29 - Bukan Teka-Teki

9.9K 1K 58
                                    

BUKAN TEKA-TEKI

***

HARI libur bukan menjadi alasan bagi Ratu untuk terus bermalas-malasan di atas kasur dengan sebelah tangan memegang segelas susu yang tadi disiapkan Mbok Darti di nakas dan satu tangannya yang lain memegang remote tv sambil menggonta-ganti chanel karena mungkin sudah termakan bosan.

Ratu hanya terlalu enggan untuk keluar kamar ketika ketukan di pintu membuatnya terusik dari ketenangan.

Ditambah lagi sahutan Mbok Darti dari balik pintu yang menyuruh cewek itu untuk segera turun dan ikut sarapan bersama adalah penyebab di mana Ratu sudah memutar matanya entah untuk kesekian kalinya, karena malas meladeni.

Mengabaikan hal itu. Ratu ingin segera melanjutkan tidurnya ketika disaat yang bersamaan pikirannya justru terlempar pada janjinya dengan Alana dan Sahla yang akan berbelanja kebutuhan untuk darmawisata besok.

Dan Ratu meyakini di dalam hati, jika hal itu lah yang membuatnya memutuskan untuk keluar dari kamar dan memilih untuk tidak peduli dengan apapun di sekitarnya, tidak terkecuali suara bising di ruang makan yang serupa dengan suara ribut yang semalaman Ratu dengar dan terus-menerus mengusik waktu tidurnya.

"Mas bilang gak ada apa-apanya dengan Marry!" teriakan itu terdengar ketika Ratu baru saja menuruni undakan anak tangga yang pertama. "Padahal semalaman aku mencoba untuk memperbaiki hubungan kita. Tapi ternyata wanita itu masih sering menghubungi ponselmu."

Lagi-lagi seperti ini. Entah untuk kesekian kalinya.

Kalau bukan karena rasa lapar yang ia temui sejak kakinya menapaki anak tangga. Mustahil jika cewek itu harus repot-repot mendudukkan dirinya di kursi makan paling ujung, bahkan kedua orang yang duduk di ujung satunya lagi seperti tidak menyadari keberadaan Ratu karena saking sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Bukan hanya mereka. Namun Ratu dengan ketenangannya yang tengah menyuap satu persatu makanan di piringnya tanpa harus menimbulkan suara dentingan sendok, seperti tidak ingin menambah keributan di ruangan ini, ternyata diam-diam cewek itu juga duduk dengan pikiran yang entah berada di mana.

Dikatakan jika boleh berangan. Meski sebentar. Ratu selama ini juga memimpikan sebuah keluarga di mana ia harus menjadi saksi kemesraan orangtuanya seperti anak kebanyakan yang memiliki keluarga harmonis.

Tidak perlu jauh-jauh untuk mengambil contoh. Kutip dari kedua sahabatnya misalkan. Seolah tidak pernah ada habisnya, Alana dan Sahla selalu bercerita tentang keluarga mereka masing-masing yang Ratu tanggapi dengan diam, tidak tahu ingin membahas apa.

Terkadang Ratu hanya bisa termenung sembari mendengarkan. Entah itu cerita Alana masalah kedua orangtuanya yang tiba-tiba saja mengurangi uang saku sekolahnya karena peringkatnya yang turun. Atau Sahla yang gencar mengajak ayahnya untuk meminta orangtua Denis melakukan lamaran sehabis lulus sekolah yang tentu saja hal itu ditentang oleh ayahnya sendiri.

Tanpa disadari ada perasaan aneh yang menelusup ke dalam dadanya ketika Ratu membayangkan hal itu tidak pernah terjadi di dalam hidupnya. Akan menjadi sangat mudah, jika Ratu memilih untuk tidak peduli dengan semacam hal itu. Namun sayangnya, walaupun berat untuk membenarkan. Ratu sudah terlanjur iri.

Tanyakan pada anak-anak yatim piatu yang ia temui beberapa tempo lalu. Apa mereka merasakan hal yang Ratu rasakan?

Mungkin sebagian dari mereka menjawab tidak, dengan beralasan hal itu sudah mereka anggap sebagai keberuntungan di setiap manusia yang dilahirkan.

Tidak beruntung bukan berarti merasa terbuang. Hanya saja kamu perlu menerjemahkan kalimat itu dengan cara yang berbeda.

Setidaknya anak-anak panti tersebut mengerti betapa beruntungnya mereka terlahir ke dunia. Selebihnya yang mereka miliki di dunia ini adalah bonus.

RATU (TAMAT)Where stories live. Discover now