Tiga Keinginan

83 8 1
                                    

Kinara menutup MacBook dengan balutan Case matte birunya, merapikan kembali meja belajar yang sedikit berantakan. Perkuliahan sebentar lagi dimulai, Kinara menandai kalender dengan brush pen biru agar tidak lupa.

Kinar kemudian bergerak untuk mandi, setelah lima belas menit di kamar mandi dia mulai disibukkan mengobrak abrik isi lemari mencari sesuatu yang bagus untuk dipakai.

Pilihannya jatuh pada blus warna putih setengah lengan dengan sedikit aksen di bagian dadanya. Dia juga mengenakan rok berwarna peach yang menyentuh lututnya. Rambutnya dia biarkan tergerai lembut melewati bahunya. Kinara menatap pantulan dirinya di cermin menilai penampilannya hari ini. Cukup pantas, tak lupa ia memoleskan sedikit liptint pada bibir mungilnya agar tampak segar. Setelah dirasa cukup Kinar menyampirkan sling bag nya di bahu lalu berjalan turun melewati anak tangga dengan hati-hati.

Ting tong!!

Bel Rumah Kinar berbunyi di saat yang tepat refleks Kinara menengok ke arah jam dinding, sudah menunjukan pukul sepuluh lewat tiga puluh menit. Setelah berpamitan pada Bi Iim, Kinara membenarkan posisi helm birunya lalu naik ke atas motor.

Vero melajukan motornya dengan kecepatan sedang, jalanan pagi di Jakarta tidak lengang tidak juga terlalu macet mengingat ini hari sabtu jadi tidak terlalu banyak kendaraan yang berlalu lalang untuk sekedar berangkat kerja, sekolah dan lainnya.

Sepanjang perjalanan, Kinar dan Vero bercerita random di tengah bising lalu lintas. Tak jarang Kinara berteriak agar suaranya terdengar jelas, mengabaikan orang-orang sekitarnya yang mungkin ikut mendengarkan mereka.

Vero menepikan motornya di salah satu parkiran Cafe di daerah Jakarta pusat. Mereka turun di depan sebuah bangunan dengan dindingnya yang didominasi kaca. Yang mereka datangi adalah cafe 24 yang jadi tongkrongan Vero dan kawan-kawannya. Dinamai cafe 24 karena mereka buka dua puluh empat jam, kata Mas dhanu, salah satu barista di sana.

"Gak terlalu pagi apa?" Terang Kinara sambil melirik jam tangan putihnya yang baru menunjukan pukul sebelas.

Mata Kinar menangkap sebuah outlet bertuliskan Choco Candy, yang berada persis di sebelah cafe 24. Sebuah toko yang terkenal menyediakan aneka permen dan tentunya coklat.

Dengan langkah pasti Kinara masuk ke dalam toko itu yang langsung disambut aroma coklat panas yang menyeruak dari dalam toko tersebut.

Kinara tersenyum manis semanis deretan coklat yang tersusun rapi di sana. Coklat merupakan mood boster Kinara setelah Novel. Ia akhirnya membeli beberapa coklat batang dan coklat bertangkai dengan aneka rasa yang berbeda.

Usai membayar belanjaannya mereka kembali ke cafe 24.

"Makan apa Ki?" tanya Vero sambil membolak balik buku menu.

"Terserah deh, Kakak aja yang pilihin."

"Oke." Vero menandai beberapa menu pada catatan yang diberikan salah seorang waitress.

"Hot coklat lattenya satu, Mba," lanjutnya ketika perempuan muda itu hendak beranjak.

Hening sesaat, hanya lantunan penyanyi cafe yang terdengar saat ini.

"Kak, kak vero...," panggil Kinar memecah sunyi.

"Hmm?"

"Seandainya nih gue ngelakuin kesalahan fatal, kira-kira kak vero bakal gimana?"

"Random banget sih, Ki," sahut Vero tertawa kecil, sebelah tangannya mengacak rambut Kinara.

"Dihh dijawab aja apa susahnya sih," gerutu cewek itu memanyunkan bibirnya.

"Emm.. gimana ya? Tergantung sih gue lagi mau marah atau engga."

"Serius iihh, kak Vero!"

Vero mencubit hidung Kinara gemas, berhasil menerbitkan rona merah di wajah mungil itu. "Iya sayang, Iya. Gimana ya, soalnya pacar gue gak pernah salah di mata gue."

Mendung (Eccedentesiast)Where stories live. Discover now