Mengenal Diri Sendiri

114 23 6
                                    

Seperti apa karakter lo di dunia ini?

Seberapa besar rasa peduli yang lo miliki terhadap lingkungan di sekitar lo?

Seberapa mampu lo menembus batasan-batasan yang menghalangi lo untuk maju?

Bagaimana cara lo menemukan passion disaat lo benar-benar berada didalam keadaan super confused?

Keempat pertanyaan itu menghantui gue selama menduduki bangku kelas sepuluh.

Kadang gue mikir,
apa gue yang terlalu berlebihan dengan pertanyaan-pertanyaan yang gue ciptakan sendiri itu? Apa gue seharusnya diam saja dalam menjalani kehidupan ini?

Tapi jika dipikir kembali, gue ini siapa dan mengapa berada di dunia ini. Pasti ada alasan tertentu bagi Tuhan untuk menciptakan gue. Pasti dibalik semua yang Dia tetapkan untuk gue, ada alasannya. Apakah gue bertugas untuk memburu alasan tersebut? Tergantung, seberapa besar keinginan gue untuk mengenal diri gue sepenuhnya.

Jujur selama gue hidup, gue masih belum menemukan keahlian yang gue miliki dan berguna untuk kehidupan gue dan kehidupan orang banyak. Gue suka iri kalau melihat teman gue yang setiap hari les violin.

Terlihat dengan jelas betapa dirinya menyukai bidang itu.

Terlihat dengan jelas betapa dirinya ingin mengasah bakatnya di bidang permusikan itu.

Sedangkan gue? Gak tau mau jadi apa. Boro-boro mikirin masa depan, mikirin hobi gue sendiri aja udah mumet dan gak jelas. Gue gak ngerti bagaimana rasa bahagia ketika lo berhasil mencapai pencapaian tertentu.

Misalnya kalau atlet perenang, mereka bahagia karena berhasil renang sejauh sekian meter dengan waktu sekian detik.

Kalau pemain violin, mereka bahagia karena bisa memainkan lagu tersulit dengan tempo cepat dan penghayatan pekat.

Kalau seorang atlet taekwondo, mereka bahagia karena bisa terus maju menaikkan tingkat sabuknya.

Gue pernah merasakan hal itu. Tapi itu dulu, ketika gue sekolah dasar. Gue benar-benar anak yang cukup aktif. Gue dulu perenang, pelari, karate, pramuka, banyak hal lain yang membuat gue merasa bahwa gue punya goal yang harus gue kejar.

Tapi ngerasa gak sih kalian, semakin dewasa kalian akan semakin bingung dengan hidup. Apalagi dengan diri sendiri. Puncaknya adalah saat gue pubertas. Hidup gue berubah. Fisik gue berubah. Emosional gue berubah jadi super tempramental. Gue yang semula ekstrovert, mulai menjadi seseorang yang introvert. Apalagi kalau gue udah di kelas dan bawa headset. Kerjaan gue cuma baca buku, baca buku, dan baca buku.

Gue males berinteraksi dengan orang lain. Bukan takut. Hanya saja malas dan menganggap hal itu tidak berguna. Ada untungnya, gue jadi orang yang tidak banyak gibah.

Mulai dari masa pubertas itu, gue mulai tidak kenal dengan diri gue. Dimana Bita yang dulu. Dimana Bita yang selalu berlari. Sudah tidak ada lagi didalam diri gue.

Lebih parahnya lagi, gue suka termenung dan bertanya-tanya kepada diri gue sendiri. Gue ini siapa dan bagaimana. Apa yang harusnya gue lakukan selama hidup ini.

Satu-satunya cara mengenal gue lebih dalam adalah, melakukan hal yang berkebalikan dengan kebiasaan lo saat ini. Gue yang suka membaca dan bisa menghabiskan waktu seharian untuk selesaiin buku-buku super tebal, mulai kembali memakai sepatu larinya dan berlari di pagi hari tanpa ada tujuan dan kejelasan tertentu.

Gue yang tiap hari minum susu kotak, mulai beralih ke teh celup tanpa gula.

Gue yang semula sering menulis tentang perasaan gue belakang ini, mulai menceritakan hal itu kepada orang tua gue.

Itu hal kecil, tapi sangat mengundang perubahan yang signifikan. Kalau sudah melakukannya, kalian akan bisa membedakan mana kebiasaan yang menurut kalian nyaman. Apakah gue yang baca buku seharian itu beralih ke lari pagi? Atau gue masih nyaman dengan baca buku seharian? Itu tergantung dari bagaimana cara Anda memandang kebiasaan ini.

•••

BITHA, BHITA, BITA, BIT, TA, BEETA, BYTHA, BEATTA, BABITA. SEGELINTIR PANGGILAN GUE YANG MENYEBALKAN KECUALI BITA.

Segmen RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang