8. Kanaya masuk RS

17.8K 1K 19
                                    

Orion menatap lekat tubuh yang sedang terbaring di bankar rumah sakit. Tita dan Fajar masih setia menunggu mata Kanaya terbuka. Hening. Hanya terdengar suara tetasan cairan infus.

Sudah dua jam mereka tidak melakukan apa-apa. Selain Tita yang sibuk mengangkat telpon dari papa Kanaya.

"Ada yang lain dengan Kanaya kayanya deh, atau ini cuma firasat gue,"ujar Fajar memecahkan keheningan. Tita menatap seakan meminta penjelasan lebih pada Fajar.

"Dia kan jatuh ya, nyium lantai, terus lukanya juga biasa aja. Bukan gue mau bilang Kanaya bohong tapi lebih ke pertanyaan ada yang salah sama tubuh Kanaya."

"Dia bahkan tidak sadarkan diri dalam waktu lama,"ujar Fajar.

"Padahal kan jatuh doang. Harusnya cukup dengan di perban,"ujar Fajar lagi. Tita menarik nafasnya "Udah gue bilang kan kalau Kanaya itu punya sakit di sistem sarafnya. Gue tau banget ini karna dia shock makanya bisa pingsan selama ini,"jelas Tita. Disini, Orion lebih memilih menjadi pendengar.

"Traumatic? Emang apa yang terjadi di masa lalu Kanaya?"

"Kepo deh lo!"ketus Tita.

"Pokoknya awas aja setelah Kanaya sadar, lo nanya-nanya argumen lu, gue gibeng lo Jar!"

"Bawa Tita makan Jar,"ujar Orion pada Fajar.

"Saya gak lapar pak,"lesu Tita.

"Tapi gue lapar Ta,"ujar Fajar akhirnya. Sekaan ia paham bahasa tubuh dosennya ini.

Tita beranjak.
"Tolong jangan info apa-apa soal keberadaan Kanaya ya,"pesan Orion. Mereka menganguk dan meninggalkan ruang senyap ini.

Orion tidak kunjung mengeluarkan suara. Ia hanya menatap wajah lelah Kanaya. Tangannya terulur untuk mengusap lembut rambut Kanaya.

Ia pandangi telapak tangan Kanaya yang penuh dengan baretan. Benar-benar menyedihkan. Orion akan memproses dengan serius masalah ini. Namun pikirannya bertanya perihal argumentasi yang Fajar ucapkan tadi.

Ceklek.

"Adek,"suara paruh baya membuyarkan lamunan Orion.

"Leo tau Papa ini atlet lari pada, tapi inget umur kali Pa,"sahut suara pria lainnya.

"Rion,"ujar Leo.

"Leo,"timpal Orion.

"Om Dimas,"ujar Rion kaget.

"Kamu kenapa bisa disini Yon? Sejak kapan kamu balik dari Singapura?"tanya Dimas.

"Udah mau setahunan om. Om apa kabar?"

"Saya sehat Rion."

"Kok lu kenal adek gue Yon?"

"Dia adek lo?"tanya Rion. Leo menganguk.

"Dia mahasiswi gue,"timpal Rion.

"Wanjer,"kekeh Leo. Orion meninju pelan lengan Leo. Bukan hanya teman kecil, bukan hanya teman saat SMP namun Leo juga termasuk rekan bisnis Orion. Alih-alih menjawab ledekan Leo, Dimas mengusap lembut wajah putrinya.

"Adek kenapa bisa gini sih?"ujarnya. Jelas sekali khawatir dan cemas bercampur diwajah paruh baya itu. Suasana menjadi hening. Leo turut memperhatikan interaksi anak dan bapak di depannya.

Pintu kembali dibuka.

"Om Dimas,"ujar Tita menghamburkan tubuhnya ke pelukan Dimas.

"Apa yang terjadi Ta? Kenapa Kanaya bisa kaya gini?"ujar Leo penasaran. Dimas mengusap pelan pundak Tita.

Pemandangan didepannya tidak lepas dari perhatian Orion, satu fakta ia ketahui bahwa Tita sudah seperti keluarga bagi Kanaya.

"Nanti bang Leo dengerin cerita Kanaya aja ya."

Fell for My LecturerWhere stories live. Discover now