Keinginan Kedua

79 5 2
                                    

"Lo itu Dandelion, dan gue Angin yang akan selalu menemani lo terbang melintasi Angkasa."

-Vero Angkasa-

***

Dengan handuk yang masih menggantung di lehernya, Vero memungut Ponselnya dari atas meja. Matanya memandang lurus dari jendela panti, pada gadis yang tengah duduk di bawah pohon, memandangi anak-anak dengan tatapan kosong.

"Kinara baik-baik aja, Kak. Gak perlu khawatir, saya akan jaga dia dengan baik di sini."

Cowok itu mengetikkan sesuatu ke Qya, kakak Kinara.  Lantas mengirim pesan pada Dimas agar teman-temannya tidak lagi cemas.

"Semuanya Oke, bilangin sama yang lain pulang, istirahat. Gak usah bebal!"

Dia menguap, padahal baru saja mandi. Mungkin karena semalaman ia tidak bisa tidur. Kinara demam tinggi, Vero tidak bisa membawanya langsung pulang ke Jakarta dengan kondisi seperti itu. Terlebih dalam cuaca hujan lebat. Sebagai gantinya pemuda itu membawa Kinara bermalam di Rumah Kasih, kebetulan letaknya tidak terlalu jauh dari tempat terakhir kali dia menemukan Kinara. Sepanjang malam rasa takut mengerubunginya tanpa ampun. Melihat Kinara terbaring lemah membuatnya cemas setengah mati.

"Hai, Kaka cantik." Kinara menoleh.

"Sendirian aja." Vero mengambil posisi duduk di sebelah Kinar.

"Kaka cantik kok gak ikutan main?"

Gadis itu tak bereaksi, tetap membisu. Tatapannya lurus pada deretan pohon pinus di luar halaman panti. Sesekali ia menggeleng ketika satu dua anak panti mengajaknya bermain.

"Kakak cantik tau gak? Katanya kalau kita senyum gak bisa napas."

Kinara menoleh, melempar senyum tipis pada Vero. "Gue baik-baik aja, Kak."

Gadis itu paham betul, Vero sedang berusaha keras menghibur hatinya. Namun hal itu sama sekali tidak ia butuhkan. Untuk saat ini, dia hanya perlu kesunyian dan kesendirian. Atau jika bisa, dia ingin menghilang barang sesaat.

Jiwa kinara tertarik dari lamunan ketika tangan kekar Vero, menariknya berdiri.

Alih-alih berteriak dan menolak seperti yang dilakukannya semasa inaugurasi, kali ini gadis itu hanya menurut pasrah. Tidak ada penolakan maupun pertanyaan. Kakinya meniti langkah demi langkah, dengan segala kebisuannya.

Vero menghentikan langkah tepat di depan sebuah pondok kayu yang berhasil membuat debaran gila di dalam dada Kinara. Tiba-tiba tubuh gadis itu gemetar dan Keringat dingin mengucur dari dahinya. Tanpa Vero sadari, rasa takut, dan bersalah bersarang di dalam pikiran gadis itu.

"Kak..." Panggil Kinara lemah.

"Sayang banget pintunya gak bisa gue buka, kita ke sana aja ya, Ki." Tanpa memperhatikan wajah pucat Kinara, Vero kembali menuntun gadisnya berjalan melewati pondok kecil itu.

Mereka berhenti dua meter dari pondok, duduk di bawah pohon yang menghadap ke padang tanaman liar.

Ada banyak sekali jenis tanaman liar di lahan kecil itu. Yang semuanya didominasi warna hijau.

"Lo liat deh ke sana!" Vero menunjuk pada barisan tanaman liar, membuat Kinara mengerutkan kening bingung.

Pemuda itu akhirnya bangkit, memetik setangkai bunga kecil berwarna putih. Bukan.. bukan menyelipkannya di telinga Kinar seperti adegan dalam film romansa.

Pemuda itu memberikan setangkai bunga ke tangan Kinara, membuat gadis itu tersenyum samar.

"Namanya Dandelion."

Mendung (Eccedentesiast)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang