13 - PILIHAN

11.9K 1K 48
                                    

PILIHAN

Tidak perlu terburu-buru berharap agar perasaanmu terbalas. Pelan-pelan saja.

Tenang, yang kamu sukai saat ini bukan sebuah patung.

—Keenan Samudera—

***

RATU mengira, dirinya akan berbolos sekolah hari ini.

Seperti hari di mana cewek itu belum mengenal Keenan. Membolos mungkin menjadi salah satu bagian dari hobinya. Karena setelah apa yang ia ucapkan pada cowok itu semalam. Tentu saja membuat Ratu ingin menghantam kepalanya dengan batu supaya Keenan hilang ingatan.

Dan untuk pertama kalinya, Ratu berharap pada Tuhan, semoga membuat telinga Keenan rusak pada saat itu. Entah permohonannya terkabul atau tidak? Yang pasti setelah mengucapkan kalimat tabu dalam hidupnya. Ratu langsung berbalik dan berlari meninggalkan cowok itu di lantai atas.

Ceroboh banget gue! Kenapa harus bilang segala—batin Ratu.

"Ratu?"

"Momen terkampret emang." gumam Ratu dengan memukul keningnya sendiri dan mengabaikan seruan yang memanggil namanya.

"Ratu, lo dipanggil Bu Afti." Alana melepas earphone yang sedari tadi digunakan Ratu saat pelajaran Bahasa Inggris berlangsung. Meski, Bu Robi sudah menegurnya untuk melepas earphone saat pelajaran berlangsung. Cewek itu tetap tidak mendengar dan malah menjatuhkan kepalanya di atas meja, lalu menutup wajahnya dengan buku.

Dan sekarang dengan enggan ia menoleh ke arah pintu kelas yang saat itu sebagian celanya tertutupi oleh tubuh Bu Afti yang tinggi.

"Ikut saya ke kantor. Sekarang."

Itulah kalimat yang diucapkan Bu Afti sebelum Ratu beranjak dari kursinya dan mengikuti langkahan Bu Afti dengan malas. Sangat.

"Jangan berpikir setelah saya memberi kamu keringanan untuk menjadi anggota OSIS. Saya juga akan beri keringanan pada nilai-nilaimu juga." Bu Afti melayangkan argumen saat wanita itu duduk di kursi kebanggaannya. Menyambut kedatangan Ratu yang baru saja memasuki ruangannya dengan dingin.

Sedangkan yang ditanya menyatukan kedua alisnya, tidak mengerti.

Bu Afti menghela napas. "Saya dengar, nilai-nilai kamu dirapor hanyalah manipulasi dari Pak Baharta, apa benar begitu, Ratu?" Bu Afti memangku kedua tangannya di atas meja. Lalu menatap ke arah Ratu dengan tajam. "Saya tidak tahu apa yang keluarga kamu berikan pada Pak Baharta untuk hal itu. Dan kami selaku dewan guru sangat menyayangkan perilaku Pak Baharta."

Ratu tidak perlu mengetahuinya lebih jauh lagi di saat kalimat barusan cukup meruntuhkan pertahanan Ratu untuk tidak mengepalkan kedua tangannya. Ia menunduk, sambil menguatkan kepalan hingga buku-buku tangannya semakin memutih. Seolah tidak peduli dengan kebisuan Ratu. Bu Afti memecahkan keheningan itu dengan kalimatnya yang menohok. Setidaknya cukup untuk menguatkan diri Ratu agar menatap kearah wanita itu.

"Pilihan kamu ada dua." mari kita lihat, bagaimana cara Bu Afti membuat mata bulat itu membelalak lebih lebar lagi. "Perbaiki sikap dan nilai-nilaimu mulai dari sekarang atau saya tidak bisa mentolerir jika kamu tidak lulus sekolah tahun ini."

Dan tanpa sadar Ratu sudah mengumpat lebih dulu di hadapan Bu Afti, tepat ketika ia mendengar kalimat itu.

***

HARI ini ada sebuah pertandingan basket.

Adalah suatu hal yang kemungkinan tidak akan Ratu lewatkan selagi itu masih berkaitan dengan Keenan.

RATU (TAMAT)Where stories live. Discover now