40. Sakit yang Sesungguhnya

75 3 0
                                    

Selamat membaca!

***

Jika setiap orang diberikan pilihan sebelum mati---akan memilih tetap hidup dengan kebaikan atau memilih tetap menemui Tuhan---maka Raihan akan menganggap pilihan itu sebagai anugerah hidup ke dua yang patut disyukuri.

Kembali seperti semula, Raihan tetap mengabari Aletta lewat ponselnya. Bertukar kabar lewat pesan dan bertatap guna menyalurkan rasa rindu lewat video call. Banyak hal yang Raihan sembunyikan. Salah satunya saat kedua manusia itu melakukan video call, maka Raihan akan bersandar duduk dan bersandar pada kepala ranjangnya, menyembunyikan tangan kiri yang terpasang infus agar di seberang sana Aletta tidak khawatir.

"Rai, kamu nggak apa-apa 'kan?" tanya Aletta di seberang sana. Mungkin gadis itu menyadari raut wajah kekasihnya yang terlihat pucat.

Raihan tersenyum simpul. Ada rasa senang menyelimuti hatinya saat ia tau bahwa Aletta masih peduli terhadapnya. Rangga benar, seharusnya ia tidak melakukan aksi menjauhi Aletta dengan segera, namun ia harus melakukannya secara perlahan, atau ia sendiri yang akan merasa tersiksa nantinya.

"Tuh, kamu ditanya malah cuma senyum-senyum nggak jelas!" rajuk Aletta.

"Aku kangen nyubit pipi kamu. Lagi di mana sekarang?" tanya Raihan. Kemudian ia melihat koridor kampus yang terlihat lengang. Setelah Aletta menjadikan ponselnya pada mode kamera belakang.

"Rai, kamu lagi sakit ya?" tanya Aletta pelan.

"Kamu di kampus sendirian aja? Kok sepi kaya gitu?" lagi, Raihan malah mengalihkan topik pembicaraan.

"Kamu tuh! Aku tanya malah balik tanya. Serius akuuuuu, kamu lagi sakit?" geram Aletta di seberang sana. Raihan hanya terkekeh melihat respon Aletta. Gadis itu terlihat memutar bola matanya, setelah itu mengembungkan pipinya. Sekarang Raihan merasa gemas pada gadis itu."

***

Sebagian part dihapus untuk kepentingan penerbitan.

***

Jangan lupa vote dan berikan sarannya setelah membaca. Terima kasih :)

The Loves Haven't Faded [SELESAI] Where stories live. Discover now