Vegetatif

30 3 0
                                    

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin pak anwar," ujar seorang Dokter berjas putih di salah satu ruangan.

"Beberapa pasien dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan otak akibat pembuluh darah yang pecah. Namun, pecahnya pembuluh darah arteri di dalam otak yang menimbulkan perdarahan lokal bisa membuat kematian sel-sel otak. Kami masih belum bisa memastikan sampai pasien keluar dari keadaan vegetatif, dan dapat merespon sekitarnya. Kita hanya bisa menunggu dan berdoa. Karena hanya yang di atas lah yang dapat memungkinkan kemustahilan."

Dokter Rian menepuk pundak Anwar yang merupakan Suami Hana sekaligus sahabatnya itu.

Di luar ruangan Dokter Rian, Dimas morosot jatuh bersandar pada dinding di sebelah pintu yang sedikit terbuka. Jantungnya memompa dua kali hingga tiga kali lebih cepat usai mendengar penuturan dari Dokter barusan. Pemuda itu luruh dalam ketidakberdayaan. Hari ketiga perawatan, Hana dinyatakan dalam keadaan vegetatif.

Kondisi vegetatif disebabkan oleh kerusakan otak akut akibat penyakit atau cedera, yang menyebabkan penderitanya dalam keadaan tidak sadar dan tidak responsif terhadap keadaan sekitarnya.

***

Tok

Tok

Anna mengetuk pintu ruang rawat Kinara, setelahnya ia masuk dan menemukan Alan sedang tertidur di sofa di dekat ranjang sahabatnya itu.

Wajah pemuda itu terlihat lusuh, matanya sembab seperti tidak tidur berhari-hari. Karena tak ingin membangunkan Alan, Anna berjalan perlahan meletakkan beberapa bungkus makanan ringan dan buah-buahan di atas nakas ruang rawat Kinara. Anna menghela napas berat, menatap wajah teduh Kinara yang terlihat pucat. Matanya memanas, sakit sekali rasanya melihat keadaan Kinara yang tidak berdaya. Anna mendaratkan kecupan lembut di kening Kinara lalu membisikkan sebuah kalimat di telinga Kinara.

"Gue gak mau tau pokoknya lo harus bangun, ki." lirihnya mengancam.

Gadis itu mengusap air yang meluruh dari sudut matanya. Setelahnya ia beranjak keluar, menutup pintu sepelan mungkin agar suaranya tidak terdengar.

Rasanya begitu menyesakkan melihat orang-orang terdekatnya dalam keadaan yang menyedihkan.

Setelah mengatur napasnya, Anna melangkahkan kaki menuju lift. Ada satu ruangan lagi yang harus ia kunjungi.

Dari jendela kaca yang ada di pintu bisa Anna lihat postur Dimas yang membelakangi dirinya. Dengan sangat pelan, Anna masuk ke ruang rawat Hana. Perasaannya sama kacaunya ketika melihat keadaan Dimas. Mata pemuda itu bengkak, selama tiga hari berturut-turut Dimas tidak pergi dari sisi Ibunya.

"Kak," sapa Anna, memegang pundak Dimas yang tertidur dengan kepala yang bersandar pada brangkar Hana.

Pemuda itu membuka matanya perlahan, senyum tipis terlihat dari wajah kusamnya. Dimas melihat jam dinding yang ada di ruangan tersebut, pukul Delapn malam. Ia sudah tertidur selama satu jam.

Anna menyodorkan botol mineral ke arah Dimas. Yang langsung disambut pemuda itu dengan ramah.

"Bunda gimana, Kak?"

"Belum ada perkembangan, Na. Tadi malam Bunda sempat sadar. Bunda membuka matanya, tapi gak merespon apapun yang Gue lakuin. Setelahnya mata Bunda kembali menutup."

Anna mengelus punggung Dimas. "Pasti berat banget buat lo, Kak."

"Malam ini lo pulang ya kak, biar gue yang jaga Bunda Hana."

Dimas menggeleng, Anna tau tidak akan mudah membujuk laki-laki itu saat ini. Tapi ia akan tetap berusaha.

Tak lama terdengar suara pintu diketuk, dari balik daun pintu masuk dua orang pemuda yang tak lain adalah Reyhan dan Galang.

