48 - Akhir Waktu (TAMAT)

16K 1.2K 406
                                    

***

SORE itu, Keenan belum mendapatkan jawaban apapun dari Ratu.

Yang ia temui justru rengkuhan erat di dadanya, diselingi oleh isakan tangis yang turut mengundang Keenan untuk mengusap punggung bergetar itu dengan lembut.

Memang bukan hal itu yang harus ia pikirkan sekarang.

Di saat ada hal lain yang menggantikan posisi itu sebelumnya, dan terlalu penting jika Keenan abaikan walau sebentar saja.

Dikatakan ini bukan karena tidak ingin menganggu, mustahil Keenan akan duduk termenung saja di sisi ranjang. Mengatupkan bibir gelisah sembari memendam segala rasa penasarannya dalam dada yang sebentar lagi mungkin akan meledak.

Ya. Keenan tidak akan sesabar itu. Kalau saja di posisinya sekarang, duduk di kursi yang berada di sisi ranjang, bukan untuk menemani Ratu beristirahat ketika waktu menunjukkan malam.

Menghela napas untuk kesekian kalinya, Keenan mencoba mengenyahkan segala pikirannya dengan menyibukkan diri. Seperti belajar contohnya. Dan memang demikian yang ia lakukan sekarang. Saat ini juga.

"Ratu," bukan untuk memanggil. Hanya saja Keenan terlalu suka menyebut nama cewek itu sembari menggeser tempat duduk mendekat.

Masih belum ada pergerakan dari Ratu untuk membuka mata. Ketika sebelah tangan Keenan sibuk membuka lembaran buku dan satu tangannya yang lain justru menggengam sebelah tangan cewek itu.

"Dulu kamu suka banget pegang aku kayak gini. Rengek-rengek gak jelas cuma karena aku gak suka gandengan." Keenan tersenyum kikuk, mengusap punggung tangan Ratu yang kali ini tidak membalas tautannya. Juga tampak rapuh dalam genggamannya. "Tapi kalo pun sekarang kamu gandeng sepuasnya. Aku gak bakal marah, Ratu."

Kedua kalinya Keenan tersenyum kikuk. Menikmati keheningan yang turut menemani monolognya. Tanpa ada sahutan selain deru napas teratur milik cewek yang tengah tertidur pulas itu, seolah tidak terusik dengan suaranya.

Waktu yang Keenan butuhkan untuk belajar di ruangan ini adalah dua jam, dengan berkutat bersama pelajaran yang akan diujiankan esok. Lalu, di saat sebelah tangannya sibuk oleh lembaran buku, satu tangannya yang lain justru tetap menggenggam tangan Ratu, seolah penuh janji tidak akan dilepaskan lagi.

Setidaknya, Keenan sudah membenarkan. Jika ia memang tidak akan melepaskan Ratu. Lagi.

"Gak ada kamu sepi, ya?" lagi-lagi Keenan menertawakan dirinya dalam hati. Saking termakan bosannya ia justru bertanya di saat hening masih menyahut kalimat monolognya. "Biasanya kamu berisik banget. Cerewet. Seneng banget rusuh di sekolah. Sama suka jadi penyebab kepala aku pusing karena denger kamu minta ini-itu."

Mengingat itu, Keenan terkekeh. Sembari merapikan kembali bukunya ke dalam tas. Ketika matanya menangkap helaian rambut di wajah Ratu yang membuatnya tergerak untuk menjulurkan tangan, menyelipkan anak rambut itu di belakang telinganya.

"Tapi semenjak kita putus." Keenan masih saja bermonolog. Seperti tidak ingin melakukan apapun selain hal itu. "Aku kayak gak punya hal yang bisa bikin aku senyum lagi. Semuanya monoton. Gak ada yang menarik. Rasanya aku bener-bener nyesel putus dari kamu, Ratu."

Masih atau terlalu banyak kata yang saat ini terkumpul dalam mulutnya. Namun hanya beberapa hal yang dapat ia lontarkan, apalagi ketika Keenan merasakan tangan kecil yang masih berada di genggamannya. Bergerak.

"Keenan, kamu kok ngomong sendiri...issh sakit! Apaan, sih, cubit-cubit?!" kelopak dengan bulu mata lentik itu tiba-tiba terbuka dan menatap Keenan dengan nyalang.

Sebisa mungkin juga cewek itu menyandarkan punggungnya pada susunan bantal sambil mengusap sebagian pipinya yang memerah karena dicubit oleh Keenan.

RATU (TAMAT)Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα