Jadian?

336 56 103
                                    

"Hujan menurunkan air dan kerinduan, air yang tergenang dan hati yang mengenang."

Happy Reading!

***


Hiruk pikuk hujan belum berhenti, malah semakin deras. Entah langit yang sedang bersedih atau karena Ia sudah terlalu rindu pada sang Bumi. Malam ini jalanan nampak lengang. Hanya terdengar rinai hujan dan riuhnya kecipak air yang diterjang kendaraan.

Sembari menunggu Abangnya datang, Kinar berlari menuju sebuah ruko yang tertutup lalu berdiri di sana. Setidaknya atap ruko ini cukup melindungi tubuhnya dari guyuran hujan walau tidak sepenuhnya, karena sepatu dan celana Kinara sudah basah akibat cipratan air yang diterjang kendaraan.

Sial, jika tau akan turun hujan sudah pasti Kinar tidak akan memilih berjalan kaki menuju Minimarket. Letak rumahnya memang tidak bisa dibilang jauh dari tempat ini, tapi untuk berlari menembus hujan bukanlah pilihan yang tepat.

Kinara mendesah panjang, andai dia tau akan turun hujan maka dia akan membawa payung dari rumah. Sayangnya tidak ada yang bisa memprediksi, langit penuh dengan teka-teki.

Kinara menghela nafas berat seraya mengetuk-ngetukkan jari pada ponsel hitamnya yang sudah mati. Menunggu, hanya itu yang bisa Dia lakukan. Bosan? Tentu. Tidak ada yang betah untuk menunggu bukan? Sudah pukul enam petang, langit sudah berganti warna sebentar lagi akan gelap sempurna, namun belum ada tanda-tanda kehadiran orang yang dinantikannya.

Kinar kembali melirik arloji di pergelangan tangan kirinya karena malam hampir datang. Jalanan di sekitarnya sudah semakin sepi, beberapa pedagang asongan sudah selesai membereskan dagangannya dan telah pergi meninggalkan tempat itu.

Kinara menengadah menatap langit dengan sendu.

Dulu setiap kali hujan datang, Kinara kecil akan berlarian keluar rumah menyambut air langit dengan penuh sukacita. Ia akan menari dan bermain bersama Abangnya di bawah jutaan air.

Alasan mengapa kehidupannya dulu begitu bahagia karena orangtuanya tidak pernah membatasi waktu main, serta tidak melarang anak-anaknya untuk melakukan hal yang mereka suka. Selama mereka bisa mengatur waktu untuk beristirahat dan menyelesaikan kewajiban. Termasuk bermain hujan, Mamanya tidak pernah marah setiap kali Kinara merengek ingin mandi hujan di halaman bersama Alan.

Tiiinnnnn

Bising klakson kendaraan bermotor memecah lamunan Kinara yang entah sudah berlangsung berapa lama. Hujan memang hebat selalu berhasil melemparnya pada kenangan masa yang lalu.

Kinara mengusap bulir bening yang berhasil lolos dari sudut matanya. Ia memijit kepalanya yang tiba-tiba pusing. Guyuran air deras membuat bayang-bayang luka lama itu kembali melintas.

Hujan, genangan, teriakan, benturan, ledakan petasan, mobil, jalanan, darah....

Ctarrrrrrrr!!

Kinara menutup telinganya sekuat yang ia bisa, dia jatuh meringkuk memeluk kedua lututnya.

Tidak! dia tidak boleh lemah, tidak! jangan di sini, jangan sekarang, jangan lagi.

"Jangan lagi Tuhan, kumohon! Hentikan kemarahan langit, hentikan kenangan itu."

Kinara menetralkan napasnya berulang kali, mengatur ritme jantungnya untuk lebih tenang. Dia bisa melewati zona itu, dia pernah berhasil keluar dari zona terkutuk itu dan sekarang dia pasti bisa mengatasinya. Kinara memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan.

Mendung (Eccedentesiast)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora