Filosofi Awan

300 40 19
                                    

"Seperti Bulan dan Mentari yang silih berganti. Di dunia ini, tidak ada Cinta dan Luka yang Abadi."

Now Playing
I Could Live - Kim Yeon Joon

***

"Mama meninggal, Abang benci gue sejak kejadian itu."

Perkataan Kinar malam itu masih berputar di benak Vero. Malam itu Vero melihat Kinara hancur berantakan. Dia menceritakan semua tentang kecelakaan yang menimpanya lima tahun silam.

Rosa Mamanya, meninggal dalam kecelakaan mobil di sebuah festival kembang Api. Rosa tidak sengaja tertabrak mobil sedan saat ia mengejar Kinara. Setelah kejadian meninggalnya Rosa suasana dalam keluarganya mendadak berubah. Tidak ada lagi kehangatan dan keharmonisan. Ayah nya menjadi lebih dingin dan banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Lalu Kakak laki-lakinya berubah menjadi lebih kasar dan selalu menyalahkan Kinara, karena malam itu Kinara yang memaksa Mamanya untuk datang ke festival tersebut.

Dibanding Ayah dan kakaknya, sebenarnya Kinara lah yang jauh lebih terluka. Karena ia menjadi saksi hidup saat Mamanya sekarat hingga akhirnya meninggal di depan matanya. Kejadian tujuh tahun silam menyisakan trauma tersendiri dalam diri Kinara. Gadis itu harus bergulat dengan depresi dan PTSD terhadap suara yang keras dan ledakan. Saat itulah kehidupan yang sulit mulai dijalani Kinara. Setiap minggu dia harus menjalani sesi dengan Psikiater, di sekolah semua temannya perlahan menjauh karena takut dengan Kinara yang sering mengamuk dan menangis tiba-tiba. Sampai akhirnya keluarga memutuskan untuk memindahkan Kinara ke Swedia untuk menjalani pengobatan sekaligus melupakan kenangan tragis yang dialaminya.

️☁️Mendung☁️☁️

"Kita mau kemana?"

Vero menoleh sebentar, tersenyum lalu kembali fokus ke jalanan. Mobil yang mereka kendarai sudah setengah jam melintas di jalan tol. Cuaca di luar begitu terik berbanding terbalik dengan suasana sejuk di dalam mobil. Kinara lelah menerka-nerka, perlahan kelopak matanya menutup sempurna.

"Ki."

Mata Kinara menyipit menyadari sinar matahari yang masuk ke matanya. Kinara bangun lalu melirik ke kanannya.

"Udah sampai?"

Vero tersenyum. "Ayo turun."

Begitu turun dari mobil mata Kinara menangkap pemandangan yang begitu indah. Awan seputih kapas menggantung di langit yang hampir petang. Ombak laut membelai pasir putih dengan lembut. Vero dan Kinara berjalan bersisian menjejakkan kaki telanjang pada pasir yang terhampar luas. Angin laut menerpa wajah, membuat rambut panjang Kinara tersibak. Kinara tersentak ketika hangat menyelimuti tangan kanannya.

"Lo butuh digenggam, biar gak ilang." Sabit terbentuk sempurna di bibir Kinara, matanya memandang Vero lama, seakan ingin merekam sosok itu di kepalanya dalam waktu yang lama.

"Tuhan biarkan dia kekal dalam ingatan,"

Vero menepuk-nepuk tempat di sebelahnya mengisyaratkan Kinara untuk ikut duduk di bawah rindang pohon Ketapang. Senja hampir datang sejak satu jam mereka berada di area pantai.

"Lo tau perjalanan awan?"

Kinara menoleh lalu menggeleng.

"Awan melalui perjalanan yang panjang, ada kalanya ia seputih kapas, di lain waktu ia berubah menjadi kelam. Awan terbentuk dari uap air yang dituntun surya untuk bangkit ke atas, menemaninya yang berpijar seorang diri."

Mendung (Eccedentesiast)Where stories live. Discover now