Jika napas ini habis • 14

5.2K 388 18
                                    

[

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[...]

     Alya sempat terkejut bukan main saat melihat penampilan kedua anaknya yang jauh dari kata baik-baik saja. Mahen yang di papah oleh Mahesa dan beberapa temannya, dengan baju serta wajah yang ternodai oleh darah pekat.

     Air mata Alya terus mengalir, bahkan tubuhnya sempat goyah—rasanya ingin pingsan jika saja sang suami tidak menahan serta meyakinkannya, jika semua akan baik-baik saja.

     Hingga saat itu suasana rumah tampak ricuh dan seperti terselimuti oleh kabut ketakutan. Selepas Mahen di ambil alih oleh Dokter pribadi, keterkejutan Alya semakin menjadi-jadi... Mahesa pingsan tepat di pelukannya.

"Ini, Bu... air kompresannya." kedatangan Bi indah membuat Alya kembali dalam dunianya. Matanya sembab, tapi sebisa mungkin ia mencoba untuk tegar. Karena Alya yakin, yakin kepada Tuhan jika semua takdir yang jatuh... telah di rancang sedemikian rupa kepada hambanya.

Bibir Alya terangkat, menampilkan sebuah senyuman walau tampak tipis.

"Makasih, ya, bi," jawabnya sendu dan kembali menatap Mahesa yang nyatanya masih enggan membuka mata.

     Mahesa memang tipikal lelaki yang selalu menuntut Segal sesutu dengan jelas dan teliti. Sejak mereka lahir, Alya sudah melihat bagaimana rasa sayang yang begitu dalam dari Mahesa hanya untuk Mahen seorang.

     Mahesa akan menjadi orang pertama yang menangis jika terjadi hal buruk kepada kembarannya, Mahesa akan marah-marah dan menyalahkan dirinya sendiri... karena tak pernah becus menjaga Mahen yang begitu berharga.

"Nghh, Hen? Ma... hen? Shhh, Hen... lo... di mana? Hen? Hiks, jangan pergi... jangan tinggalin gua sendiri di sini... Mahen? Hen?—

"Sayang? Hey, Mahesa... bangun, Nak... Mahesa?" sekuat tenaga Alya menyadarkan Mahesa yang nampaknya mengalami mimpi yang begitu buruk, bahkan anak itu sampai memutihkan air mata. Dan hal itu tak urung membuat Alya semakin sedih.

"Hen? Ja... ja... jangan pergi—

"Hey, sayang, sadar... Mama di sini, Mahesa." Alya masih terus mencoba menyadarkan anaknya, tetapi raut ketakutan serta keringat yang mendingin—masih menguasai Mahesa.

"Hen? Hiks, hiks, hiks, jangan pergi... Hen, MAHEN!"

     Tubuh Mahesa berkeringat hebat, napasnya tersenggal-senggal, pelupuk matanya masih terus mengeluarkan air mata. Mimpi itu—mimpi yang terasa begitu nyata bagi Mahesa, mimpi dimana di sana ada Mahen yang rela pergi meninggalkannya—meninggalkannya mereka dengan sejuta lara yang membara.

Jika Napas Ini Habis [END] ✔Where stories live. Discover now