- EPILOG -

413 14 0
                                    

Tok tok tok

Gedoran pintu itu membuat Difa berdecak kesal. Ia melihat ponselnya.

Jam 21.05 PM

Siapa yang malam-malam bertamu ke rumahnya? Menggedor asal pintu orang tanpa tahu aturan. Tidak sopan!

Tok tok tok

"Ish, siapa sih?! Nggak sopan banget! " Gerutu Difa sambil menaruh ponselnya di sofa kosong yang ada di sampingnya dengan kasar.

Di rumah tak ada orang, hanya ada dirinya seorang. Mama dan adiknya sedang ada urusan di luar.

Tok tok tok

"BENTAR ELAH! NGGAK SABARAN BANGET JADI ORANG! " Teriak Difa yang sudah tak tahan.

Dengan geruan panjang dan kaki yang ia entak-entakkan ke lantai, ia melangkah menuju ke pintu utama.

"Kalau mau bertamu ke rumah orang itu yang sopan di—" kalimat Difa terhenti saat ia membuka pintu dan tak menemukan siapapun di sana.

"Loh? Kok nggak ada orang? " Gumam Difa heran. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, tak menemukan siapapun. Lantas, siapa yang menggedor pintu tadi?

Bulu kuduknya meremang saat menatap sekitar. Begitu sepi dan sunyi, udara dingin menyeruak ke arahnya, membuatnya bergidik ngeri.

"Perasaan gue nggak enak. " Gumamnya takut, ia meneguk ludahnya sesaat sebelum dengan tergesa hendak menutup pintu. Tapi saat ia menoleh ke belakang ...

"HUA! ... MA—mshjs ... " Teriak Difa ketakutan saat wajah seseorang tepat berada di depan wajahnya, sebelum tangan orang itu membekap mulutnya.

"Udah malem, nggak usah teriak-teriak. Didemo tetangga baru tahu rasa lo." Ucap orang itu.

Difa dengan sekuat tenaga mencoba melepaskan bekapan tangan orang itu. "Hah, Sat! Lo mau bunuh gue hah?! " Amuk Difa sesaat ia sudah terbebas. Berkacak pinggang sembari memelotot ke arah Satya yang hanya menampilkan cengirannya.

"Mau apa lo malem-malem ke sini?! Gedor pintu nggak ada sopan-sopannya sama sekali! Terus ngapain lo berdiri di belakanh gue?! Mau buat gue jantungan hah?! " Sembur Difa.

Satya hanya meringis dengan dua jari yang ia acungkan ke atas. "Ya maap sih. Gue mau ngasih ini aja. " Ucap Satya sambil menyodorkan sebuah bingkisan ke arah Difa.

Difa mengernyit bingung. "Tumben? ... " Tanyanya heran. "Ini apa? " Tanya Difa lagi saat bingkisan itu sudah berpindah ke tangannya.

"Buka aja. " Jawab Satya dengan kepala yang celingukan memandang ke dalam rumah Difa. "Lo sendirian? Nyokap sama adik lo ke mana? " Tanyanya saat melihat rumah Difa yang sepi.

"Ada urusan di luar. " Jawab Difa singkat dengan tangan yang sibuk membuka bingkisan itu.

Satya membulatkan mulutnya, kemudian ia menyelonong masuk ke dalam rumah Difa tanpa Difa sadari.

Kening Difa mengerut saat melihat sesuatu yang familiar di penglihatannya. Persegi panjang, tebal, aroma ini ... Sebentar. Dengan segera ia membuka sepenuhnya bingkisan itu, seketika matanya melebar.

"Novel? " Gumamnya berbinar. "Sat, ini beneran buat gu—loh? Tuh anak ke mana? " Difa celingukan mencari keberadaan Satya.

"Dif, gue minta minuman lo. " Ujar Satya sambil menunjukkan minuman kaleng yang baru saja diambilnya di kulkas Difa.

Difa mendelik. "Nggak sopan banget sih?! Itukan minuman adek gue! " Teriak Difa sambil mencoba merebut minuman kaleng itu dari tangan Satya.

"Ck, nanti gue beliin lagi. " Ucap Satya santai sambil meminum minuman itu, mengabaikan Difa yang kini tengah cemberut.

"Eh, oh ya, lo nggak mau nanya tujuan gue malem-malem datang ke sini gitu? " Tanya Satya yang membuat Difa menoleh dengan kesal.

"Yaudah, apa tujuan lo?! " Tanya Difa sewot.

Satya menaikkan alisnya sambil terkekeh kecil, kembali meneguk minumannya. "Ngajak lo balikan. Harus mau pokoknya. " Jawab Satya to the point, membuat Difa membeku di tempat dengan jantung yang ingin meledak.

"Ba-balikan? " Tanya Difa gelagapan, tiba-tiba saja pipinya memanas.

"Heem. Ok, kita resmi pacaran lagi. Yaudah, gitu aja. Gue balik dulu, bye pacar! " Pamit Satya sambil berlalu pergi meninggalkan rumah Difa dan sang pemilik rumah yang masih mematung di tempatnya.

"Sumpah, tuh anak kapan berhenti buat gue jantungan? " Gumam Difa heran.

"Dia tadi ngajak balikan atau nanya alamat sih? Kok langsung pergi. "

Entahlah, Satya selalu saja membuatnya terheran. Pikiran Satya memang sulit untuk ditebak.

Senyumannya mengembang, terlepas dari itu, ia bahagia. Sangat. Akhirnya setelah lama mereka memunafikkan rasa yang mereka punya, mereka berhasil menghilangkan. Sekarang mereka mampu mengungkap apa yang sebenarnya mereka rasa. Tak ada lagi kata 'munafik' di hubungan mereka.

Dan saat ini, mereka sadar, bahwa hubungan status juga penting adanya. Tak selama terikat itu menyusahkan. Adakalanya, terikat itulah yang memudahkan mereka untuk saling memahami tanpa ada rasa yang ditutupi.

Mulai malam ini, hubungan mereka—Satya, Difa—akan menjadi nyata tanpa harus ditutupi dengan materi debat yang selama ini mereka susun untuk dapat saling dekat.

"Satya itu nggak romantis, tapi dengan sikap apa adanya dia, itu yang buat gue jadi spesial. " -Nadifa Angelina

"Nggak usah tanya tentang Difa, pokoknya dia itu nyebelin, tapi itu yang gue kangenin kalau dia jauh dari gue. " -Satya Aditama

°•<ABOUT THEM>•°

__________________________________________________________

01 Maret 2020

Sudahkan? Balikan? Oklah, dah kelar. Eh, haruskah ada EXTRA PART? Nggak usah deh.

Hehe, canda kok. Extra part pasti ada, siap-siap aja ya, pastinya akan seru dong.

Oklah, gitu aja. Btw, makasih yang udah luangin waktu untuk baca cerita gajelas ini. Semoga dari awal sampai akhirnya kalian menikmatinya ya.

See you semua! ... Jan lupa votmen yak. Follow my IG : @alungputri_06

*Note : Setelah ini akan ada EXTRA PART*

💞HAPPY READING💞

ABOUT THEMWhere stories live. Discover now