tak terasa perjuangannya menuju sang adik membawa perasaan sesak di dalam dada. Bukan karena dia berlari tapi jauh dari lubuk hati yang terdalam ada perasaan janggal yang menyeruak hebat, semacam ikatan batin yang membuat air matanya menetes tanpa disadari.

Yoongi terus memacu kedua kakinya cepat. Tidak ada waktu baginya berhenti untuk sekadar istirahat. Meraup udara sebisanya dan menerjang lelah. Tidak peduli jika kini kepalanya tengah berdenyut nyeri.

Brukk!

Dipandangnya gedung yang tampak kokoh sekalipun telah usang rona dindingnya. Napasnya terdengar putus-putus dengan bibir yang bercelah lebar meraup oksigen. Rupa wajah yang tak lagi berseri dan dipenuhi bulir keringat. Menoleh ke belakang pada atensi seseorang yang berjalan terseok bagai zombie mendekat ke arahnya.

Vernon, pemuda itu tampak tidak baik-baik saja, sama sepertinya. Mungkin.

"Ya! Kenapa kau duduk di situ?"

Bahkan dalam keadaan seperti ini, Vernon terdengar konyol sekali. Itu karena dia memang tidak melihat bagaimana Yoongi terjatuh tadi.

Daripada menjawab pertanyaan sang teman, Yoongi memilih bangkit. Menjauhkan telapak tangannya yang sempat beradu dengan tanah berumput.

"Apapun yang terjadi nanti, aku minta selamatkan Taehyung!" ucapnya sebelum melangkah memasuki gedung.

Semakin dekat, Yoongi mendengar seseorang yang merintih perih. Nadanya lemah sekali, menghilang di ujung tenggorokan. Lalu suara tawa yang begitu mengerikan lengkap dengan adegan yang baru saja dia saksikan di tengah kegelapan.

Amarahnya memuncak. Yoong berlari menghampiri untuk meraih kerah jaket lalu memberikan kepalan terpadat yang menonjolkan tulang jari kepada Jungkook. Menghantamnya telak hingga rahang bergemeletuk dan Jungkook yang langsung jatuh tersungkur.

"Berengsek! Rupanya kau memang minta dibunuh olehku?!"

Yoongi menarik Jungkook dan membuatnya berdiri secara paksa. Lagi, dia memberikan sejuta kekuatan untuk menghajar Jungkook habis-habisan. Keduanya pun saling baku hantam. Menciptakan luka lebam di masing-masing lawan hingga darah bercucuran.

Sementara Vernon, dia tidak tahu bagaimana memisahkan keduanya. Dia khawatir pada temannya tapi fokusnya lebih tertuju pada Taehyung yang memejamkan mata dengan luka dan darah di sekujur tubuhnya. Bahkan seragam yang terpakai tidak terlihat lagi putihnya.

Di tengah kegaduhan yang tercipta, Vernon mendengar teriakan Yoongi yang meminta untuk menyelamatkan Taehyung. Dia pun menoleh, menatap ke arah Yoongi yang berusaha menahan serangan Jungkook yang imgin menggoreskan mata pisaunya.

"Jangan pikirkan aku! Tolong, bawa Taehyung pergi dari sini dan selamatkan dia!"

Oh, bagaimana bisa Vernon tidak memikirkan Yoongi yang dalam bahaya. Pemuda yang tertangkap di matanya tampak begitu kuat. Dia takut temannya kenapa-napa.

"Aku janji tidak akan mati oleh bedebah ini!" tegas Yoongi.

"Baiklah, tapi tepati janjimu!"

Vernon meraih tubuh Taehyung yang tak berdaya dan menempatkannya di atas punggung. Dia menatap Yoongi, merasa tidak tega meninggalkannya sendirian di sana. Tapi, Taehyung juga butuh pertolongan secepatnya. Terpaksa dia berlari menuju ke jalan raya dengan Yoongi yang masih terjebak dengan penjahat gila.

