- ABOUT THEM - 13

330 20 0
                                    

"Hahaha ... Kode lo keras banget tadi, Dif. "

Difa membuang tasnya ke sembarang arah, ia membanting tubuhnya di kasurnya.

"Ck, tadi tuh gue keceplosan, Lis. Ah, bego banget sih gue. " Dumel Difa sambil mengerucutkan bibirnya kesal.

Ya, sekarang ini ia sedang telponan dengan Lisa. Padahal baru saja ia pulang dari rumah Lisa.

"Tuh nyadar kalau lo bego. " Sahut Lisa sambil terkikik geli.

Difa merengut, ia mengambil bantal gulingnya, dan memeluknya erat. "Nggak, nggak. Bukan gue yang bego, tapi Satya. Ya, Satya yang bego. Siapa suruh jadi cowok nggak peka. Tadi tuh kan gue ngedumelin dia, terus dia nanya ke gue ' ngomong apa' gitu. Ya gue langsung sewotlah, urusan dia apa? Mau gue ngomong apa kek, bukan urusan dia. Dia kan bukan siapa-siapa gue. Terus dia malah ngomong gini ... " Difa menjeda ucapannya, kemudian berdehem sejenak.

"Emang kalau bukan siapa-siapa nggak boleh peduli gitu? " Ucap Difa menirukan suara Satya.

Lisa di seberang sana sempat melongo mendengarnya, tapi kemudian ia mendecak.

"He, anak onta! Lo ngatain bang Satya bego, nggak peka, lah lo sendiri gimana? Lo lebih nggak peka astaga! ... " Sewot Lisa geram sendiri yang membuat Difa mengernyit bingung.

"Hah? Gue salah apa? Emang gue nggak peka apa? " Tanya Difa bingung sendiri sambil mengubah posisinya menjadi telungkup di atas kasur.

"Hadeh ... Bisa gila gue lama-lama ngadepin dua orang nggak peka kayak kalian. Heran deh, ada gitu ya manusia yang tingkat kepekaannya itu nol besar kayak kalian?! "

Difa berdecak, memutar bola matanya malas, ia memainkan rambutnya sendiri. "Bisa langsung maksudnya nggak? " Tanya Difa.

Terdengar suara helaan napas dari seberang sana, "Ok, jadi gini. Bang Satya ngomong gitu tuh karena bang Satya ngerasa tersinggung, dia ngerasa kalau selama ini lo itu nggak nganggep dia ada, lo cuma nganggep dia itu orang lain, orang nggak penting di hidup lo gitu. Intinya ya ... dia itu nggak terima kalau lo nggak ngenggep dia, dia ... pengen lo nganggep dia sebagai salah-satu orang yang berpengaruh di kehidupan lo. " Ujar Lisa panjang kali lebar.

Difa terdiam, entah mengapa perkataan Lisa itu seketika membuatnya menaruh harapan tinggi kepada Satya. Difa meneguk ludahnya, berdehem sejenak dengan pipi memerah, dan dengan tangan yang semakin memeluk erat gulingnya.

"Lo bi-bisa aja sih, Lis. Mana mungkin Satya kek git— "

"Kita ketemu sekarang. Gue tunggu di cafe deket rumah gue. Nggak pake lama. Telat atau bahkan nggak datang, gue bakal seret lo dari rumah lo. Assalammualaikum. "

Tut

"Wa'alaikumsalam. " Jawab Difa setengah bingung.

"Lah, ngapain sih nih anak?! " Tanya Difa pada dirinya sendiri sambil menatap bingung ke layar ponselnya.

Ia menggelengkan kepalanya, "Ck, bisa gila gue lama-lama kalau gini. Dua saudara sepupu itu kelakuannya bikin gue gila. " Gumamnya kemudian ia segera memasuki kamar mandi untuk membersihkan dirinya, dan bersiap untuk bertemu dengan Lisa seperti yang diminta sahabatnya itu.

***

"KOK LO ADA DI SINI SIH?! "

Pekikan itu berhasil menyita perhatian hampir seluruh pengunjung cafe itu.

Lisa menutupi wajahnya karena malu, dan Satya hanya memutar bola matanya malas, kembali menunduk, fokus dengan ponsel yang ada di tangannya. Tak peduli dengan tatapan kaget dari gadis yang masih berdiri mematung di samping mejanya itu.

"Astaga, suara lo, Difa! " Ucap Lisa setengah berbisik sembari menatap kesal ke arah Difa.

