- ABOUT THEM - 10

465 22 0
                                    

"Difa? Bang Satya? Ngapain di sini?! "

Difa dan Satya segera menoleh ke arah sumber suara dengan ekspresi terkejut, seketika mereka menegakkan tubuhnya, dan menatap orang itu dengan gugup.

"Loh, dek? Ngapain di sini? Tadi pagikan udah gue suruh nunggu di depan gerbang. " Ucap Satya dengan nada yang dibuat sesantai mungkin.

Ya, orang itu adalah Lisa, sepupu Satya sekaligus sahabat Difa.

"Gue nanya! Ngapain kalian di sini? Berduaan lagi. " Tanya Lisa lagi.

Mereka berdua saling pandang, kemudian memalingkan wajah mereka satu sama lain.

'Kan bego kan! Pake Lisa lihat lagi! Kalau ginikan urusannya jadi tambah rumit, bisa habis gue kalau sampai Lisa tahu gue yang ngajak Satya ke sini. Argh! ... Nggak boleh! Gue harus cari alasan. ' runtuk Difa dalam hati.

Difa berdehem, "Ah .. oh? Itu, tadi tuh nggak sengaja ketemu di sini, gue tadi beli es cendol. Eh tahunya ada Satya juga, si Satya tuh ngajak ribut gue duluan. Iya, gitu! " Ucap Difa dengan bola mata yang berkeliaran, tak mau menatap ke arah Lisa. Ia sangat gugup sekarang.

Satya yang mendengar alasan Difa jadi mendelik kecil ke arah Difa, "Lah, kok gue? Bukannya lo—ARGH! ... IYA, IYA, GUE YANG SALAH! " Pekik Satya tiba-tiba yang membuat Lisa sedikit terlonjak.

Ya, Difa dengan cepat menyubit perut Satya sebelum Satya selesai bicara. Ia memelotot ke arah Satya seakan memberi ancaman 'awas lo kalau berani!' dan menggerak-gerakkan bola matanya ke arah Lisa seperti memberi kode ke Satya bahwa Satya harus segera mengajak Lisa untuk pulang.

Lisa yang melihat itu hanya bisa mengerutkan keningnya bingung. Difa melepaskan cubitannya dan kemudian ia menatap Lisa dengan ekspresi yang berubah drastis, yang tadinya sok galak, sekarang malah menatap Lisa dengan ramah dan merekah dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

"Udah ya, Lis. Gue duluan, dah ditungguin Fita sama Qila, entar mereka ngomel lagi. Eh, oh ya! Jan lupa selesai PAS kita hangout bareng kayak biasa. Ok, bye! " Ucap Difa dengan satu kali tarikan napas. Setelah itu dia langsung ngacir pergi ke arah sekolah.

'Bego astaga! ... Semoga tuh cowok nggak peka nggak ada ngomong macem-macem sama Lisa. ' batin Difa.

Satya yang melihat Difa sudah pergipun hanya bisa menggerutu dalam hati, 'Perasaan dia yang ngajak gue kesini deh. Tapi kok dia malah nyalahin gue?! Dasar anak dugong! Tapi kok gemes ya kalau pipinya merah kek tadi? ' batin Satya.

Kemudian saat Lisa menatapnya dengan tatapan curiga, Satya dengan segera mengalihkan pandangannya, bersenandung ria sambil menoleh ke kanan dan ke kiri seakan-akan tak terjadi apapun beberapa saat lalu.

Lisa bersedekap dada, menatap Satya curiga. Satya menoleh kemudian mengangkat alisnya, "Kenapa? " Tanyanya belagak santai, walau pada nyatanya, ia sedang menyembunyikan salah tingkahnya.

'Ada yang aneh? Mereka nyembunyiin apa dari gue? ' batin Lisa.

'Nggak usah nanya yang aneh-aneh deh! ' batin Satya sambil terus menatap Lisa dengan jantung yang berdetak kencang.

