32. Kejujuran

94 7 0
                                    

Dinda sudah sampai di tempat yang biasanya ia gunakan untuk bertemu dengan Azhar. Dengan segera ia memparkirkan motornya, melepas helm dan segera berjalan masuk ke area Cafe.

"Nunggu lama ya?" tanyanya pada seorang cowok yang sedang duduk seraya memainkan game GTA di ponselnya.

Cowok itu mem-pause permainannya dan mendongakkan kepala, memberikan senyuman manis yang selama beberapa tahun ini mengiringi hubungan mereka.

"Kalo aku jujur, nanti kamu marah lagi," godanya pada Dinda.

Dinda terjekeh kemudian duduk di samping Azhar, "Dasar!"

"Tumben banget kamu ngajakin aku ketemu di sini, ada apa?" tanya Dinda bersikap sebiasa mungkin.

Namun lain halnya dengan Azhar yang nampaknya merasa tegang membuat Dinda heran sendiri.

"Kamu kenapa sih?" tanya Dinda.

Azhar berusaha mengukir senyuman semanis mungkin, "Aku mau bicara jujur sama kamu, Din."

Merasa ada hawa tidak enak, Dinda mulai mencairkan suasana dengan gelak tawanya yang terkesan dipaksakan.

"Kamu itu, kaya mau nembak ulang aku buat jadi pacar kamu. Ngomong aja kali," santai, kelewat santai Dinda bersikap seperti tadi.

"Kamu nggak pesen minum dulu?" tawar Azhar.

Dinda menggelengkan kepalanya, menurutnya Azhar terlalu mengulur waktu saat ingin berbicara kali ini. Padahal biasanya dia akan berbicara langsung ke intinya.

"Din, ini soal .... kejadian beberapa tahun lalu," ucap Azhar dengan sekali tarikan nafas. Dilihatnya wajah Dinda dengan hati-hati, takut jika Dinda akan menyerbunya dengan segala perbuatan, salah satunya menampar.

"Apa?" tanya Dinda dengan nada yang terkesan dingin dan wajah yang datar.

Azhar menghela nafasnya, kemudian mengusap kasar rambutnya ke belakang, "Aku udah dari dulu pengen jujur ke kamu, tapi kamu nggak pernah mau dengerin aku. Din, aku nggak sebaik yang kamu pikir."

Mata Dinda mulai memerah, udara di sekitarnya membuat mata Dinda terasa perih. "Ka-kamu ngomong apaan sih?" tanya Dinda, berusaha menahan tangis.

"Din, dulu, aku tau ini udah dulu banget. Tapi aku nggak mau terus-terusan hutang penjelasan sama kamu. Aku juga nggak akan ngebiarin kamu dalam zona kesalahan, dan Aletta di zona kesusahan."

Dinda terdiam menatap Azhar, ia menunggu kelanjutan ceritanya tanpa ingin berkomentar sedikit pun.

"Aku bakalan jelasin kesalahpahaman yang terjadi dulu. Kamu harus tau Din, Aletta nggak salah. Apa yang Aletta bilang sama kamu, semuanya benar. Di sini aku yang salah. Aku nggak ngelakuin apapun sama Aletta, tapi sama temen sebangku nya. Awalnya aku emang niat buat deketin Aletta, Din. Tapi akal aku malah bilang lain ... aku ... aku egois, aku tau itu Din ... maaf, maafin aku..."

Lega, Azhar merasa lega karena dia telah mengutarakan yang sebenarnya. Namun berbeda dengan Dinda, jika Azhar merasa lega maka Dinda merasa sesak. Dirinya juga terlihat bodoh, karena sejak awal tidak pernah mau mendengarkan penjelasan Azhar, namun Azhar juga tidak pernah mau mengungkitnya.

"Kenapa kamu baru jujur sekarang?" tanya Dinda dengan suara lirihan yang terdengar serak karena tidak kuat untuk menumpahkan tangisannya.

Azhar menundukan kepalanya, "Karena aku nggak mau kamu putusin aku gara-gara denger gosip itu," ucap Azhar dengan nada menyesalnya. "Makanya aku jadiin Aletta sebagai seorang tersangka. Soalnya aku tau, waktu itu Papa kamu lagi butuh uang dan minta bantuan sama Ayahnya Aletta. Dengan begitu kalo Aletta ngelakuin apapun sama kamu, kamu nggak bakalan marah sama dia..."

The Loves Haven't Faded [SELESAI] Where stories live. Discover now