Difa meneguk ludahnya, ia mengedarkan pandangannya dan tersenyum kikuk saat melihat banyak pasang mata yang menatapnya bingung.

Ia dengan kaku mendudukkan dirinya di kursi yang berhadapan dengan Lisa dan Satya yang membentuk sudut segitiga dengan meja bundar yang berada di tengah-tengah mereka.

"Kok lo nggak bilang sih kalau ngajak Satya juga? " Tanya Difa berbisik dengan tangan yang diletakkan di samping mulutnya, berniat menghalangi Satya supaya tak mendengar apa yang ia bicarakan kepada Lisa.

Sayangnya, Satya bisa mendengar jelas bisikan Difa itu, ia melirik sekilas ke arah Difa.

"Nggak usah bisik-bisik, percuma, gue denger. " Ketus Satya tanpa megalihkan pandangannya dari ponsel miliknya.

Difa mengatupkan bibirnya, mengerucut sebal. "Yaudah sih, ngapain lo ikut ke sini?! " Tanya Difa langsung dengan nada ketusnya.

Ya, memang sekarang mereka sedang berada di cafe dekat rumah Lisa. Difa kira Lisa hanya sendiri bertemu dengannya, ternyata Lisa juga mengajak Satya, jelas saja Difa kaget.

"Tanya aja sama tuh anak satu, ngapain maksa gue buat ke sini, ketemu sama lo. Lagian gue mana mau kalau harus ketemu sama lo, sial terus bawaannya. " Ucap Satya sarkas.

Difa semakin mengerucutkan bibirnya, "Tuh mulut dikasih makan apa sih?! Pedes banget kek boncabe. " Dumel Difa pelan, tapi masih bisa di dengar oleh Lisa dan juga Satya.

"Ngomong apa lo hah?! " Kesal Satya tak terima sambil menaruh ponselnya di atas meja dengan tak santai. Ia menatap Difa sengit. Difa membalas tatapan Satya dengan sinis.

Sedangkan Lisa sudah dibuat frustasi dengan mereka berdua. Ia berdecak kesal dengan keras yang membuat Difa dan Satya dengan kompak menoleh ke arahnya.

"Inginku berkata kasar. " Geram Lisa sambil menatap keduanya kesal.

"KASAR. " Ucap Difa dan Satya bebarengan dengan wajah watados (wajah tanpa dosa) mereka.

Lisa mendelik kesal, ia menunduk, melepas sepatunya, dan mengangkat sepatu itu dengan gestur ingin melempar sepatu itu ke arah Difa dan Satya.

"Mau gue lempar sepatu kalian hah?! " Amuknya dengan wajah garang.

Difa dan Satya kompak menyengir, menunjukkan deretan gigi mereka.

"Sabar dek, sabar. " Ucap Satya sambil menurunkan tangan Lisa yang memegang sepatu dan menyuruhnya untuk memakai sepatu itu kembali.

Untung saja tak ada yang melihat tingkah Lisa itu, kalau tidak, sudah dipastikan mereka akan menanggung malu untuk kedua kalinya.

Lisa menurut, dengan bibir yang mengerucut, dan gerutuan kesal, ia memakai kembali sepatunya.

Difa yang melihat itu terkikik geli, "Yaelah, Lis. Sans kali ah. Inget kak Darel, Lis, jangan sampai dia lihat kelakuan lo yang kek gitu. Nanti kalau dia ilfeel sama lo gimana? Mampus lo. " Omel Difa dengan nada jenakanya.

"Mau gue lempar sepatu beneran lo?! " Tanya Lisa sambil siap melepaskan sepatunya lagi, tapi Satya langsung menahannya.

"Ck, udah deh. Jan bikin malu. Cepet, ngomong, kenapa lo ngajakin gue sama tuh anak dugong ke sini? " Tanya Satya berusaha mengalihakan topik supaya tak terjadi pertengkaran lagi.

"Nggak sadar apa situ yang mulai. " Gerutu Lisa kesal. Kemudian ia berdehem, memasang wajah serius sambil menatap Difa dan Satya bergantian.

"Gue mau ngomong tentang hubungan kalian. "

"Hah?! "

____________________________________________________________

DiSat kembali nih. Ada yang kangen nggak? Hehe. Kira-kira lanjutan obrolan mereka bertiga gimana ya? Akankah ada titik terang tentang hubungan DiSat?

Udah deh, moga suka ya.

Jangan lupa VOTE and COMMEN ya!
Follow my IG : @alungputri_06

💞HAPPY READING💞

ABOUT THEMWhere stories live. Discover now