- ABOUT THEM - 16

349 16 0
                                    

"Lah, Difa? Tumben? " Tanya Lisa agak tersentak saat tiba-tiba Difa duduk di sampingnya—di sofa ruang keluarga.

Difa mengerucut sebal, "Males di rumah, pengen keluar. " Jawab Difa.

"Halah, alasan. " Sahut Satya sambil mendudukkan dirinya di sofa single. "Palingan nih anak ke sini karena kangen sama gue. " Lanjut Satya dengan omong besarnya.

Difa melotot tak terima, sedangkan Lisa hanya mendengus, melengos begitu saja.

"Dih, pede banget lo! " Elak Difa sambil memasang ekspresi jijiknya.

Satya menaikkan alisnya, menatap Difa meremehkan, "Ngeles aja lo kek bajaj. " Sinisnya.

"Emang nggak kok, elo aja yang kepedean. "

"Gue yang kepedean apa lo yang kegengsian? "

"A— " Difa mengatupkan bibirnya kembali, entah kenapa ia tiba-tiba kehabisan kata untuk membalas ucapan Satya itu.

Ia mengalihkan wajahnya, pipinya merona begitu saja, ia jadi meruntuki dirinya sendiri yang tiba-tiba menjadi gugup.

Lisa yang berada di samping Difa jadi mendecih sinis, "Jangan kebanyakan bohong, entar dosanya numpuk segunung. " Sinisnya.

Difa mendelik tak terima, ingin membalas tapi Lisa terlebih dahulu menyelanya.

"Silahkan lanjutkan drama kalian, gue mau marathonan baca wattpad dulu. Bye! " Pamitnya sambil segera berjalan cepat menuju ke kamarnya di lantai dua, meninggalkan Difa yang mengumpat dibuatnya.

Sedangkan Satya hanya terkekeh kecil melihat Difa yang kesal. Ia berdiri, kemudian mendudukkan dirinya di samping Difa yang tadi sempat diduduki oleh Lisa.

"Ngapain lo?! " Tanya Difa kaget sambil memandang Satya dengan terkejut.

Satya memiringkan kepalanya, menatap Difa dengan santai, "Kok kaget? Biasa aja kali. Guekan cuma duduk, bukan nyium. " Ucapnya yang lagi-lagi membuat Difa mendelik.

"Apaan sih lo?! Gajelas! " Ujar Difa kesal, "Jauhan gih! " Lanjutnya sambil mendorong Satya menjauh darinya, tapi badan Satya tak terdorong sedikitpun, ia masih duduk dengan santai di posisinya.

Difa tak menyerah, ia masih berusaha membuat Satya pindah dari posisi itu, bukan apa-apa, hanya saja ia tak kuat bila Satya terus berada di dekatnya. Ia takut, jantungnya akan melompat keluar dan berlari-lari mengelilingi rumah saking dag-dig-dug nya. Tahu, ini lebay.

Tangan Satya naik, menggengam tangan Difa yang mendorongnya, membuat Difa dengan reflek menghentikan aksinya itu.

Difa memandang tangannya yang digengam oleh Satya, jantungnya berdetak tak karuan. Kemudian dengan perlahan ia menaikkan pandangannya, menatap tepat di manik mata Satya yang juga menatapnya.

Pandangan mata mereka terkunci satu sama lain, Satya mendekatkan wajahnya perlahan ke wajah Difa, membuat Difa tersentak, tapi juga tak bisa menghindar, tubuhnya terasa kaku, tak bisa digerakkan.

Wajah mereka semakin dekat hingga Difa bisa merasakan napas Satya yang menerpa wajahnya, dengan reflek ia menutup kedua matanya.

Semakin dekat, dan semakin dekat, hingga ...

"Gigi lo ada cabenya. "

Krik krik

Seperti ada suara jangkrik saat Satya menyelesaikan kalimat bisikannya itu kepada Difa.

Difa membuka matanya, membulatkan matanya dengan sempurnah, ia meneguk ludahnya dengan kasar, rona merah terlihat jelas di kedua pipinya.

Jelas ia malu, ia sudah salah sangka, ia kira Satya akan menciumnya, tapi ... nyatanya ... CUMA MAU BIKIN DIFA MALU.

"SATYA SIALAN! " Umpat Difa keras, ia mendorong bahu Satya dengan kencang hingga membuat Satya terjungkal ke belakang dan jatuh dari sofa.

Brak

"Aw! ... SIALAN! SAKIT BEGO! " Balas Satya sambil duduk di lantai dan menggosok pantatnya dengan tangan karena sakit.

