Ketika Alika berulah

Start from the beginning
                                    

"Tadi aku beratem."

Finally.

Gue merubah posisi sehingga berhadapan langsung dengan Alika.

"Ada yang sakit?"

Gue ambil tangan dia terus gue check, ternyata ada bekas cakaran disana. Terus gue lihat leher Alika juga memerah.

Ini mereka tadi berantemnya bar-bar banget apa sih?

Gue menarik napas dalam-dalam. Nggak kebayang gue gimana anak gue berantem tadi.

Gak banyak bicara gue langsung ambil kotak obat, pasti sama Alika belum diobati.

"Sini tangannya."

Alika nurut.

"Tadi aku masuk BK."

"Kenapa gak telpon Ayah?" tanya gue dengan nada dingin.

Khawatir plus kecewa pasti ada. Kecewa di sini bukan karena Alika berantem. Tapi kecewa kenapa dia nggak ngabarin gue?

"Aku takut."

Gue menatapnya dalam, Alika terlihat menghindar dari tatapan gue.

"Ini Ayah kamu lho. Aku takut Ayah marah. Ayah marah?

"Ya marah." Jawab gue sendiri.

Sejujurnya nggak marah, Dek. Tapi biar kamu takut dan nggak berantem lagi aja.

"Maaf Yah. Habis dia narik rambut aku. Sakit, Yah. Mana nariknya sampai aku mau kepleset," ceritanya dengan takut-takut.

"Kamu bales?"

"Iya." Jawabnya pelan.

"Kamu apain?"

"Aku dorong badan dia, terus dia kepentok meja."

Berarti dorongnya kemungkinan kuat juga, sampai kepentok meja begitu.

Ini nanti kalau Alika dilabrak orangtuanya yang didorong gimana coba?

Seketika gue khawatir. Meskipun Alika juga salah karena ngedorong, tapi gue mau lindungi Alika juga.

"Gak ada yang ngelerai apa?"

"Ada Yah, tapi dia nekat mau narik rambut aku lagi. Akunya sebel terus aku bales tarik rambutnya. Habis itu tau-tau dia nyakar leher aku."

Bayanginnya gak tega.

"Aku bales gigit tangan dia."

"Astagfirullah dek. Kamu tuh."

Tapi kalau dia diem aja bisa jadi malah lebih parah.

"Iya-iya, udah. Besok kalau kamu dilabrak lagi langsung bilang ke BK aja. Gausah di ladenin."

"Maaf ya Yah."

"Yah?"

"Hmmm."

"Tuh kan Ayah pasti marah. Makanya aku gak bilang Ayah."

"Ck! Ayah tuh khawatir dek. Anaknya berantem, cewek lagi."

Dia merengut.

"Kan udah minta maaf Yah."

"Terus kamu dikasih hukuman apa?"

"Disuruh bantuin tukang kebun nyapu halaman sekolah tiap pagi selama sebulan. Terus dapet point 20, sama yang dasi kemarin total 25 point."

Aduh pusing juga.

"Sekarang udah tau kedepannya harus gimana?"

Dia ngangguk.

"Udah, kalau ada yang cari ribut sebisa mungkin dihindari. Inget sekarang udah kelas dua belas."

"Iya Yah maaf."

"Mau di ulangin?"

Alika menggeleng.

"Yang sakit ada lagi?"

Gue kembali fokus ke luka ditangan dan di leher Alika. Untung gak parah banget.

"Tapi Yah..."

"Hmmm."

"Kok aku berani berantem ya?"

Nah itu dek, Ayah juga bingung kamu ini nurun siapa.

Gue mengusap kepalanya sambil berkata, "Jangan diulangi pokoknya. Nggak baik berantem itu, apalagi sampai pakai adu fisik begini."

Alika mengangguk dan diam selama beberapa detik.

"Tapi, Yah..."

"Kata Om Jeje, nggak apa-apa berantem sesekali."

Dan inilah bedanya didikan gue dan didikan Jaerend.





Satya and His DaughterWhere stories live. Discover now