lima Permintaan

31 1 0
                                    

Jika ada yang lebih keras kepala, maka itu Kinara. Gadis itu mungkin tidak mampu menyembuhkan luka Vero. Namun ia tidak ingin pemuda itu selamanya sekarat. Maka dari itu dikumpulkannya segenap keberanian. Lihatlah, saat ini gadis pemilik mata sebening embun itu telah berdiri di depan pintu rumah Vero.

Tepat pada ketukan ketiga, sahutan terdengar. Pintu dengan bingkai kayu itu terbuka.

"Ki?" alih-alih suara Vero, justru suara Reyhan yang menelusup indra pendengaran Kinara.

"Hai, Kak Rey," sapa Kinara tak menyangka akan bertemu cowok itu di rumah ini.

"Em... Makasih ya kak udah nganterin gue pulang kemarin sore," lanjut Kinara mengingat hari di mana ia tertidur di depan ruko kosong dengan bodohnya. Untung saja, ia bertemu Reyhan yang tak sengaja melewatinya.

Reyhan tersenyum, "santai aja ki, masuk."

Gadis itu mengangguk. Sementara itu, di belakang Reyhan telah berdiri Vero dengan raut wajahnya yang sontak mendingin. Bayangan bagaimana gadis di hadapannya itu menangis menghantam Vero tanpa ampun. Namun hal tersebut tak mengubah apapun, tak cukup menggoyahkan keputusannya untuk menjauh dari Kinara.

"Em, kak Rey. Kak Vero nya boleh gue pinjem sebentar?"

"Ver, gue duluan ya." Reyhan menepuk bahu Vero sembari berbisik, "selesaikan apa yang harus diselesaikan."

"Mau lo apa?" tanya Vero dingin selepas kepergian Reyhan dari sisi mereka.

Ada gemuruh hebat yang menghantam dada Kinara, namun dengan cepat gadis itu mengontrol dirinya lalu tersenyum.

"Yee, galak banget mas nya. Pacarnya gak disuruh masuk dulu napa?" Kinara hendak menarik tangan Vero, namun tangan itu bergerak lebih dulu menepisnya.

"Pulang!"

"Ihh Kak Vero, masa gue disuruh pulang. Baru aja nyampe, gue naik grab kesini jauh-jauh. Masa tega nyuruh balik gitu aja." Gadis itu memajukan bibirnya, cemberut.

"Gue gak minta lo ke sini."

"Yaudah. Gue mau masuk, mau ke ketemu calon mertua."

"Nyokap gue gak ada di rumah."

Kinara mengerjapkan matanya polos. "Em yaudah, ayo makan siang. Gue laper, di rumah gak ada orang."

"Lo cari orang lain aja buat nemenin lo." Vero tau persis bukan hati Kinara saja yang retak hatinya pun turut patah ketika kalimat bernada kasar itu keluar dari bibirnya.

Namun, gadis itu justru tersenyum lalu bersidekap.

"Gak! Gak mau. Kinara yang cantik ini maunya cuma sama Kak Vero."

"Kinara, gue butuh waktu."

"Gak, gak bisa. Gak adil buat gue, kak. Gue gak bisa tanpa lo."

Vero memejamkan mata. Kinara mungkin tidak menyadari bahwa dirinya sendiri tangah bertarung melawan ego. Pemuda itu menghela napas berat berusaha mengurai gusar.

"Oke, mau lo apa?"

Kinara sontak berseru riang, "gue mau bakso, kentang goreng, es krim strawberry..."

Vero melangkahkan kakinya berniat meninggalkan Kinara.

"Veroo... Kok ninggalin gue sih?" Kinara berlari kecil mengikuti Vero masuk ke rumahnya. Sungguh, setiap perlakuan Vero saat ini meremukkan hatinya. Namun Kinara tau, tidak ada yang mampu ia lakukan selain bersikap keras kepala. Ia ingin menahan pemuda itu untuk tidak pergi dari hidupnya, meski sakit karena patah menjadi konsekuensinya.

"Kita jadinya makan di rumah atau di luar?"

"..."

"Kak Vero, nanti malam ke Dufan ya. Gue mau naik bianglala."

"..."

"Kak Vero! Kok jalannya cepet banget sih. Kan janji gak akan ninggalin gue."

Kalimat itu mampu menghentikan langkah vero. Pemuda itu memejamkan mati, kemudian berbalik. Lebih dingin dari tatapannya tadi, seolah luka telah membawa pergi semua perlakuan hangatnya. Dengan gerakan kasar, tangan cowok itu mencengkeram kedua bahu Kinara. Membuat gadis itu mengaduh pelan.

Kinara memejamkan matanya, dapat ia rasakan debar jantunya menggila. Seritme dengan deru napas Vero yang memburu. Tenggorokannya tercekat, tubuhnya gemetar di hadapan manik mata gelap nan dingin itu.

"Apa yang harus gue lakuin biar lo pergi dari hidup gue?"

Air mata Kinara meluncur begitu saja, "mati!" jawab Kinara tak kalah dingin.

"Gue cuma bisa pergi kalau gue mati."

Pemuda itu terdiam, ada sesuatu yang menghujam tepat di jantungnya.

"Selama gue hidup, gue akan selalu cari cara buat nahan lo untuk gak pergi."

Hening menyergap keduanya untuk beberapa detik. Baik Vero maupun Kinara tidak ada yang memutus pandangan, mereka berusaha mengutarakan setiap rasa tanpa kata.

Dalam iris sebening embun, Vero menemukan sebuah pengharapan yang justru menyakitinya bertubi-tubi. Tidakkah gadis di hadapannya itu sadar, berharap hanya akan menghancurkannya lebih jauh?

Dirinya telah selesai, dia memilih selesai dengan segala hal tentang Kinara.

"Gue punya lima permintaan," lirih Kinara memecah keheningan. Gadis itu menghempaskan tangan Vero yang mengekang tubuhnya.

Vero mengembuskan napas kasar. Lelah jika terus berdebat melawan kekeras kepalaan Kinara. Vero hendak berbalik lantas gerakannya terhenti kala tangan Kinara menggenggam tangannya erat. Pada iris sebening embun itu, ditemukannya tatapan penuh harap.

"Lupakan kenyataan, untuk sesaat. Gue mohon, kak," lirih Kinara penuh permohonan.

Vero tidak apa benar yang ia lakukan saat ini, dalam hitungan detik, Kinara sudah berada dalam rangkuman lengannya.

Hai im back, sebenernya ragu buat lanjutin. But, let it flow aja yaa.

Happy reading.

Mendung (Eccedentesiast)Where stories live. Discover now