Difa memasang wajah pongah, ia berdiri, dengan satu kali hentakan, ia menginjak tangan Satya yang ada di dekat kakinya.

"ARGH! ... TANGAN GUE! " Teriaknya kesakitan. Difa tak peduli, dengan santai ia berlari menjauh dari tangan, ia berlari menuju ke lantai dua, dimana kamar Lisa berada.

"DIFA-K SIALAN! ... " Teriakan Satya dari bawah itu membuat Difa tertawa puas.

"Rasain, siapa suruh main-main sama Difa?! Difa kok dilawan, nggak level lah yaw ... " Gumam Difa dengan kalimat alaynya.

Kemudian dengan kekehan kecil yang masih terdengar, ia membuka pintu kamar Lisa yang memang tak pernah dikunci.

"Lis—ASTAGA, LISA! LO KENAPA?! KOK NANGIS?! " Teriak Difa sambil berlari mendekat ke arah Lisa yang sedang meringkuk di atas kasur sembari memeluk bantal guling dengan isakan tangis dan mata yang berair memandang ke arah ponsel yang ada di tangannya.

Jelas saja itu membuat Lisa tersentak kaget, dengan segera ia men-lock ponselnya.

Tanpa melepas sepatu atau tanpa aba-aba dulu, Difa melompat ke atas kasur Lisa, kemudian menggoyang-nggoyangkan lengan Lisa.

"Lo kenapa, Lis? Kenapa? Ada apa? Kok sampai nangis kayak gini sih? Lo ditolak kak Darel ya? Atau kak Darel punya cewek lain terus lo cemburu? Atau gimana, hah?! " Tanya Difa beruntun dengan nada rempongnya.

Lisa mendelik, "Apaan sih lo, ah?! " Kesalnya sambil mendorong Difa menjauh.

"Ih, lo kok gitu sih sama gue? Gue kan peduli sama lo. Lagian lo kenapa sih nangis kek gitu? " Tanya Difa sambil mengerucutkan bibirnya kesal.

Lisa terdiam sejenak, kemudian ...

"Hua! ... Difa, gue kesel! Gue kesel, sebel! Huhuhu ... " Racau Lisa tiba-tiba dengan mata yang mulai berair lagi.

Difa mendekat, meraih kepala Lisa, dan menaruh kepala Lisa di pundaknya. Ia mengelus rambut Lisa untuk menenangkan.

"Lo kenapa sih, ah?! Cerita deh sama gue. " Ucap Difa santai sambil terus mengelus rambut Lisa, menenangkan.

"Hiks, gue tuh kesel, Dif. Hiks ... " Ucap Lisa sesenggukan, mulai menceritakan apa yang terjadi dengannya. Difa masih setia mendengarkan Lisa.

"Lo tahu nggak, gimana rasanya dibenci sama semua orang karena kesalahan orang lain? " Tanya Lisa dengan suara seraknya.

Difa mengernyit, tak mengerti arah pembicaraan Lisa, tapi ia tetap menganggukkan kepala seakan ia mengerti.

"Nah, itu. Gue sedih karena tokoh utama ceweknya itu di benci sama semua orang tersayangnya karena kesalahpaham yang dilakuin sama sahabatnya sendiri. " Lanjut Lisa yang membuat Difa terperangah.

Difa diam beberapa saat, kemudian ia mendorong Lisa menjauh, dan memandang wajah Lisa yang sekarang sembab itu dengan tatapan tak percaya.

"Jadi ... Lo nangis karena baca cerita wattpad? " Tanyanya tak percaya.

Dengan santainya Lisa menganggukkan kepalanya dan mengusap sisa air mata yang ada dipipinya.

Difa menjatuhkan tubuhny lemas ke kasur Lisa dengan tangan yang menepuk keningnya sendiri.

"Wah, nggak bener nih anak satu. " Gumamnya pelan, sebelum ia bangkit dan ...

"NANGIS AJA TERUS LO SONO! KAGAK USAH BERHENTI! GUE IKHLAS! " Amuk Difa kesal sambil memukul-mukul Lisa dengan bantal yang ada di tangannya.

"APAAN SIH WOY! " Balas Lisa berteriak, tak mau kalah, ia juga mengambil bantal guling, dan memukul-mukulnya ke Difa.

Dan sekarang, jadilah perang bantal antara dua gadis yang tingkat kewarasannya patut diragukan itu.

_______________________________________________________

Hai, cuma mau bilang ...
MAAF! Up-nya ngaret terus.

Jangan lupa VOTE and COMMEN ya!
Follow my IG : @alungputri_06

💞HAPPY READING💞

ABOUT THEMWhere stories live. Discover now