Jika napas ini habis • 13

5.6K 429 19
                                    

[

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[...]


"Sa... kit, Sa."

     Jam terus berdenting, bau-bau tak sedap begitu menyengat hidung, puing-puing debu menempel di mana-mana, hewan-hewan kecil berlarian kesana kemari mengitari ruangan kumuh itu, matahari yang mulai tenggelam membuat cahaya di ruangan itu meredup dan sedikit gelap.

     Rasa sesak yang datang-menghimpit paru-parunya, menutup alat pernapasannya dan menyekat tenggorokannya, sekedar menghirup udara pun ia tak memiliki kemampuan ekstra. Tubuhnya lemah, rasa sakit terus menjalar kemana-mana.

     Mahen mencoba bergerak, menyeret tubuh lemahnya-bersandar di bawah bangku yang terlihat rapuh, iya rapuh-rapuh seperti dirinya saat ini. Mahen meremat beberapa helai rambutnya dan perutnya secara bersamaan.

     Ia menangis tanpa henti, ia tak tahan dengan rasa sakit yang timbul, ia tak kuat melihat darah yang terus mengalir dari lubang hidungnya.

"Shhh." desisan lirih yang penuh rasa sakit-masih saja terus terlontar dari celah bibirnya yang kering dan sedikit bergetar, matanya tertutup mencoba meredam rasa sakit yang terus datang tanpa belas kasih sedikitpun.

     Mahen mencoba bangkit dari ke-tidak berdayaannya, berpegangan segala benda yang sekiranya bisa menumpu tubuh lemahnya. Saat satu langkah berhasil Mahen gapai, saat itu juga semesta mematahkan kerja kerasnya. Tetapi sekalipun tak membuat Mahen berhenti dan meraung menyerah akan segalanya.

You can do it, hen! Jangan lemah! Lo cowok Mahen!

     Berteman dengan sakit, berteman dengan lemah, berteman dengan ketidak berdayaan, berteman dengan pecundang, berteman dengan kegelapan-itulah makanan kesehariannya, makanan yang sampai kini tak bisa Mahen hindari.

     Ia menangis bukan karena ia marah, ia berteriak-meraung dalam hati bukan kerena ia membenci semesta. Ia menangis, ia berteriak, ia meraung karena pada kenyataan yang ada-dirinya hanyalah sesosok lelaki yang selamanya tak akan sempurna dari pada kembarannya, kembaran yang seharusnya ia lindungi, bukan sebaliknya.

"A... yo, Hen... l... lo bi... sa, ja... ngan lem... mah! Hiks!" sekuat tenaga yang ia miliki saat ini, Mahen kembali bangkit-menyeret tubuh rapuh dan lemahnya, mencoba menggapai pintu yang entah mengapa begitu jauh.

Mahen hanya marah akan satu hal.

Satu hal yang benar-benar ia benci.

Ya, dirinya sendiri... dirinya sendiri yang nyatanya tak pernah berguna sama sekali.

Satu langkah, dua langkah, tiga langkah, empat langkah, dan....

Jika Napas Ini Habis (END) ✔Where stories live. Discover now