"Bertahanlah, Taehyung! Demi kakakmu kau tidak boleh mati hari ini!" ucapnya yang jelas tidak mungkin dapat Taehyung dengar.

Sebuah pukulan keras mendarat di pipinya ketika Yoongi terlampau fokus pada adiknya yang hendak diselamatkan. Ah, Jungkook benar-benar menyebalkan. Anak itu menyerang disaat lawannya sedang lengah. Yoongi menyapu sudut bibirnya dengan ibu jari secara perlahan dan melihat darahnya yang kembali menetes untuk kesekian kali. Tidak ada ringisan sakit namun justru senyuman yang terlihat menyesakkan? Entahlah.

Sementara Jungkook masih termangu dengan kepalan yang mengudara. Dia menatap kedua manik di depannya. Sendu. Entah mengapa setiap kali menatap lingkaran kelam milik Yoongi selalu mengingatkannya pada luka tak kasat mata di relung hatinya.

"Kenapa, berhenti? Sudah lelah?" tanya Yoongi yang semakin membuat Jungkook merasa bisu.

Mereka itu sama, hanya seorang anak yang menjadi korban ketidak adilan orang tua. Hanya saja, Jungkook terlalu pendendam orangnya hingga membuatnya memilih menjadi penjahat diusia yang bisa dikatakan belum matang dengan sempurna. Sedangkan Yoongi, dia selalu punya cara untuk mengubah rasa sakitnya tanpa harus menimbulkan luka pada orang lain.

Biarlah dia sakit asal tidak menyakiti hati yang lainnya.

Itu adalah seuntai kalimat yang tercetus dari mulut Min Yoongi beberapa tahun silam yang masih tersimpan rapi di memori otaknya.

"Jungkook-ah!" tegur Yoongi lembut. "Ayo, kita sudahi sampai di sini!"

Jungkook menatap Yoongi dengan mata yang bergetar. "Y-yoon ..."

"Berhenti, Jungkook, berhenti! Kita terlalu banyak menyakiti diri sendiri. Sudah saatnya memperbaiki segalanya dan ... mari, berjuang melewati hari-hari menyakitkan ini bersama-sama!"

Yoongi mengulurkan tangannya kepada Jungkook, berusaha meraih sesuatu yang selama ini ingin sekali dia perbaiki. Hati yang rapuh. Dia ingin Jungkook kembali menjadi sosok yang seharusnya, seorang anak yang baik hati. Namun berkat ketidak adilan itu hati yang murni harus tersapu oleh kenyataan paling menyakitkan dalam hidup.

Jungkook dengan tangan bergetar meraih telapak tangan yang terbuka untuknya. Menggenggamnya erat dengan satu isakan yang ikut lolos dari kerongkongan. "H-hyung,"

"Menangislah, Kook! Tak apa." ucap Yoongi yang telah mendekap tubuh Jungkook dengan kehangatan yang dia punya. Menepuk-nepuk punggung teman kecilnya dengan sayang.

Sejak itu, perlahan semua mulai berubah. Jungkook sedikit demi sedikit telah mengolah pribadinya menjadi lebih baik semenjak Yoongi mengenalkan Jungkook pada dokter muda, Kim Namjoon tempatnya berkeluh kesah. Pemuda itu juga telah kembali pada keluarganya. Menyusun kehangatan bersama ayah dan ibu serta kakaknya. Begitu pula dengan Yoongi yang terus menyusun kepingan hatinya yang selalu bercelah. Mengisinya dengan harapan-harapan yang baik untuk masa yang akan datang. Semoga kali ini Tuhan mengabulkan permintaannya. Atau mungkin tidak?

_28 Mei 2020_

Walaupun lebaran di rumah aja tetap nggak memutus tali silaturahmi, mohon maaf lahir dan batin ya semuanya🙏

Love Myself [MYG] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang