6 - Luka ini Nyata

2.4K 163 48
                                    

Sssrtttt.

Jantung Ghesya berpacu cepat. Perih. Sakit. Mata yang awalnya menatap ke arah bawah kini ia angkat menjadi tatapan pada mata tajam Javas.

Tangan Ghesya yang awalnya menggenggam tangan Javas kini beralih pada punggung belakangnya.

"Vas..." panggilnya sembari tersenyum samar. Suaranya sangat kecil dan pelan, bahkan hampir tak terdengar.

"Kenapa?" tanya Javas dengan datar. Javas membuang pisau itu.

Ya. Javas menusuk punggung Ghesya tapi tidak terlalu dalam. Senyum sinisnya terbit. Senyum yang begitu menyeramkan bagi Ghesya.

"Kenapa..." Ghesya terduduk lemas di lantai itu sembari memegang darah yang kian membanyak.

"Kenapa... Lo ngelakuin... Ini...." Ghesya merasakan tubuhnya terhuyung kebelakang. Durinya sudah terbaring merasakan sakit yang amat luar biasa.

Javas tersenyum puas melihat Ghesya seperti ini. Pria itu menaruh kaki kanannya di atas perut Ghesya.

"Sudah puas?" tanya Javas lalu terkekeh kecil.

Ghesya terus meringis merasakan sakit yang sangat luar biasa. Air matanya juga semakin deras. Sudah tak tahan dengan posisi seperti ini. Dan yang paling utama, tidak mengerti dengan apa yang dilakukan Javas.

"Dari dulu, Gue selalu bermimpi buat ajak Lo kesini, dan tentunya ngelakuin ini." Tuturnya santai. "Dan Gue benar-benar muak liat muka Lo yang sok cantik. Gue? Cemburu? Sama Lo? MIMPI!" tuturnya keras sembari sedikit menginjak perut Ghesya.

Ghesya terbatuk dan merasakan darah yang keluar dari hidungnya. Dan tentunya perutnya sedikit sakit karena merasakan kaki Javas yang menekannya.

"Vas... Gue... Nggak ngerti... I love you..." setelah itu mata Ghesya tertutup. Tangan yang awalnya menyentuh kaki Javas kini sudah melemas dan seperti sudah tidak ada tenaga lagi.

Javas menarik kakinya dari perut Ghesya. Matanya membulat sempurna.

"Sya... Lo kenapa?! GHESYA!"

"LO JANGAN PINGSAN!"

"Ghesya bangun!"

Javas melipat kedua kakinya dalam posisi berjongkok. Sedikit menggoyang bagu Ghesya untuk membuat perempuan itu sadar. Jantungnya berpacu cepat melihat keadaan Ghesya seperti ini.

Benar-benar tak mengerti dengan pemikiran seorang Javas. Dia yang melakukan dan dia yang menyesal.

"Astaga! Kalo dia nggak bangun, Gue bisa ditangkep polisi!" ujarnya tak sabaran.

Javas mengambil pisau berlumuran darah itu dengan tangan gemetar. Matanya memanas dan jantungnya berdegup kencang. Javas meremas pisau itu dengn kuat sampai tangannya memerah.

"Apa yang udah Gue lakuin..." gumam Javas.

"Ghesya..."

"Apa yang barusan Gue lakuin..."

Javas mencengkram rambutnya kuat. Apakah ini sudah kelewatan atau bagaimana. Javas benar-benar tidak bisa berfikir jernih sekarang. Semuanya kalut dan berantakan.

"GHESYA BANGUN!"



*****

Javas tidak berhenti berjalan kesana kemari didepan pintu Ruang Bedah. Tangannya terasa dingin ditambah AC yang membuat tubuhnya sudah tidak karfuan. Pikirannya melayang kesana kemari. Apa yang sudah ia lakukan. Apa yang sudah terjadi. Javas benar-benar tak mengerti dengan setan yang terus menyelinap masuk kedalam tubuhnya.

"Caca anakku!!!"

"Dimana Caca!"

Javas menoleh dan bertemulah tatapannya dengan mata sendu ayah Gheysa.

"Kamu liat Caca anak saya? Dimana dia sekarang..."

Javas menelan salivanya kasar. Ia tau yang dimaksud 'Caca' adalah Ghesya. "Caca didalam om, sedang ditangani dokter."

"Ya Tuhan apa yang terjadi dengan Caca, siapa yang membuat anak saya seperti ini..."

Javas merasakan tangannya bergetar. Si brengsek Javas yang sudah melakukan ini semua kepada putri seorang pria yang berdiri lemah didepannya.

"Mari duduk dulu, om."

Ridho dan Javas duduk di bangku panjang yang disediakan. Ridho terus saja menggenggam tangan Javas untuk menyalurkan rasa khawatirnya yang amat dalam dan Javas dapat nmerasakan itu. Ya Tuhan apa yang sudah Javas lakukan. Dirinya telah menyakiti dua orang sekaligus.

"Caca tidak akan kenapa-napa, kan?" tanya Ridho dengan nada sendu.

"I...iya om, Caca pasti kuat."

Pintu ruangan itu terbuka. Dua orang keluar dari ruangan itu dengan pakaian serba hijau. Seorang dokter dan perawat yang menangani Ghesya.

"Bagaimana keadaan Caca?!" tanya Ridho tak sabaran yang segera bangkit dari duduknya.

"Luka di punggung pasien tidak terlalu parah. Pasien hanya membuang sedikit darah. Hanya saja butuh waktu pemulihan yang cukup lama." tutur dokter tersebut untuk menenangkan Ridho.

Ridho dan Javas tersenyum lega, "Baiklah terimakasih."

"Sebentar lagi pasien akan dipindahkan ke ruang inap. Kami permisi." kedua orang tersebut berlalu dari hadapan Ridho dan Javas.

"Semoga tidak terjadi apa-apa. Oh Javas, saya boleh menemui Caca?"

"Sebentar lagi ya, om. Kita tunggu sampai Caca dipindahkan ke ruangan lain."

"Baiklah."

Javas dapat bernapas lega dimana keadaan Ghesya tidak terlalu parah dan artinya Gheys akan segera sembuh. Sungguh, sejahat-jahatnya perbuatan Javas, dirinya tetap meng-khawatirkan pacarnya itu. Javas berjanji akan meminta maaf kepada Ghesya setelah ini dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Javas berjanji.

























*****

YEAY AKHIRNYA UPDATE. TERIMAKASIH UNTUK SEMUA PEMBACA SETIA-KU YANG SELALU MENUNGGU SEMUA STORY UPDATE. DAN YANG SELALU VOTE COMMENT JUGA TERIMAKASIH YA:*

BUAT PART INI BOLEH DONG COMMENT SEBANYAK-BANYAKNYA. JANGAN LUPA VOTE JUGA YA DAN TUNGGU KELANJUTAN UPDATE-NYA LAGI.

LOVE YOU SEMUA SEMOGA BAHAGIA SELALU:*

GHEVASحيث تعيش القصص. اكتشف الآن