Hurt 24

2.9K 350 12
                                    

Langit semakin menggelap, menyisakan semburat kemerahan begitu sang mentari hampir tergelincir sepenuhnya di ufuk barat. Meninggalkan bayang-bayang yang semakin memudar tertelan malam. Tampak seorang pemuda masih enggan beranjak dari tempatnya di seberang jalan dengan kedua manik kelam yang enggan terlepas dari bangunan mewah di depan sana. Dia rela menunggu dan kedinginan hanya demi satu orang yang entah bagaimana, apapun yang dilakukan selalu berhasil membuatnya resah.

Sepasang daun telinga, hidung, dan pipinya telah merona berkat udara dingin yang menerpa. Bersama uap tipis yang keluar dari celah bibirnya Yoongi mengeratkan mantelnya dan mendekap diri guna menghangatkan tubuhnya. Kalau saja ini tidak menyangkut saudara kandungnya alias adiknya, mana mau dia duduk di bawah pohon seperti gembel serta menjadi tontonan oleh segelintir orang yang berlalu lalang sambil menatapnya setengah iba. Pun sebuah arloji yang melilit tangan kirinya pun tak urung menjadi perhatiannya. Jarum kecil yang terus melaju seakan memperingatkan Yoongi atas waktu yang telah terbuang cuma-cuma.

Yoongi mengacak rambut hitamnya sebagai bentuk perasaan yang tidak dapat dijelaskan secara rinci. Antara kesal, marah,  khawatir, juga rasa lapar yang membumbung hingga perutnya terasa melilit dan perih. Yoongi ingat betul bahwa dia belum menelan apapun selepas sekolah dan malah mengikuti Taehyung yang berakhir di dalam mansion megah bak istana raja. Barangkali adiknya sedang bersenang-senang bersama si tuan rumah karena teman-teman yang lain sudah undur diri sejak beberapa jam yang lalu dan membuat Yoongi harus menyembunyikan tubuh kecilnya di balik pohon sampai mereka benar-benar lenyap dari pandangan mata.

Sekali lagi Yoongi mendesah lelah. Dia semakin kedinginan namun masih tak gentar dan kembali ke posisinya terduduk setelah sedikit mondar-mandir demi mendapat hawa panas dari dalam tubuh.

"Taehyung sialan, sudah membohongi ibu sekarang ingin membuatku mati kedinginan. Astaga apa yang anak itu lakukan di dalam sana sampai lupa waktu begini."

Entah Yoongi harus menyalahkan siapa sekarang, pada Taehyung yang mulai belajar memberontak, wajah tegas sang ayah yang selalu mengerayangi pikirannya, atau justru karena ketulusan hatinya yang begitu lemah dan cenderung takut jika adiknya kenapa-napa. Yoongi tidak tahu pasti, bisa jadi perpaduan dari ketiga opsi tersebut yang membuatnya mau tidak mau mengorbankan diri sendiri. Ya, memang siapa lagi yang bisa diandalkan kalau bukan Yoongi. Ayah maupun ibunya jelas sangat payah dalam hal ini tapi begitu terjadi sesuatu pasti Yoongi yang menjadi orang pertama untuk disalahkan. Sungguh tidak adil sekali.

"Maaf, anda siapa?"

Yoongi merotasikan manik kembarnya melesak fokus ke arah sosok laki-laki yang berdiri di depan pagar. Topi, masker yang menutup sebagian wajahnya, jaket, celana, hingga sepatu. Semua serba hitam dan tampak mencurigakan.

"Aku ada janji dengan tuan Kim."

Begitulah sekiranya laki-laki itu menjawab pertanyaan dari penjaga rumah yang masih bertahan di balik pintu pagar demi keamanan yang menjadi tanggung jawabnya. Melalui celah kotak yang dibuka lelaki misterius itu menyodorkan ponsel pintarnya menunjukkan sesuatu. Barangkali identitas yang enggan dia sebutkan atau mungkin sebuah bukti bahwa dia memang ada janji bertamu dengan pemilik sah rumah tersebut. Setelah terlibat percakapan kecil dan menunggu beberapa saat, akhirnya pagar besi yang berdiri kokoh itu agak bergeser memberi ruang untuk mempersilakannya masuk.

Serumit itu untuk bertemu dengan orang berkuasa. Hampir menyerupai presiden saja.

Yoongi tergelak sesaat. Wajar sih, orang terpandang, pebisnis besar semacam Kim Jaehwan yang tidak tertandingi akan sangat aneh jika tidak ada keamanan tingkat tinggi. Punya banyak pesaing disana-sini yang ingin menjatuhkan tentu sangat membahayakan apabila mengijinkan orang asing lolos begitu saja.

