Hurt 19

2.8K 341 17
                                    

Membosankan. Itulah yang dapat Yoongi simpulkan ketika dia memasuki sebuah ruangan yang dingin, sunyi, dan terkesan monoton. Dokter berkacamata yang duduk di hadapannya sama sekali tidak menarik. Terlalu serius menatap hingga membuat Yoongi merasa tidak nyaman.

Merutuk setengah mati dia membatin jika pamannya sedang bercanda dengan mengatakan bahwa dokter Namjoon itu cukup asik saat bicara. Tapi lihat bahkan setelah dia menghabiskan waktu lebih dari setengah jam Yoongi tidak kunjung menemukan sesuatu yang menarik perhatian kecuali pantatnya yang mulai terasa panas.

"Min Yoongi. Itukan namamu?"

"Ah, ya."

"Senang bertemu denganmu. Aku Kim Namjoon, salah satu psikolog yang dipercaya oleh dokter Choi untuk membantumu." ujar dokter Namjoon disertai senyuman yang menampilkan lubang kecil di kedua pipinya.

"Aku sudah mendengar cerita dari pamanmu dan aku harap kau jujur dalam semua perkataan yang nantinya kau ucapkan padaku. Itu akan memudahkan bagiku untuk mendiagnosa kondisimu dan memutuskan langkah apa yang harus aku ambil untuk menanganimu. Aku harap ini tidak menjadi rumit hingga mengharuskanmu pergi ke psikiater. Atau aku akan benar-benar merasa kehilanganmu sebagai clientku."

Dokter Namjoon tiba-tiba saja tertawa setelah mengucapkan kalimat terakhirnya. Tentu saja Yoongi merasa bingung karena tidak menemukan sesuatu yang lucu dari pria itu. Tapi dengan segera Yoongi mengiyakan saja. Tidak ingin terlarut dalam situasi yang menurutnya agak aneh.

Menyadari perubahan di wajah Yoongi, dokter itu lantas menyadari bahwa tindakannya barusan membuat client-nya merasa tidak nyaman.

"Ah, Aku hanya sedikit bercanda tadi." kata dokter berdimple itu. "Oh, iya Yoon. Mulai hari ini panggil aku Namjoon hyung saja ya, supaya lebih akrab dan tidak canggung."

"Aku memang teman pamanmu tapi aku masih muda jauh dibawah usia dokter Choi. Akan sangat aneh jika kau memanggilku dengan sebutan paman juga." imbuhnya.

"Iya ... Namjoon h-hyung." ujar Yoongi sedikit tergagap. Ayolah, dia baru saja mengenal dokter Namjoon beberapa menit yang lalu. Wajar saja jika dia sedikit canggung.

"Baiklah, sesi hari ini kita mengobrol santai saja ya sekalian mengakrabkan diri." kata Namjoon.

Sore itu Yoongi habiskan waktunya untuk mengobrol sampai menjelang malam. Sebenarnya Namjoon yang paling mendominasi, bertanya ini itu kepada client barunya. Mulai dari membahas makanan, kegiatan yang Yoongi lakukan hari ini, kemudian merambah ke hobi lalu kebiasaan yang Yoongi lakukan. Sementara pemuda berkulit pucat itu hanya menjawab seadanya. Yoongi tidak tahu saja jika pertanyaan-pertanyaan itu sesungguhnya untuk mengetesnya tanpa sepengetahuan.

"Kau lapar, Yoon?" tanya Kang Soo. Pria yang sedang fokus mengemudi itu menoleh sekilas ke arah Yoongi yang terduduk lesu.

"Setelah menghabiskan tiga jam untuk menjawab pertanyaan dari dokter cerewet Kim Namjoon bahkan tanpa diberi air minum, menurut paman bagaimana?" tanya Yoongi.

Jelas dari penuturan dan raut wajahnya saja bisa menggambarkan betapa pemuda itu sangat kesal dan marah. Kang Soo jadi merasa bersalah pada keponakannya.

"Iya-iya maaf. Lain kali akan paman bawakan air serta bonus camilan untukmu. Asal kau rajin konsultasi dengan Namjoon setiap minggu."

"Dikira mau piknik apa pake bawa camilan segala?" gumam Yoongi yang kebetulan Kang Soo masih mendengar walau pun samar.

"Buat antisipasi saja kalau kau bosan, tidak ada salahnya kan?" kata Kang Soo.

