Jika napas.ini habis • 7

5.8K 419 9
                                    

Maaf banyak typo :v

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Maaf banyak typo :v

[...]

     Semenjak kejadian heboh di atap sekolah, detik demi detik yang Kintan lewati terasa sangat membosankan: Melihat Mahen absen, mendengarkan guru, mengerjakan beberapa soal. Hatinya masih di rundung rasa bersalah dan sedih yang teramat dalam.

     Kintan tahu, Tuhan pasti mempunyai cara tersendiri bagi setiap hambanya. Akan tetapi, bagi dirinya ini sungguh di luar dugaan.

     Pernah ia berpikir sejenak jika hari-harinya di sekolah baru akan terasa lebih menyenangkan berbanding balik dengan sekolah lamanya-yah, setidaknya ia pernah berpikir secara positif.

     Dan tak pernah menyangka, semua itu sirna bagaikan debu yang tertiup angin-tak terlihat dan tak berjejak.

     Semua telah terjadi. Pada saat niat sudah bisa Kintan genggam erat, keraguan dan kekecewaan datang dengan tiba-tiba tanpa permisi. Mengenal sosok Mahen 'lelaki misterius' kata mereka-kini lenyaplah sudah.

     Hal itu semacam deja vu bagi Kintan, Mahen-sesosok lelaki yang mungkin begitu susah untuk ia gapai. Kala ia mencoba mendekat, lelaki itu memilih melangkah jauh. Namun jika semesta berkata lain, Kintan hanya ingin merubah sudut pandang Mahen kepadanya.

Semoga

"Jauhin cowok itu."

Langkah kaki yang terbalut kaus kaki putih-berhenti tepat di persimpangan dapur. Kedua alis dan dahinya saling bertautan-berkerut, tak bisa memahami apa yang sudah orang itu katakan padanya. Tubuhnya terbalik, menatap orang yang sempat berbicara padanya-yang saat ini duduk dengan memunggunginya.

"Apa masalah lo sama dia?" nada bicara Kintan mulai terdengar tak sabar dan sedikit emosi.

     Axel, salah satu lelaki yang sangat ingin Kintan jauhi. Sifat lelaki itu membuat semua orang, terutama Kintan-tak tahu harus bagaimana jika sudah berurusan dengannya. Temperamental, kasar, egois dan selalu menang sendiri tak mau kalah-itulah sifat Axel jika kalian ingin tahu.

"Bukan urusan, lo. Gua cuma minta jauhin dia," balasnya dengan masih memunggungi Kintan di balik sofa besar.

     Jantung Kintan terpacu sedikit tak berirama, ia melangkah menghampiri Axel-berdiri di hadapan lelaki itu dengan raut penuh emosi.

"Bisa, ngak, sih, lo kalau punya masalah di selesein baik-baik?"

     Axel terdiam. Jari-jarinya tak lagi berkelana di atas layar ponsel. Ia memandangi Kintan yang kini menatapnya tajam.

"Ngak usah urusin gua. Tugas lo cuma satu, jauhin Mahen."

"Egois lo!"

     Hati Kintan sudah tidak bisa lagi membendung rasa sakit yang kian mendalam. Emosinya juga tak bisa tertahan. Pergi dari hadapan Axel adalah suatu pilihan terbaik yang ia ambil, meninggalkan lelaki yang berstatus sebagai Kakaknya tersebut-membiarkan rasa egois lelaki itu membendung di tubuhnya.

Jika Napas Ini Habis [END] ✔Where stories live. Discover now