Lisa melengos pelan, "Nggak kenapa-napa. Aneh aja sih! ... Oh ya, lo masih mau di sini apa mau pulang? " Tanya Lisa yang membuat Satya bernapas lega.

"Eh? Oh ya, ya ... Pulanglah! Yuk! " Ajak Satya yang sedikit gelagapan sendiri, entah karena apa. Satya melangkah mendahului Lisa, dan Lisa mengikutinya.

'Apa mereka dah nyadar ya? ' batin Lisa lagi.

***

Brak

"Assalammualaikum! " Salam Difa saat sudah memasuki rumahnya.

"Wa'alaikumsalam! Set dah! Biasa aja kalau buka pintu mbak! " Jawab Wildan yang merupakan adik Difa.

Difa tak mempedulikan ocehan Wildan, ia memasuki kamarnya, menutup pintunya, dan merebahkan dirinya di atas kasur tanpa mengganti seragamnya terlebih dahulu. Ia menatap langit-langit kamarnya.

Kejadian di warung es cendol tadi memutar di otaknya yang membuatnya tersenyum-senyum sendiri, dan mengecurutkan bibirnya kesal.

Tangannya ia gerakkan menyentuh keningnya, "Tangan Satya tadi kok hangat banget ya? Kayak ada sesuatu yang buat gue tambah nyaman gitu berada di dekat dia. " Gumam Difa tanpa menurunkan tangannya

Setelah lumayan lama, akhirnya ia menurunkan tangannya, ia mengangkat kedua tangannya di depan wajahnya, kemudian menatap telapak tangannya tersebut dengan senyuman.

"Tadi tangan gue kok berani banget ya narik tangannya, maksa Satya duduk di kursi warung tadi, dan yang paling gue heran ... kok gue bisa nggak sadar kalau gue tadi nyuapin Satya? Pake acara ngomong manis lagi, dan ... Sayang? Kenapa gue bisa ngomong sayang ke Satya?! Argh! ... Apaan nih astaga. " Ucap Difa sambil menatap tangannya itu dan kemudian ia menggunakan tangannya itu untuk menutupi wajahnya yang kembali memerah karena malu.

Setelah itu Difa hanya bergerak-gerak tak jelas, meracau-racau, dan merengek-rengek. Hingga sebuah getaran ponsel menyadarkannya.

Drt drt

Difa berdecak, ia meraih ponselnya, dan melihat layar ponselnya dengan sedikit malas. Tapi saat ia melihat nama di popup layar ponselnya, ia menjadi membelalakkan matanya.

"Satya? " Gumamnya senang.

Dengan segera ia membuka pesan itu, dan saat ia membacanya, ia kembali meruntuki dirinya sendiri dengan wajah yang memerah.

Satya-ng : Lo tadi beneran alergi panas? Atau ... lo lagi blushing?

"Apaan sih nih cowok! Pake nanya lagi! Ya jelas gue blushing lah ogeb! Dasar cowok nggak peka! " Dumel Difa, tapi ia juga tak bisa menyembunyikan senyuman gelinya.

NaDifangelina : Kalau alergi panas kenapa? Kalau blushing kenapa? Apa masalahnya sama lo?!

(Send)

NaDifangelina : Dan satu lagi. Terus tadi lo juga kenapa? Pipinya merah gitu? Situ alergi panas apa blushing mas?😏

(Send)

Setelah mengirimkan dua pesan itu Difa langsung tertawa, "Mampus! Kena lo! Salah siapa jadi cowok nggak peka! " Dumelnya lagi.

__________________________________________________________

Hai, Difa-Satya kembali lagi nih. Ada yang tambah greget apa gimana nih? Tunggu kelanjutan ceritanya yak ;)

Moga kalian suka, maaf kalau ceritanya pendek. Dan maaf kalau masih banyak typo-nya.

Dan semoga aku bisa lanjutin cerita ini sampai selesai. Amin...

Jangan lupa VOTE and COMMEN ya!
Follow my IG : @alungputri_06

💞HAPPY READING💞

ABOUT THEMOnde histórias criam vida. Descubra agora