Yoongi menghela napasnya. Meladeni pamannya akan semakin menguras tenaganya. Belum lagi perutnya yang mulai terasa perih. Tidak mau tahu pokoknya mereka harus cepat sampai di rumah sebelum maag Yoongi kambuh lagi. Atau paling tidak pamannya itu harus mampir sebentar ke sebuah kedai makanan untuk mengisi perut yang sudah meronta-ronta.

"Paman, kita mampir ke resto depan di kiri jalan! Belikan aku nasi goreng kimchi!" kata Yoongi membuat pamannya menganggukkan kepala.

Beberapa meter kemudian, mobil yang mereka tumpangi berbelok ke area parkir samping restoran. Mereka bergegas turun dari mobil dan masuk ke dalam bangunan.

Aroma khas makanan menguar begitu gurih dan nikmat. Membuat cacing-cacing di perut Yoongi bersorak ria hingga menimbulkan bunyi yang cukup memalukan. Dia sampai melirik ke arah pamannya yang nampak biasa saja begitu pula dengan orang-orang di sekitarnya yang sibuk mengunyah. Yoongi pun lantas menghela napasnya dan kembali bersikap tenang.

Beranjak dari tempatnya setelah mengosongkan piring penuh kenikmatan, Yoongi pergi menuju suatu tempat yang selama ini telah menampungnya tanpa kehangatan.

Melewati ruang tengah rumahnya membuat rasa iri menyeruak tanpa permisi ketika sepasang manik temaramnya menyorot pola interaksi yang lagi-lagi menorehkan perih di hati. Sebuah potret kebahagiaan tanpa ada dirinya yang terselip di antaranya.

Yoongi menoleh saat tepukan lembut menyapa bahunya. Hangat yang menyambar nyatanya tidak mampu mengalahkan segala hal yang memporak-porandakan hatinya. Namun Yoongi menyadari, setidaknya masih ada seseorang yang sudi berdiri di sampingnya. Menyokong jika sewaktu-waktu dia goyah pada kehidupannya.

"Kau mau bergabung?" tanya Kang Soo kepada Yoongi. Rasa empati yang dia punya nyaris menghancurkan dinding rapuh di hadapannya. Terlalu berlebihan ketika pertanyaan itu lantas terlontar dan malah menimbulkan masalah yang baru.

Beruntung Yoongi menolak dengan gerakan kepala yang cukup konstan dan tegas. Menandakan jika pemuda itu meyakinkan diri untuk tidak terpengaruh dengan suasana bahagia yang tempampang di depan pelupuk mata.

Lantas pemuda itu kembali mengayunkan kakinya menapaki satu persatu anak tangga sambil memikul beban tak kasat mata di pundaknya.

Menutup pintu kamarnya rapat lalu mengunci ganda, Yoongi menelusuri lantai dingin dengan telapak kakinya yang telanjang. Duduk bersandar pada ranjang tidurnya, dia menghela napas perlahan mencoba untuk mengeluarkan rasa yang kembali menghimpit dada.

Menelisik sunyi dan mendapati jejaknya seorang diri tampaknya mampu mengundang tawa miris. Tidak ada yang istimewa dari hidup yang dijalaninya.

Lalu benda tipis dengan sebilah mata runcing kembali menjadi teman yang paling mengerti dirinya. Teruntuk seseorang seperti Yoongi yang telah jatuh tanpa tahu bagaimana caranya kembali menuju ke permukaan hanya bisa bermain-main sambil menunggu akhir dari cerita kehidupan.

Sekali lagi, Yoongi dikalahkah oleh keadaan. Sekali lagi, dia tidak bisa menghentikan nafsunya untuk kembali melukai diri dan menambah lukisan baru pada permukaan kulitnya yang sudah penuh dengan goresan luka yang dia buat.

Kala tetesan cairan pekat dan berbau anyir yang mengucur dari hasil karya tangan nakalnya lantas membuat Yoongi merasa sedikit tenang. Irisnya kian meredup seiring kenikmatan yang lambat laun mengambil alih kesadarannya. Hingga pada detik berikutnya kegelapan benar-benar membawa Yoongi masuk ke dalam fase ketenangan yang sebenarnya.

-[R]-

Stay safe, yeorobuun. Keluar rumah kalau penting aja ya.. Jaga kesehatan juga:)

See you💜

Love Myself [MYG] ✔Where stories live. Discover now