Sama seperti Anna, kedua temannya itu turut membawakan makanan untuk Dimas.

"Eh ada Anna ternyata. Kita gak ganggu kan, Dim? Kalau ganggu kita cabut nih," celoteh Galang berusaha mencairkan suasana.

Dimas hanya tersenyum simpul, begitu juga dengan Anna.

Reyhan dan Galang mengambil posisi di salah satu sofa yang ada di ujung kaki brankar Hana, sementara Anna duduk di kursi sebelah Dimas.

"Kalian semua udah dari ruangan Kinar?" tanya Dimas kepada ketiga temannya.

Reyhan dan Galang mengangguk bersamaan.

"Keadaannya gak jauh dari Bunda," balas Reyhan.

Dimas tersenyum getir, mengapa harus disaat yang bersamaan Ibunya dan Kinara harus merasakan sakit. Sejak Kinara dilarikan ke rumah sakit, Dimas memang belum sempat menjenguknya karena ia tidak bisa meninggalkan Hana sekalipun ada Ayahnya di sana. Dua hari yang lalu Dimas hampir menemui Kinara namun ia urungkan setelah melihat kejadian di taman rumah sakit sore itu. Dimas menghela napas berat lalu mengusap wajahnya prustasi. Bayangan Alan yang memeluk Anna kembali merayap di pikirannya.

"Gue masih gak nyangka cewek yang ceria dan cerewet kaya Kinara bisa nyembunyiin sakitnya bertahun-tahun. Gila tuh anak, gak ada kasiannya sama kita," ucap Galang.

Mendengar penuturan itu Anna merasa ada yang menghantam dadanya, hingga kembali terasa sesak.

Kalau ada yang lebih sakit dari teman-temannya yang lain maka Anna lah orangnya. Anna marah dan kecewa pada Kinara. Kenapa Kinar harus menyembunyikan sakitnya dari dirinya. Anna tau Kinar tidak ingin membuat dirinya khawatir dan sedih. Tapi dengan seperti ini Anna justru lebih merasa sedih.

"Vero gimana? Udah jenguk Kinar?" tanya Dimas lagi.

Reyhan menggeleng, "gila tu anak. Gak habis pikir gue. Tega banget sama Kinar."

Benar saja sejak tiga hari Kinara terbaring di ruang rawatnya, tidak sekalipun Vero datang mengunjungi gadis itu. Vero hanya datang sekali ke rumah sakit, menjenguk Hana. Setelahnya pemuda itu menghilang tanpa kabar. Betapa pedih luka masa lalu yang menyakiti pemuda itu, sampai ia bersikap seperti sekarang ini terhadap Kinara.

"Vero dan Kinara, keduanya teman kita," jeda Dimas. "Gak cuma Kinar, gue tau Vero juga ikut hancur dengan keputusannya buat ninggalin Kinara. Kita gak bisa berbuat banyak, cuma bisa berdoa semoga keduanya baik-baik aja. Baik Kinar maupun Vero sama-sama terluka."

Ketiganya mengangguk mengiyakan penuturan Dimas.

"Gue harap Vero menyesal karena udah jadi manusia egois, yang gak gue kenal," ujar Galang.

Galang bangkit dari tempat duduknya. Berjalan mendekat ke arah Hana. Tepat di sebelum wanita paruh baya itu, Galang membungkuk berbisik di dekat telinganya.

"Bunda, udahan ya tidurnya. Ayo pulang, kalau Bunda di sini terus siapa yang marahin kita kalau Bandel? Siapa yang marahin Galang Bun kalau rebutan stick VS sama Vero. Ayo Bun, bangun yaa."

Anna tidak tahan melihat pemandangan di depannya. Gadis itu memalingkan muka sembari menyapu air mata yang mengalir di pipinya dengan punggung tangan.

Pukul sepuluh malam, Anna dan teman-temannya berhasil meyakinkan Dimas untuk pulang ke rumah. Sebagai gantinya mereka bertiga yang akan berjaga di rumah sakit. Besok hari jumat yang berarti tidak ada mata kuliah yang harus mereka tempuh. Sebab itulah mereka bisa bergantian dengan Dimas menjaga Hana, dan tentu saja turut menjaga Kinara.

Mendung (Eccedentesiast)Where stories live. Discover now