Bersuara Hak Pelajar

75 11 0
                                    

Kata papah gue, guru-guru di zaman dulu itu cara mengajarnya bagus. Setiap murid yang belum mahir dalam suatu bidang, akan dipanggil ke ruang guru untuk diasah kemampuannya. Satu persatu. Papah gue juga bilang, tidak ada guru yang membuat mereka tertekan.

Tidak ada embel-embel anak bodoh karena dapat nilai matematika dibawah KKM. Guru dapat menghargai hasil muridnya. Kalau muridnya berhasil, maka guru pun berhasil.

In my opinion, guru sekarang terlalu melihat materi. Setiap anak tidak dipantau minatnya. Mereka hanya ingin tahu bahwa murid-murid mereka dapat nilai diatas KKM. Alhasil banyak murid yang mencontek karena hal itu.

Mereka merasa tidak perlu kejujuran, mereka merasa kejujuran adalah hal yang asing saat ujian, mereka hanya mementingkan nilai, nilai, dan nilai. Habis sudah keinginan mereka untuk mengembangkan bakat. Padahal kalaupun dipikir kembali, sistem ekstrakulikuler di sekolah gue itu jarang banget dapat dukungan penuh.

Mau ngadain acara ini itu mesti dapat lisensi yang macam-macam. Mungkin itu prosedur dan aturannya. Tapi gue pikir kalau dengan inisiatif mengadakan acara aja kita didukung, kayaknya untuk dapat lisensi itu mudah.

Bagaimana dengan guru BK? Guru bimbingan konseling itu harus memahami setiap karakter muridnya. Karena setiap murid punya karakter yang berbeda. Disini, gue yakin, peran guru bimbingan konseling itu sangat besar. Mereka dapat mengubah pola pikir muridnya.

Menjadikan mereka tumbuh sebagai individu yang lebih baik. Gue sendiri saat SMP, suka banget sama guru bimbingan konseling. Karena beliau sangat amat memahami muridnya. Memberikan penjelasan, tidak memihak, memberikan solusi. Bahkan saat kalian tertekan pun mereka dapat membantu.

Tapi gue rasa sudah minim sekali guru yang seperti itu. Rata-rata menghakimi dan menyudutkan. Gue sebagai pelajar, pernah mendapat perlakuan yang serupa. Disudutkan, disindir, dan sebagainya.

Idk why i'm so afraid of school, yang dulunya gue senang banget saat pelajaran matematika. Sekarang jadi tertekan dan berat sekali. Seakan gue kalau sekolah itu harus bersaing, tinggi-tinggian nilai. Lalu, hakikat sekolah sebagai tempat mencari ilmu itu dimana? Sudah tidak ada lagi.

Seharusnya pendidikan sekarang diobservasi lagi kekurangannya. Bagaimana caranya membuat pelajar nyaman di sekolah, senang di sekolah, semangat di sekolah.

Gue bicara seperti ini bukan berarti menyudutkan sepihak. Gue sebagai pelajar, kayaknya harus speak up sama masalah ini. Jadi untuk pelajar-pelajar Indonesia, ikuti aturan guru sebaik mungkin, belajar sebaik mungkin, maka jika kalian benar dan disalahkan, jangan takut untuk bertindak.

Bersuara adalah hak setiap pelajar.

6 Maret 2020.

Segmen RemajaWhere stories live. Discover now