44 - Tentang Rindu

10.2K 1K 96
                                    

***

SUDAH hampir seminggu Keenan menjauhi Ratu.

Menjalani kehidupan di sekolahnya seperti dulu lagi, hanya untuk belajar dan mencapai nilai yang memuaskan. Bukan malah membiarkan seisi hatinya teronggok-onggok jika sedang menatap Ratu dari kejauhan, seolah mengatakan bahwa apapun yang ia lakukan sekarang kepada gadis itu adalah sebuah kesalahan. Dalam sekali menyakitinya.

Namun sayangnya, tidak ada kepastian kapan Keenan harus berhenti menyakiti Ratu?

Terlebih, kapan Ratu harus berhenti untuk mengejarnya?

Akan lebih mudah jika cewek itu bisa memahami keadaan, berhenti untuk mendekatinya. Sehingga Keenan tidak perlu mendorong Ratu menjauh. Lalu dengan begitu, ia dapat memerhatikan keadaan cewek itu, meski dengan jarak yang tidak dekat lagi.

Entah ini keputusan terburuk atau sebaliknya. Lagi-lagi, Keenan membiarkan cewek yang sama sekali tidak tahu kesalahannya mendera rasa sakit yang sama.

Bahkan, untuk kumpulan bahasa terhina di dalam kamus, belum tentu sebanding dengan kekurangajarannya yang terlihat seperti laki-laki tidak peduli dan menyakiti perempuan dengan sengaja.

Brengsek, sebut saja begitu.

Sedangkan Ratu, dengan satu harapannya yang hilang, entah sejak kapan terkubur dan seperti sulit untuk diraih kembali. Sekarang justru memiliki dua pilihan dalam hidupnya, namun tidak satupun dari opsi tersebut yang dapat mengurangi penderitaannya.

Satu hal yang perlu kalian mengerti. Adalah ketidakmungkinan jika Ratu harus berhenti mengejar, tanpa tahu alasan sebenarnya yang memaksa Keenan pergi.

Hingga tadi, di waktu istirahat telah usai, sebuah panggilan masuk ke ponsel Ratu mampu menjawab semua pertanyaan yang berkelit di benak cewek itu. Selama ini.

"Jadi," lamunan Ratu membuyar seiring dengan sebuah kalimat dari Alana yang masuk ke telinga. "Bokap sama nyokap lo sekarang udah pisah? Sumpah?! Kenapa bisa barengan sama lo gitu, sih?"

Seolah hatinya kembali untuk merasakan sakit, Ratu mengangguk dengan perasaan yang hancur untuk kedua kalinya.

Kabar yang didapatkannya dari Mbok Darti, tentu sudah buruk bagi Ratu, lebih buruk lagi ketika hak asuh anak ternyata jatuh ke tangan yang memang sudah ia perkirakan. "Dan sekarang nyokap lo yang dapet hak asuhnya? Sinting, masalah lo udah kayak pejabat aja, Ratu. Gak kelar-kelar."

Berbeda dengan bel masuk yang sedari tadi berbunyi, seolah tidak mengusik Ratu untuk segera beranjak dari kantin. Kalimat yang baru saja keluar dari Sahla, justru membuat Ratu ingin segera mengakhiri ini secepat mungkin. Kalau saja Alana tidak kembali mengangkat suara.

"Kenapa di sini gue nyium bau-bau hasutan gitu, ya?" Alana melempar pertanyaan sembari memainkan sedotan dalam gelas jus. "Gue yakin, nyokap lo pasti tau kenapa lo gak mau pergi ke Jerman. Dan sebesar apapun lo nolak, dia tetep bawa lo pergi, kan?"

Dengan mendengus, belum tentu Ratu bisa mengatakan hal ini. "Tapi gue emang gak mau pergi, Al. Gue gak bisa ninggalin Keenan gitu aja."

Entah bagaimana? Kalimat terakhir Ratu membuat tubuh kedua sahabatnya menegang seketika.

"Ck, bego lo control, dong!" kali ini bukan sedotan yang menjadi pusat perhatian Alana, melainkan kepala Ratu yang menjadi sasaran empuk untuk cewek itu melampiaskan kekesalannya. "Kalo aja lo nerima ajakan nyokap lo ke Jerman. Gue yakin, Ratu. Lo sama Keenan pasti masih pacaran sekarang."

Jelas, jika kebingungan yang berusaha tidak ditutupi oleh Ratu adalah awal di mana Alana kembali berbicara.

"Keenan pasti dihasut nyokap lo, Ratu. Dia pasti yang nyuruh Keenan buat mutusin lo. Gue yakin." bagaimana mungkin Ratu melupakan hal itu? Dengan titik terang yang hampir saja ditemuinya, Ratu mendengar sahabatnya itu berujar, lagi. "Gue emang gak tau, sih. Apa yang bikin Keenan ninggalin lo gitu aja? Tapi coba lo pikir, kalo aja lo nerima ajakan nyokap lo—"

RATU (TAMAT)Where stories live. Discover now