Menghadapi Kekurangan

117 28 20
                                    

Satu hal yang ingin gue sampaikan sebelum kalian membaca bab ini lebih lanjut, kalian harus belajar menerima.

Ini bukan soal seberapa hebatnya kamu menutupi kekurangan-kekurangan itu, tapi ini tentang bagaimana kamu hidup dengan kekurangan itu.

Kekurangan itu selalu ingin ditutupi, karena sejatinya manusia, selalu menginginkan yang terbaik bagi dirinya sendiri. Selalu ingin menonjol dalam bidang yang dia suka. Selalu ingin diapresiasikan kerja kerasnya. Sehingga begitu menemukan kekurangan, kamu malu, kamu menutupi, berbohong, atau bahkan sampai lupa kalau sebenarnya yang kekurangan itu diri kamu dan yang dibohongi juga diri kamu sendiri.

Gue punya kekurangan yang awalnya gue malu untuk ungkapin. Gue cuma punya satu ginjal, tapi Alhamdulillahnya berfungsi dengan sangat baik. Awalnya gue insecure, meski ini organ dalam yang gak kelihatan, gue tetap ngerasa berbeda. Gue sempat marah dan sedih, kenapa gue yang dikasih, kenapa gak orang lain aja, kenapa harus gue yang dapet, dan sebagainya.

Mungkin bagi kalian ini berlebihan, tapi bagi gue, kekurangan sekecil itu bisa bikin gue malu. Kalau kalian baca Segmen Remaja dari awal, pasti kalian sudah paham bahwa pubertas gue itu berantakan. Jerawatan, berat badan nambah, kulitnya menghitam, ditambah dengan cuma punya satu ginjal. What do u think about me?

Frustasi? Iya, sempat. Gue pernah kesal dan marah pada semesta karena merasa tidak diberi keadilan. Gue merasa gue yang paling buruk, gue yang paling tidak pantas untuk hidup. Tapi dibalik itu semua, gue jadi yakin, Tuhan amat sangat mencintai gue. Dia ingin gue tumbuh sebagai manusia yang sabar, yang punya iman, yang berpendirian kuat, yang realistis, dan menerima dunia dengan sangat baik.

Dari kekurangan itu, gue belajar untuk percaya dengan apa yang gue punya. Gue menganggap kekurangan itu bukan sebuah hal yang harus ditakutkan, bukan sebuah hal yang memalukan, bukan sebuah hal yang harus gue jaga sebagai rahasia. Bukan itu semua.

Gue belajar untuk menghadapi Kekurangan dengan menerima. Kenapa menerima? Gue pikir, kita malu dengan diri kita sendiri, karena kita pun tidak bisa menerima apa yang kita miliki.

Lalu disini, selain kita yang menerima kekurangan itu, siapa lagi? Siapa lagi yang bisa menerima kekurangan diri kita sendiri selain kita? Apa orang lain perlu untuk menerima kekurangan yang bukan miliknya? Tentu tidak, bukan?

Bayangkan kamu adalah sebuah roti yang sebagian permukaan sudah basi. Apa orang yang akan memakan kamu akan terima dengan permukaan itu dan memakannya? Tidak, bukan? Mereka akan membuang permukaan tersebut dan memakan bagian yang sempurna.

Sekarang balik lagi menjadi roti yang sebagiannya basi, namun tidak ada orang lain yang memakan. Kamu sebagai roti, apakah ingin membuang sebagian tubuhmu sendiri meski tidak sempurna?

Siapa yang akan menerima permukaan kamu yang basi itu selain diri kamu sendiri jika orang lain saja sudah memilih untuk membuangnya?

Jadi, setelah menganalogikan hal ini, gue jadi paham bahwa diri gue ini harus gue apresiasikan sendiri. Gue harus bangga, dan membawa kekurangan itu sebagai kelebihan.

Bita.

Segmen RemajaWhere stories live. Discover now