10 - Marah Tapi Sayang

1.1K 109 8
                                    

SELAMAT BERPUASA BAGI YANG MENJALANKAN🙏🤗

HAPPY READING SEMUANYA🤗

KLIK TOMBOL VOTE SEBELUM MEMBACA, YA❤️

***





Javas masuk ke dalam ruang inap Ghesya sembari menenteng segelas es teh. Saat sudah di dalam, Javas mendatarkan wajahnya. Di sana sudah tidak ada Arinda namun, kakak kelasnya yang songong itu sepertinya masih mau mengobrol dengan Ghesya. Dan tunggu ... Chairul mencoba menyentuh tangan Ghesya?

Ya, Javas bisa santai jika hanya mengobrol namun untuk sampai seperti itu Javas tidak akan rela. Enak saja. Javas tidak ingin membagi apa yang ia punya kepada orang lain.

"Jauh-jauh dari cewek gue!" ketusnya. Ghesya dan Chairul menoleh.

Chairul mengerutkan dahinya. Dia pikir Javas tidak akan kembali lagi dan akan menghilang dari sini.

"Kenapa lo? Takut Ghesya berpaling ke gue?" ucap Chairul dengan nada menantang.

Javas hanya menatapnya datar. Malas menghiraukan orang yang tidak tahu malu seperti Chairul. Terserah. Intinya Javas ingin Chairul pergi dari sini.

"Pergi!" kata Javas sengit.

Chairul berdiri dari duduknya. "Suka-suka gue lah mau pergi apa nggak. Lo siapa ngatur-ngatur. Emang ini rum ..."

"Kak!" potong Ghesya cepat. "Pergi sekarang!"

Chairul menoleh pada Ghesya. Benarkah Ghesya ikut mengusirnya dari sini? Kenapa Ghesya jadi seperti ini. Atau ... Ghesya takut pada Javas.

"Lo takut sama dia?" tanya Chairul sembari tersenyum sinis.

Ghesya menghela napas pelan. "Lo yang nggak tau apa-apa mendingan pergi dan makasih sudah besuk gue,"

Javas tersenyum senang. Ternyata Ghesya tau apa maunya tanpa harus menjelaskan panjang lebar. Sekarang siapa yang malu? Javas hanya mengatakan beberapa kata tapi Chairul malah menantangnya. Sekarang Ghesya yang angkat bicara Chairul malah diam.

"Noh, Ghesya sendiri yang ngusir lo! Pergi sana!" kata Javas dengan nada mengejek.

Chairul mengepalkan tangannya. Ternyata adik kelasnya ini benar-benar mengibarkan bendera perang padanya. Tunggu saja. Beberapa waktu lagi apa yang Javas punya akan menjadi miliknya.

Chairul menyampirkan tasnya di pundak lalu menoleh pada Ghesya. "Gue pamit," kata Chairul sembari berjalan cepat keluar dari ruangan. Tak lupa ia memberikan tatapan tajam pada Javas yang memeletkan lidah padanya.

Ghesya hanya mengangguk pelan. Sebenarnya dari tadi dirinya sudah risih Chairul yang berusaha menyentuhnya. Namun, Ghesya hanya tidak berani mengatakannya. Tetapi, waktu Javas datang, Ghesya mengingat bagaimana perasaan kita jika melihat orang yang kita cintai sedang berdua dengan orang lain. Pasti sakit.

Itu yang dirasakan Javas Ghesya tahu Javas pasti cemburu. Hanya saja lelaki itu tidak ingin menunjukkannya.

Javas mendekat pada Ghesya dan menyeruput es tehnya. Setelah itu menaruhnya di atas nakas lalu menatap Ghesya dalam.

"Kenapa mau dipegang-pegang?" tanya Javas dengan mengunci tatapan Ghesya. Benar saja, perempuan itu terlihat menelan salivanya susah payah.

"Gue nggak tau ... gue ..."

"Gue apa? Gue dari kantin dan balik ke sini liat dia sama lo hanya BERDUA!" kata Javas menekankan kata 'berdua'. "Arinda mana?"

"Ar-arin ... Arin ..."

GHEVASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang