3 - Sedikit Rasa Malu

3K 245 35
                                    

Jangan lupa untuk selalu klik tombol vote yaa biar author semangatt💖❤️

Selamat membaca❤️

*****

Ghesya mengusap kasar wajahnya lalu berdiri dari tempat itu. Melupakan semua yang terjadi hari ini mungkin akan membuatnya sedikit membaik. Berharap kejadian seperti tadi tidak akan terulang kembali, yaitu memancing amarah seorang Javas. Perempuan itu tersenyum. Ia tidak boleh memperlihatkan kesedihannya pada publik. Cukup pendam sendiri saja.

"Sya!" Itu suara Arinda.

"Sya, lo nggak di apa-apain kan sama Javas?" kata Arinda khawatir. Pasalnya, Arinda melihat Javas kembali ke kantin namun tidak bersama dengan Ghesya.

"Nggak Rin. Udah lo nggak usah cemas gitu."

"Ya wajar kalo gue cemas Sya. Mukanya dia tadi kayak nggak berdosa ninggalin lo disini. Sendirian lagi."

"Emang gue yang nggak mau ikut dia kok." elak Ghesya.

"Yaudah, sekarang kita kekelas. Ini gue bawain makanan buat lo." Arinda menunjukkan sebuah kantong kresek berisikan jajanan kantin.

Ghesya tersenyum, Arinda memang sangat perhatian padanya. "Thanks ya Rin."

"Iya, udah ayo kekelas." Arinda menarik tangan Ghesya untuk mengikutinya.

"Aww sakit!"

Arinda berbalik lalu melepaskan genggamannya. Melihat pergelangan tangan Ghesya yang memerah. Arinda menatapnya tajam. Sahabat Ghesya itu sudah tahu siapa yang melakukan ini. Hanya saja ia ingin kejujuran langsung dari Ghesya

"Jelasin!" desaknya.

"Tadi kena dinding." dusta Ghesya.

"Jelasin yang jujur Sya!" ujar Arinda.

Ghesya bingung, haruskah ia jujur? Tapi ia takut jika mengatakan yang sebenarnya akan membuat Arinda marah besar pada Javas.

"Bukan apa-apa kok."

"Karena Javas?" tebak Arinda membuat Ghesya menggeleng kuat.

"Nggak Rin."

"Oke, karena Javas."

"Rin nggak. Ini cuma memar dikit kena dinding tadi,"

"Lo bohong. Gue udah sering liat tangan lo kayak gini, Sya. Itu semua karena Javas kan? Javas yang kasar sama lo? Gue tau Sya. Dan sampe kapanpun Gue nggak akan pernah setuju lo masih berhubungan sama Javas." ucap Arinda. Ada banyak rasa sedih di dalam ucapan Arinda itu.

"Tapi gue cinta sama dia," kata Ghesya membela Javas. 

"Persetan dengan cinta! Cowok sejati nggak mungkin kasar sama cewek!" ujar Arinda seperti sudah muak dengan kata-kata itu.

"Rin, dia gitu juga karena mungkin ada masalah. Dan gue terima," kata Ghesya lagi. 

"Dia nggak cinta sama lo Sya," 

"Udah Rin, kalo emang dia nggak cinta sama gue. Dia udah lama putusin gue," 

"Dia nggak putusin lo karena dia kasian sama lo. Ayo dong Sya mikir jernih," ucap Arinda kesal.

"Stop Rin! Gue nggak mau kita debat cuma gara-gara masalah sepele," lerai Ghesya.

"Oke, ini masalah sepeleh bagi lo, tapi nggak bagi gue!" Arinda menarik tangan kiri Ghesya, mengajaknya untuk ke kelas.

*****

Ghesya dan Arinda berjalan pelan di koridor sekolah. Bel pertanda pulang sudah berbunyi daritadi. Dan kini mereka semua mulai keluar dari halaman sekolah. Bersama para siswa-siswi lainnya mereka berjalan menuju koridor bawah.

"Ghesya!"

Ghesya dan Arinda menghentikan langkah mereka. Sepertinya ada suara laki-laki yang memanggil namanya. Dan benar, Chairul, ketua OSIS di SMA tersebut memanggilnya.

"Iya ada apa Kak?" tanya Ghesya sopan.

"Lo nggak sibuk, kan?"

"Kayaknya nggak. Kenapa ya Kak?"

"Gini, kan bakalan ada event kecil di sekolah. Nah gimana kalo kita kumpul dulu sebentar buat diskusiin ini?" ujar Chairul memberi tahu informasi itu

Ingatkan Ghesya bahwa ia adalah anggota OSIS dan memang seharusnya ikut kumpul untuk membentuk acara seperti ini.

"Bisa Kak,"

"Oke. Gue tunggu di ruang OSIS sama anak-anak yang lain." Chairul meninggalkan Ghesya dan Arinda.

"Rin, lo bisa pulang sendiri kan?"

"Bisa kok. Yaudah kalo gitu gue duluan. Eh tapi lo nanti pulang sama siapa?" tanya Arinda.

"Sama Javas," jawabnya senang.

"Hm. Ya udah deh, hati-hati. Gue duluan," Arinda melambaikan tangannya pada Ghesya lalu berjalan mendahuluinya. Entah Ghesya pulanh bersama Javas atau tidak, Arinda sudah bisa menebaknya. Semoga saja ada orang baik yang mau mengajak Ghesya pulang bersama.

"Javas." Gumam Ghesya saat melihat laki-laki yang sudah ia tunggu.

"Javas!" Ghesya mendekat pada Javas yang berdiri didepan kelasnya.

"Javas, nanti lo pulang duluan aja ya. Gue ada kumpul OSIS," kata Ghesya dengan lembut.

Javas mengangkat sebelah alis tebalnya lalu tersenyum miring. Meremehkan apa yang dilontarkan perempuan itu. "Urusannya sama gue?"

Jleb.

Sakit? Tentu.

Ghesya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Oh nggak. Gue cuma mau bilang itu." Ghesya tersenyum kecut.

"Maksud lo ngasih tau gue gini karena kita mau pulang bareng?" Javas tersenyum meremehkan pada Ghesya.

"Ya mungkin aja. Jadi nanti biar lo nggak nunggu gue," kata Ghesya

"Sorry, gue nggak pernah minat pulang bareng lo," Javas berbalik meninggalkan Ghesya yang merasakan malu luar biasa karena telah berharap pada lelaki itu.

"Bodoh! Bodoh! Bodoh! Emang Javas mau pulang sama lo!" Ghesya merutuki dirinya sendiri.

Sakit memang, hubungan yang telah dibangun lebih dari satu tahun, tapi tidak pernah dianggap sekalipun dan apapun itu.

Ghesya hanya tersenyum miris, selalu seperti ini. Harus sesabar apa lagi ia menghadapi Javas yang 'bodoamat' dengan hubungan mereka. Ghesya menundukkan kepalanya sebentar guna menetralkan emosinya agar tak menangis. Lalu berjalan pelan menuju ruang OSIS.











































*****





























VOTE KOMEN JANGAN LUPA. DAN SELALU STAY SAMA GHEVAS YA. SEE YOU NEXT PART.

SALAM HANGAT.
DESFIKA ARDERA.

GHEVASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang