"Oh iya. Mau.. temenin gue latihan band?"
×××
Dan di sini lah gue sekarang, di studio band Universitas Semesta, bersama Kak Ashton yang sedang sibuk membetulkan mikrofonnya.
"Sudah berapa lama kamu mengenal Calum?"
Iya, Kak Ashton tuh kalau ngomong baku banget, anjir. Gak bisa gue kalau disuruh ngomong setertata itu di saat gue biasa anjir-anjir, kampret-kampret, dan lain-lain.
"Hm.. Berapa lama ya, kak? Gak ngitungin sih saya."
Kak Ashton kemudian hanya mengangguk dengan sedikit kekeh menghiasi wajahnya yang manis.
"Kalau Kak Ashton, udah berapa lama kenal sama Calum?"
"Sudah dari SMP."
"Hah? SMP? Lama bener?" ucap gue refleks saking kagetnya mendengar kalau Calum sama Kak Ashton ternyata udah temenan dari SMP.
"Iya. Calum tidak pernah cerita ke kamu?"
Lagi-lagi gue hanya mampu tersenyum kecut sembari menunduk sebagai balasan.
Lo pernah merasa begitu dekat dengan seseorang dan berpikir kalau lo yang paling mengenalnya di saat lo tidak tahu apa-apa tentang dia?
Mungkin gue merasa begitu pada Calum.
Melihat respon gue, Kak Ashton membalasnya dengan senyum iba sebelum akhirnya membuka suara,"Calum itu.." ucapnya menggantung,"Tidak pernah berubah sejak SMP."
Kenapa Kak Ashton kedengeran kayak bapaknya Calum?):
"Calum memang susah mengungkapkan perasaannya lewat kata-kata. Tapi.. Gak semua perasaan harus diungkapkan lewat kata-kata, kan? Yang penting kita bisa mengungkapkannya lewat tindakan." ucapnya,"Menurut saya begitu."
"Hmm..." Gue hanya merespon seadanya karena memang tidak tahu lagi harus merespon seperti apa.
"Kamu.. tau soal mantannya Calum? Dia sudah cerita, kan?" Kak Ashton meneruskan setelah dia selesai membetulkan mikrofonnya, dan kini dia berjalan ke arah gue sebelum lompat dan duduk di atas meja tepat di dekat tempat gue duduk. Kedua kakinya menggelantung dan sesekali dia mengayunkannya sambil mengetukkan jemarinya pada meja, menciptakan ketukan abstrak.
"Sudah, kak." Gue merespon setelah hening cukup lama,"Saya.. hanya tau kalau dia punya mantan. Dia tidak pernah cerita pada saya." ungkap gue sambil mengedikkan bahu dan menatap paras lelaki di atas meja itu dengan bandana yang melingkari kepalanya.
"Baginya, sesuatu yang ada di masa lalu bukan untuk diingat-ingat lagi." respon Kak Ashton sambil balas menatap gue. Ada tatapan teduh di sana.
"Bagi semua orang juga begitu." Gue memungkas dan akhirnya dia terkekeh.
"Namanya Maddie. Dia... Murid pindahan dari Australia semasa SMA dulu," Kak Ashton menjelaskan,"Maddie itu teman sekelas saya." Gue hanya mendengarkan tiap kalimat yang diucapkan Kak Ashton tanpa berkomentar sebelum Kak Ashton selesai.
"Kisah cinta mereka tidak begitu bagus sih. Maddie tidak bilang kalau program pertukaran pelajarnya sudah selesai dan dia meninggalkan Calum begitu saja. Mungkin.. Itu yang membuat Calum masih merasa sakit hati sampai sekarang," Kak Ashton melanjutkan,"Dan mungkin juga.. Itu yang membuat Calum masih sulit untuk membuka hati lagi sampai sekarang. Dia masih percaya kalau hubungannya dan Maddie masih berlanjut."
Kak Ashton akhirnya menghentikan kalimatnya dan menatap gue sementara gue hanya terdiam tanpa tahu harus merespon seperti apa. Ucapan Kak Ashton barusan terasa terlalu banyak bagi gue dan gue tidak punya waktu untuk menyaringnya sekaligus secara bersamaan.
"Hmm.. Thalissa," Kak Ashton memanggil nama gue, membuat gue spontan menoleh ke arahnya. "Sebenarnya saya mau minta maaf karena sudah bersikap kurang sopan kepada kamu di hari pertama kita bertemu dulu."
Gue spontan mengerutkan alis karena tidak paham. Kurang sopan? Hari pertama bertemu? Yang mana? Kok gue gak inget?
Melihat ekspresi gue, sontak Kak Ashton tertawa kecil,"Kamu tahu.. Yang sepertinya waktu itu kamu pikir saya mencuri motor Michael."
"OOOOH HAHAHAHA IYA GAPAPA KAK YA AMPUN" Gue sontak tertawa ketika mendengar hal itu, dan Kak Ashton pun tampak tersenyum lega.
Gue juga ingat waktu itu Kak Ashton sempat berbicara menggunakan gue-elo, tapi entah kenapa dia menggunakan saya-kamu sekarang. Mungkin dia merasa tidak enak berbicara gue-elo pada orang yang baru dikenalnya? Bisa aja kan? Gue sebenarnya ingin bertanya, tapi gue langsung mengurungkan niat saat sadar kalau setiap orang punya alasan yang ada baiknya tidak diumbar.
"Thalissa.." Kak Ashton memanggil gue lagi setelah hening beberapa saat. Gue menolehkan kepala padanya dari layar hp, tersenyum tipis,"Ya kak?" ucap gue.
"Saya minta sama kamu," katanya,"Apapun.. Apapun yang kamu ingin tahu dari Calum, tolong simpan semua pertanyaan itu sedikit lama di kepalamu. Nanti Calum pasti akan cerita sendiri. Saya yakin itu." ucapnya.
"Dan.. Saya juga minta tolong," Kak Ashton menggaruk tengkuknya gugup,"Tolong jaga Calum. Tolong jangan sakiti hatinya. Karena.. Mungkin, cuma mungkin.. Calum suka sama kamu."
Sontak gue benar-benar terdiam.
"Tapi.. Saya bukan siapa-siapanya." Gue ikutan menggaruk tengkuk ketika mengucap kalimat itu. Ada sedikit perasaan nyelekit di hati gue saat gue mengucapkan kalimat yang gue sendiri tidak ingin mendengarnya.
"Hm.. Kalau begitu, coba ingat-ingat lagi apa yang sudah pernah Calum lakukan ke kamu selama ini."
"Karena ketika dia menyukai seseorang.. Dia akan lebih mementingkan orang itu dibanding orang lain, bahkan dibanding dirinya sendiri."
•••
SORRY, GUE BURU2 UP, GAK SEMPAT REVISI LAGI
UDAH YA
MAAF LATE UPDATE
OKE SUDAH ITU SAJA
STAY SAFE, EAT WELL, LIVE WELL, DAN #DIRUMAHAJA BACA SIBLINGZONE!
YOU ARE READING
Siblingzone • cth [FINISHED]
FanfictionGimana kalo lo suka sama abang lo sendiri? . . . Siblingzone • cth written by Abida Contains bad words, 15+ only. copyright © 2019 by abida
sem•bi•lan•be•las
Start from the beginning
![Siblingzone • cth [FINISHED]](https://img.wattpad.com/cover/191099416-64-k672172.jpg)