Begitu Nilaimu Buruk

169 22 29
                                    

Gue agak tempramental sih kalau sudah bahas nilai. Mungkin banyak dari kalian yang akan tidak setuju dengan apa yang gue tulis di sini. Karena sudut pandang gue mencangkup keikhlasan, bukan keambisiusan. Jadi kalau lo ambisi sama nilai, lebih baik jangan baca ini.

Oke, sebelumnya gue mau jelasin kalau inti dari tulisan yang akan sangat panjang ini adalah ikhlas. Jadi buat yang mager baca, atau kalau lo termasuk orang yang serba instan, jawabannya ikhlas.

Sebagian masyarakat Indonesia mengukur kepintaran manusia berdasarkan nilai akademisnya. Bahkan tidak jarang orang tua menjadikan mata pelajaran matematika sebagai alat tolak ukur kepintaran anaknya.

Bukan gue namanya kalau setuju dengan statement tersebut.

Nilai, jujur gue itu takut sama nilai. Kenapa? Karena gue takut kalau nilai gue kecil, gue akan malu. Gue juga yakin, banyak dari kalian yang malu kalau nilainya buruk. Banyak dari kalian yang benci sama diri sendiri kalau nilainya buruk.

Gue pernah. Dan posisi gue saat itu, benar-benar hancur. Gue keringatan, gemeteran, merasa bodoh dan paling gak bisa, merasa gak pantes untuk bernafas, dan lain sebagainya.

Terus didalam kondisi seperti itu, teman gue datang. Dia bilang kalau gue harus menjadikan hal ini pelajaran. Gue harus belajar lagi. Tau gak, bukannya semakin termotivasi, gue jadi semakin merasa kalau gue emang gak bisa.

Menurut gue pribadi, gak ada kalimat yang signifikan dikhususkan untuk menenangkan orang-orang seperti gue saat itu. Mau lo sehalus apapun berbicaranya kepada orang tersebut, itu gak akan mengubah kenyataan apapun kalau nilainya buruk.

Jadi menurut gue, kasih celah untuk dia sendiri. Trust me. Saat itu, yang gue inginkan adalah sendiri. Gue pengen kenal diri gue lebih dalam, meski ya ujung-ujungnya emang benci sama diri sendiri. 

Gue lanjut ya.

Setelah itu gue pulang. Yang ada dipikiran gue cuma nilai. Gue takut. Aneh gak? Ada yang merasa aneh sama cerita gue disini? Ada gak diantara kalian yang baca ini berpikir kenapa gue ketakutan cuma karena nilainya kecil?

Karena opini masyarakat.

Kalau sejak awal tidak ada tolak ukur kepintaran manusia, tidak akan ada pelajar yang merasa tertekan. Mereka akan belajar dengan sendirinya, dan menghargai kerja kerasnya. Mereka akan terus mengembangkan kemampuan diri sesuai dengan apa yang mereka minati.

Kalau saat itu ditanya kenapa gue belajar mati-matian? Karena gue takut dianggap bodoh? Iya.

Gue gak mau munafik dengan bilang kalau gue biasa aja begitu dapat nilai buruk. Bahkan gue pernah menjadi saksi atas kondisi teman gue yang mendapat nilai buruk.

Mau dengan ceritanya? Jangan bosan, ya.

Jadi gue sama teman gue ini mau ulangan susulan bahasa Inggris. Gue itu bukan orang yang jago pelajaran ini, tapi juga bukan orang yang benar-benar gak punya ilmu sama pelajaran ini. Saat itu posisinya hanya kami berdua. Mengerjakan soal yang menurut gue cukup mudah, karena kembali lagi, gue peminat bahasa Inggris.

Begitu nilainya keluar, ternyata gue diatas KKM. Nah teman gue ini tidak mendapatkan hasil, it means, nol. Gue ingat betul bagaimana kondisi wajahnya dan tangan saat itu, suaranya parau. Wajahnya berkeringat. Tangannya gemetaran. Persis seperti gue saat mendapat nilai buruk berdasarkan cerita diatas.

Gue juga sama kacaunya. Pikiran gue kemana-mana. Gue jadi super introvert saat itu.

Oke, sekarang kembali ke cerita awal. Cerita dimana gue dapet nilai rendah. Jadi setelah itu, gue pun pulang. Gue cerita ke papah gue, dan gue bener-bener cuma bisa nangis.

Tahu tidak apa yang papah gue bilang saat gue cerita? Ikhlas, ikhlas, ikhlas.

Kalau kata papah gue, belum rezekinya gue dapet tinggi. Mungkin gue sedang diuji. Jadi, kenapa gue harus benci sama diri sendiri?

•••

maaf kali ini isinya curhatan. abisnya aku bingung mau nulis apa><, hehe.

Segmen RemajaWhere stories live. Discover now