Hurt 21

3K 354 28
                                    

Hampir tiga jam penuh Yoongi kehilangan fungsi tubuhnya. Alam bawah sadar yang menguasainya tidak kunjung memberinya kesempatan untuk membuka mata. Selama itu pula si teman tidak mau beranjak dari sampingnya. Kentara sekali jika dia sedang berusaha untuk menjadi seseorang yang peduli. Nyatanya, Vernon memang peduli. Tanpa syarat, tulus dari hati.

Dokter bilang, Yoongi terserang demam tinggi. Suhu tubuhnya melebihi batas rata-rata. Ditambah pula anemia ringan yang ikut mampir pada tubuh kurus kurang asupan. Beruntung sekali cepat mendapat penanganan, bila tidak kemungkinan terburuk akan menimpa si kulit pucat.

Sebenarnya ada satu hal yang ingin Vernon tanyakan ketika Yoongi membuka matanya nanti. Namun, sepertinya akan lebih baik jika dia menundanya di lain kesempatan. Ya, setidaknya tunggu sampai temannya itu benar-benar pulih kesehatannya.

Menelisik kembali wajah Yoongi yang tampak damai dalam tidurnya. Mencari celah untuk menemukan sesuatu yang mungkin menarik perhatian. Lalu menghela napas secara perlahan, Vernon tidak pernah menyangka jika ada orang yang terpuruk sedemikian rupa. Mengingatkannya pada sang kakak yang lebih dulu berpulang.

Apa ini hasil nyata dari setiap doanya? Menginginkan sang kakak kembali ke kehidupannya untuk penebusan sebuah dosa. Hanya saja dalam rupa lain, melalui seorang Min Yoongi sebagai perantara penghubung antara dia dan kakaknya.

Entahlah, Vernon pikir ini terlalu rumit. Tapi jika memang ini cara Tuhan agar Vernon dapat menyelesaikan misi maka dia tidak akan lari. Karena sebuah tekad bulat telah terukir dalam diri.

"Yoongi?"

Pergerakan kecil dari jemari sang teman membuat sebuah kurva lengkung terukir di wajah tampan si bule. Kedua mata yang berbinar mengintimidasi kelopak yang masih bergetar.

Perlahan seiring detik yang terus berjalan, seberkas sinar putih menyusup ke sela-sela bulu mata. Menerus pada iris kelam yang ditunggu-tunggu presensinya.

Secepat kilat Vernon memanggil dokter penjaga di ruang penanganan sebelum kembali menuntun sang teman untuk mencapai secercah cahaya kehidupan yang nyata.

"Buka matamu, Yoon! Sudah cukup kau bermain-main di alam mimpi."

Lenguhan samar tercipta bersama Yoongi yang tengah membuka mata. Langit-langit putih dengan titik cahaya yang tepat di atasnya adalah hal yang pertama kali Yoongi temukan. Lalu berkat bau kimia dan antiseptik dengan segala keterikatannya yang khas berpadu menjadi satu membuat si pucat agak merasakan mual.

"Kau tadi pingsan di pinggar jalan dekat sekolah. Untung saja aku melihatmu dan membawamu kemari. Apa yang kau rasakan?"

Suara khas yang tidak lagi asing berlabuh ke membran timpani yang kemudian diteruskan hingga masuk ke dalam otak dan membentuk respon sebagaimana mestinya. Yoongi menoleh ke samping dan menemukan seonggok daging bergerak lengkap dengan embel-embelnya sedang tersenyum meski sorot mata lebih tampak mengggambarkan betapa cemasnya orang itu sekarang.

"Mengantuk." jawab Yoongi dibumbuhi senyum tipis tanpa warna.

Alih-alih memberi satu sentilan kecil di dahi sang teman karena jawaban yang terdengar menyebalkan, Vernon hanya mencibir sekilas. "Dasar tukang tidur!"

Seorang wanita bersama dua antek-anteknya datang menghampiri dua pemuda yang terbawa suasana.

"Permisi, saya mau memeriksa pasien dulu." ujar sang dokter ramah. "Bagaimana keadaanmu sekarang, Yoongi?  Apa ada keluhan lain yang kau rasakan?"

"Sedikit mual. Tapi tidak apa-apa, aku hanya kurang suka dengan bau rumah sakit." pungkas Yoongi.

Sang dokter mengangguk paham. "Ah, begitu rupanya. Agak sulit karena kau harus dirawat selama dua hari ke depan atau paling tidak sampai kau pulih total."

Love Myself [MYG] ✔Where stories live. Discover now