Menilik sekilas postur tubuh lelaki juga gaya berpakaian yang serba hitam tadi membuat Yoongi merasakan sesuatu yang tidak asing lagi seakan dia pernah melihat orang itu sebelumnya. Tapi di mana dan kapan, serta siapa Yoongi bahkan tidak mampu untuk mengingatnya.

"Fokus dengan tujuanmu, Yoongi!" ucapnya sebagai tamparan untuk mengingat alasan Yoongi bertahan di sana.

Yoongi kembali menunggu adiknya sampai Taehyung benar-benar menampakkan batang hidungnya serta tidak kurang satu apapun. Membuat penantian seorang kakak tidak sia-sia meski senyum kotak khas adiknya tercipta bukan untuknya melainkan sosok peran pengganti yang sangat pandai bersembunyi dibalik topeng ramahnya.

Kelegaan tidak sampai di situ karena berikut sosok yang sempat Yoongi lihat tampak menyusul dari belakang sedang tersenyum lebar dan berhenti di depan pagar yang sepenuhnya terbuka lebar-lebar.

"Kau yakin tidak mau kuantar pulang?"

"Tidak, Han. Aku tidak mau merepotkanmu. Lagipula aku sudah mengirim pesan pada sopir ayahku dan sebentar lagi akan sam-- Oh itu, mobilnya."

"Baiklah, hati-hati!"

Taehyung mengangguk dan lantas masuk ke dalam mobil.

"Kau tidak menawariku?"

"Cih, ayahku baru saja mentransfer banyak padamu, Jeon!"

"Haha ... baiklah tuan muda, kau kembali saja ke dalam sangkarmu sana."

Setelah Jeonghan berbalik menjauh, pemuda Jeon meneruskan langkah kakinya. Tapi seseorang menghalangi jalannya.

"Oh, Min Yoongi? Aku baru saja berteman dengan adikmu. Wah, tidak sabar ingin bermain-main dengannya juga. Pasti seru." Jungkook yang sama sekali tidak terkejut berujar dengan gamblang tanpa mempedulikan kepalan Yoongi yang telah mengeras disetiap sisi dan bersiap melakukan baku hantam.

Tidak heran, Yoongi telah mengenal Jungkook sangat lama. Anak kecil itulah yang membuat Yoongi tersesat hingga terlena dengan kata-kata bualan yang terus mencuci otaknya. Menyisipkan kata manis dalam setiap penggalan kalimatnya. Menawarkan ikatan pertemanan, merelakan bahu untuknya bersandar, berjanji akan membuat Yoongi mendapat keinginannya, ketenangan, dan juga kebahagiaan yang sialnya semua itu berujung kepada sang pemilik kegelapan yang kejam dan mengerikan.

Kebebasan seakan menjadi sebuah angan saja karena Yoongi terlanjur jatuh ke dalam permainan tengik yang membawa efek sementara dan penderitaan yang tidak ada habisnya. Terlalu dalam, sangat dalam hingga paling dasar yang membuat Yoongi selalu lupa permukaan.

Yoongi akui dia memang sudah terbuai dan menikmati apa yang dia dapatkan dari ajaran si psikopat cilik, oh tidak. Lebih tepatnya Jeon Jungkook, si pembunuh bayaran. Ya, Yoongi tahu anak itu tidak lebih dari bedebah memuakkan dan menjijikkan yang sayangnya akan selalu menjadi nomor satu ketika Yoongi sedang membutuhkan.

Dan kini satu lagi permasalahan yang harus Yoongi tanggung kembali. Jungkook sudah mengenal siapa Taehyung. Sudah pasti anak itu akan menjadi semakin gila dan membahayakan. Maka dari itu, Yoongi akan mencegahnya sebisa mungkin. Tidak peduli jika dia harus terjerumus untuk yang kedua kali dalam kesesatan setelah sekian lama berjuang untuk menyembuhkan.

"Jangan pernah melibatkan Taehyung dalam permainan kotormu, Jeon! Sungguh atau aku akan menghabisimu dengan caraku sendiri. "

"Oho, lihat siapa yang sedang berbicara di hadapanku ini. Apa kau sedang mengancamku, Min Yoongi? Menarik, sepertinya kau belajar dengan baik dariku." Jungkook terkekeh tidak mempedulikan tatapan membunuh dari Yoongi. Dia pun menghela napasnya sejenak.

"Baiklah-baiklah, mari kita lihat apa yang akan aku lakukan beberapa hari ke depan." Jungkook menepuk bahu partner bermainnya sebelum beranjak pergi setelah melepaskan seulas senyum penuh arti yang membuat kawannya kepanasan.

"Brengsek, aku benar-benar akan membunuhmu kalau kau berani menyentuh adikku! Sialan!" teriak Yoongi.

[3 Mei 2020]

💜

Love Myself [MYG] ✔Where stories live. Discover now